underground (2)

474 64 20
                                    

author's point of view

"Kita selesaikan mereka sekarang juga--"

Levi Ackerman maju di barisan terdepan, berdiri mengadahkan pisau ke belakang. Menggenggam senjata kecil dengan gaya khas di samping punggungnya. Memberi arahan para anak buah untuk tak segan-segan melukai, sekaligus menghabisi sekumpulan preman arogan yang tak terima jalannya dihadang.

Di tempat sepi mencekam, Levi saling berhadapan. Mempertaruhkan hukum dan kebenaran. Bahwa apa yang preman-preman lakukan ini salah ; merebut harta milik orang lain merupakan hal yang bertentangan dengan hukum negaranya.

Andai saja disana berdiri kaca yang memantulkan sosoknya. Pasti ia akan terlihat seperti seorang brengsek yang melupakan kenangan kelamnya untuk sebatas bertahan hidup. Levi hanyalah seseorang yang lupa daratan. Yang kini ditugaskan memberantas preman preman pencuri yang tak lain adalah cerminan dirinya di masa lalu.

Tetapi, jangan naif. Siapa yang mau tetap hidup di dalam jeratan polisi militer. Menjadi buronan yang tak mampu hidup tenang di setiap menitnya. Dibandingkan dengan masa banditnya, kehidupannya menjadi kapten dari ratusan anggota militer jauh lebih baik.

Levi tak takut pada empat wajah bengis dan tubuh besar berotot padat yang siap meremukkannya kapan saja. Apapun itu, baginya ukuran tubuh bukanlah tolak ukur kekuatan. Bahkan untuk urusan kekuatan, Levi percaya, bahwa dirinya jauh lebih unggul untuk menang.

Sekarang, kilatan mata Levi hanya berfokus pada satu manusia yang berdiri tegap siap menyerangnya. "-bahkan jika harus dengan membunuh!"

"Baik kapten!"

Semua kaki melangkah maju. Dengan mengunci target masing-masing. Tinjuan demi tinjuan dilayangkan. Pukulan demi pukulan diterima. Setelah jatuh bangkit kembali, jatuh bangkit kembali.

Levi tak gentar melangkah maju berhadapan dengan orang tinggi sasarannya. Kaki lincahnya bergerak cepat menyapu kaki panjang di depannya. Membuat orang itu tersungkur di atas tanah.

"Kau--masih lumayan juga, senior--"

Yang tersungkur kembali berdiri mengelap darah segar dari hidungnya. Dengan tarikan tipis bibirnya yang menyiratkan senyuman jahat.

"Daripada repot-repot melawanku, cepat serahkan saja dirimu." Levi mendekat. Wajahnya ia angkat ke atas menatap betul-betul, bagaimana orang berwajah polos kini berubah total menjadi wajah jijik menyeramkan khas orang-orang bawah tanah.

Masih belum puas, Levi bergerak cepat. Kaki ramping menjejak ulu hati lawannya. Di antara duel maut rekan-rekannya dan buronannya. 

"Uhuk--uhukk--" Bagian bawah dada terasa sesak. Preman itu memegangi perutnya, terdiam sejenak mengumpulkan sisa tenaga untuk melawan mantan seniornya.

"Sudah kubilang, serahkan saja dirimu daripada isi perutmu hancur seperti ini." Baru babak awal, Levi sudah beberapa poin lebih unggul daripada preman itu.

"Ha? Kau sangat sombong. Apa yang terjadi jika saat itu kau tidak direkrut oleh tentara-tentara yang sibuk mengincarmu? Kau pasti tidak akan sok berdiri disini melawan anak didikmu sendiri--haha. Jangan-jangan kau datang untuk merekrutku dan meminjam kekuatanku untuk bergabung di pasukanmu? Hahaha-- "

"Tch-"

Sorot mata tajam saling mengikat. Menciptakan amarah benci yang menjadi-jadi. 

"Maaf, bocah--" ledekan orang itu membuat Levi semakin gemas untuk menjejal penuh mulutnya dengan sepatunya. "--kini kekuatan pasukanku semakin bertambah hebat setiap harinya!"

Satu tendangan keras mendarat di mulut preman. Darah segar mengalir. Merah gelap menyala. Membuat preman itu semakin geram dengan laki-laki tua yang tak tahu diri.

OUR DIMENSIONS || LEVI X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang