strict(y) mom

685 98 8
                                    

DAHLAH,
SELAMAT MEMBACA (╥╯﹏╰╥)ง

author's point of view

Derapan sepatu terdengar lirih menyatu bersama jantung yang kian berdegup kencang. Satu raga yang tengah terduduk di ruang dingin, menyeka kulit menambah hanyut suasana. Tangan menggenggam lemah. Hanya satu yang ia panjatkan pada sang kuasa. Berharap dirinya dijaga dari "ketidakbaik-baikan", itu saja.

"Dengan Ibu Wreda?" sapa seorang lelaki berjas putih berkacamata.

"Ah, benar, dok." senyumnya lembut.

Lelaki itu meletakkan pantatnya di kursi kerja. Melayani pasien yang sedang menunggu hasil tes pemeriksaan kesehatannya.

"B-bagaimana, dok?"

"Berdasarkan pemeriksaan yang saya dapat, ibu mengalami radang sendi pada lutut. Tetapi tidak perlu risau, hal itu biasa terjadi oleh orang yang sudah-- maaf, berumur. Yang terpenting ibu selalu jaga kesehatan, ya?" Dokter itu memberikan secarik kertas berisikan hasil pemeriksaan kepada ibu tersebut.

"Apakah selama ini ibu membebani diri dengan melakukan aktivitas yang berat?"

"Ya. Saya selalu beraktivitas seharian penuh. Sampai saya lupa, jika ternyata saya terlalu memaksakan diri."

Dokter menatap iba wanita paruh baya yang tengah menunduk di hadapannya. Gayanya. Pakaiannya. Bahkan jawaban itu, ia dapat menyimpulkan. Wanita itu, adalah orang tak punya.

"Maaf, apa ibu tinggal sendirian?"

"Tidak. Saya tinggal bersama anak saya. Satu orang saja."

Anak.

"Begitu, apa ia tidak ikut membantu pekerjaan rumah atau apapun, yang bisa meringankan beban ibu?"

"Ia sangat membantu."

Bohong. Sang ibu membela anaknya.

Padahal sebenarnya, yang akhir-akhir ini ia rasakan adalah beban tanggungan yang nyatanya semakin berat.

Karena pada akhirnya, anak yang ia angkat membangkang. Sang anak bekerja seharian penuh, hingga melupakan pekerjaan rumahnya sekaligus berdagang.

Sang dokter mengangguk paham. "Baiklah, kalau begitu. Ibu harus benar-benar memperhatikan kesehatan. Jangan beraktivitas berat mulai sekarang. Bekerja, boleh. Tetapi, masalah pekerjaan rumah, sebaiknya diserahkan saja pada anaknya. Oiya, ini resep obatnya."

Wanita tua bernama Wreda itu mengangkat wajahnya. "B-baik dokter, terimakasih."

"Dan maaf, Bu Wreda. Tentang hal ini."

Secarik kertas diberikan lagi bersamaan gesekan meja yang berbunyi lirih.

Ibu Wreda menganga tak percaya. "A-apa?"

"Jika suatu hari ibu tidak bisa berjalan lagi, ibu terpaksa harus menjalankan operasi." Dokter ikut menunduk iba menatap pasiennya.

"Dan tentang biayanya." Sambung dokter. "Ibu bisa mengetahuinya nanti, disini."

Kertas itu, Ibu Wreda menatapnya benci.

Seolah-olah, ia sedang menatapi barang sial dari neraka. Yang dibawakan iblis spesial untuknya.

Matanya membelalak lebar. Mulutnya masih ternganga. Tak menyangka, jika penyakitnya akan seserius ini. Sakit yang sempat ia remehkan, nyatanya bisa sejauh ini mengancam keselamatan hidupnya.

OUR DIMENSIONS || LEVI X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang