be brave for us

345 55 13
                                    

EIYO MINNA-SAN

AKHIRNYA MIMIN UPLOAD JUGAAA ! ! !🐹

AKU REKOMENDASIIN BACANYA SAMBIL DENGER VIDEONYA BIAR MAKIN DALEM DEH, TAPI GATAU BISA ATAU GAK DIPUTER SAMBIL BACA:(

SELAMAT MEMBACA PARA READERS :)

-

-

-

author's point of view

Suara derapan kaki sepatu kuda menggema di telinga. Memecah keheningan di antara mereka. Hari sudah berganti pagi. Kicauan burung dan angin dingin kembali menyapa. Hangat matahari kembali menerobos masuk kulit. Rindu katanya. Setelah berhari-hari di tanah neraka, tak menjumpai hal sederhana di atas permukaan. Sesederhana itu memang. Namun, rasanya benar-benar terasa ada yang hilang.

Mereka sama-sama duduk berdampingan, namun anehnya, saling terdiam. Mungkin ini karena canggung semalam. Selepas selesai tugas yang diemban. Si pria langsung mengangkat paksa sang kekasih masuk ke dalam kamar. Membaringkannya dengan kasar di ranjang, lalu mendekap paksa dada sempitnya kuat-kuat. Hingga entah, bagaimana kelanjutannya. Mereka sama-sama hilang kesadaran. Akibat penat, letih, dan rindu yang dipendam terlalu kuat.

Levi menghembuskan nafas beratnya.

Ditatapnya para manusia yang barusan bangun memulai aktivitas. Dengan muka bantal yang terlihat disegar-segarkan. Jendela kereta kuda dibukanya lebar-lebar. Membiarkan angin dingin masuk menyapu tubuhnya yang lelah.

JEGLEK--

Mata kelabu Levi beralih, menatap gerak-gerik dua tangan yang menjulur menutup jendela di sebelahnya. Berusaha keras menutup dengan kedua tangan yang sulit ia raih. Levi berusaha menyematkan fokusnya kepada Y/N. Sampai ia kembali terduduk di sampingnya dalam posisi ternyaman.

"Kenapa. Apa kau kedinginan?"

Sentuhan kulit hangat Y/N menggelitik lengan Levi yang sedikit merasa dingin. Y/N menggeleng. Kepalanya ia sandarkan pada bahu lebar sosok pria di samping.

Bolehkah Levi jujur? Mulutnya terasa gugup gelapan. Levi menelan ludah. Memposisikan tubuhnya setegap mungkin. Menutupi sifat gugup, akibat tingkah Y/N yang tiba-tiba merangkul pelan lengannya. Otak Levi berusaha mencerna. Tak biasanya Y/N bermanja-manja seperti ini. Mungkin saja, Y/N merasakan kepalanya memberat atau pusing mendadak. Sehingga harus meletakkan kepala ke atas pundaknya.

"Apa yang kau lakukan dengan tanganku?" Tangan Levi benar-benar serasa merinding. Karena belaian jari jemari Y/N yang dirasakannya--sedikit menggoda. "A-apakah dingin?"

"Um? Tidak ada apa-apa. Hanya saja agar kau fokus melihatku."

Yang benar saja, Levi hampir saja tersedak oleh omongan Y/N yang terlalu jujur. Wajahnya ia palingkan. Memerah, semu.

"T-tch."

Andai Y/N tahu, justru Levi sering gugup dalam keadaan seperti ini. Teramat lagi, jika gerak-gerik Y/N tidak dapat diprediksi.

Y/N memejamkan matanya pada bahu wangi aroma pejabat. Kemudian beralih, menatapi luka-luka pada tangannya.

Senyumnya terangkat pelan. Beruntung, Levi datang tepat waktu. Jika tidak, mungkin saja yang ia dapat akan lebih parah dari ini. Akan lebih banyak luka lagi yang ia peroleh. Dan mungkin saja, jika Levi tidak datang lebih cepat, ia harus rela kehilangan satu mahkota berharganya.

CUP-

Wajah Y/N memaling ke wajah tirus kekasihnya. Pergelangan tangan yang sedari tadi ia tatap, tiba-tiba ditarik ke bibir Levi berada dan dikecup singkat.

OUR DIMENSIONS || LEVI X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang