my guardian angel

794 132 8
                                    

TERIMAKASIH UNTUK YANG SUDAH VOTE<3
SEHAT-SEHAT SELALU YA ! ! ! (∩o∩)♡

SELAMAT BERHALU PARA READERS♡ (∩o∩)♡

my point of view.

"Benarkan kataku?" Suara yang tak asing di telingaku mengacaukan 'lelah' yang baru saja ingin terlepas dari tubuhku.

Segera, ku dudukkan tubuhku yang terasa lebih berat dibandingkan dengan hari lalu. Bukan, bukan karena berat badanku yang semakin bertambah.

Bukan juga karena terlalu sering tidur, hingga kaloriku hanya menjadi lemak yang menggumpal. Tapi karena aku lelah. Aku lelah terus bergerak seharian penuh dari fajar hingga malam.

Tidur 8 jam sehari rupanya tak mampu mengisi ulang daya tubuhku.

"Harusnya aku tidak mempercayaimu."

Ini adalah kali pertamanya ibu mau berbicara padaku sejak dua pekan mendiamkanku.

"Maaf, bu." 

'Merasa bersalah.'

Aku mengakui perasaan itu. Aku merasakan hal menyebalkan itu. Tidak perlu mempertanyakan pendapat orang lain tentang siapa yang salah. Aku bahkan tidak membutuhkan seseorang yang berpihak padaku. Karena bagaimana pun juga, tidak akan ada yang mau membela seseorang yang ingkar janji.

"Kau melupakan janjimu pada ibu karena kau terlalu lelah bekerja."

"Benar. Maafkan aku."

Bohong. Tidak. Aku tidak melupakannya. Hanya saja, saat aku ingin beristirahat, aku terlelap.

Sekali dua kali mungkin akan dimaafkan. Tapi, aku melakukannya berulang-ulang.

"Lihat, wajahmu lelah. Kantung matamu juga menghitam. Matamu tak lagi segar seperti biasanya. Apalagi kalau bukan karena pekerjaan barumu itu?"

Ibu mengusap lembut pipiku. Menarikkan senyuman tipis, yang entah artinya apa.

"Aku baik-baik saja. Jauh lebih baik daripada omongan ibu."

Aku mendengus kesal. Muak dengan akting ibu yang seolah-olah bertingkah baik padaku. Tersirat niat jelek di dalamnya. Ia hanya ingin menghasutku agar meninggalkan pekerjaan baruku sebagai pelayan melalui kata-kata manisnya.

"Baiklah-baiklah, setelah ini aku akan pergi pergi berjualan sesuai janjiku, bu." Sautku. "Tapi, yang ini tadi bukan salah pekerjaanku. Salahku sendiri yang ketiduran."

"Aku tidak menyalahkan. Hanya bertanya." Kekehan kecil lolos dari mulutnya. "Memastikan jika pekerjaan barumu lebih baik daripada pekerjaan yang kuberikan."

"Itu sudah pasti. Aku lebih menyukai pekerjaanku yang sekarang. Uang yang kuterima pun lebih banyak dibandingkan hanya menjadi pedagang."

"Begitu." Ibu mengangguk, memindahkan tubuhnya menghadap ke arah tembok. Kini sorot matanya tak lagi menyusuri setiap celah pada tubuhku. "Lebih banyak, ya?"

"Kenapa ibu tak mengizinkanku mencari pekerjaan dengan upah sedikit lebih besar dari biasanya? Padahal, ini juga bukan hanya untukku. Tapi juga untuk ibu."

"Aku tak butuh uangmu itu!"

"Ibu bahkan tidak pernah membebaskan diriku untuk bermain dan berteman dengan orang-orang luar. Ini adalah masa remaja dimana aku perlu banyak teman, bu. Aku menunggunya sejak dulu!"

Nadaku ikut meninggi. Kesal. Aku begitu kesal karena aku selalu hidup di dalam kekangan wanita itu.

"Kenapa ibu selalu marah jika aku punya pendapat yang berbeda. Kalau ibu melakukannya demi kebahagiaanku saja, aku sama sekali tidak bahagia. Aku malah tertekan!"

OUR DIMENSIONS || LEVI X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang