come home

357 49 1
                                    

WATASHI COME BACK! :3

-

-

my point of view

Ibu, padahal aku kembali karena ingin mengucapkan maaf pada ibu~

Kapten dan aku tiba di kediamanku. Rumah kecil dimana aku berlindung dari hujan panas matahari bersama ibu, perempuan baik yang mau-maunya memungutku. Teras rumah yang menjadi tempat dimana aku dan ibu menyiapkan dagangan, sedikit kotor dijatuhi dedaunan kering depan rumah.

Mungkin saja, ibu tak sempat membersihkannya karena kelelahan. Aku maklumi karena kondisinya.

Tapi siapa sangka, ibu seharian ini tak sempat membersihkannya karena lebih dari sekedar kelelahan.

Melainkan, ia tak kuat lagi menahan nyeri dan sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya. Ia tak sadarkan diri, tergeletak di ruang tamu dengan kepala bocor membentur pintu.

Aku tahu, isakan dan ucapan minta maafku tak akan mampu menyadarkan ibu segera, apalagi menyembuhkannya.

Yang ada, teriakan histerisku hanya mampu membuat gaduh seisi ruangan rumah sakit.

Kapten merengkuhku, menjauhkan aku dari ibu yang hanya terbujur di ranjang rumah sakit. Kami tak bisa apa-apa selain mengharapkan tangan malaikat dokter untuk menyembuhkan ibu dan membangunkan ibu dari komanya.

"Aku mohon berikan obat atau pertolonganmu apa saja yang bisa menyembuhkan dia!" Ucap Kapten tajam kepada dokter yang selesai memberikan pertolongan pertama pada ibu. Tangannya masih mencoba menegarkanku agar kembali tegap dan tenang meredakan tangisanku.

Dokter menghela nafasnya, berat. "Maaf, bapak. Kemungkinan Ibu Wreda untuk kembali sadar dari komanya sangat kecil. Dikarenakan kondisi ibu yang lemah ditambah lagi radang pada lututnya yang sudah parah. Ibu Wreda juga telah kehilangan banyak darah karena kecelakaan pada kepalanya."

"Berikan saja perawatan dari rumah sakitmu yang terbaik! Aku sudah datang jauh-jauh kesini untuk membawanya menemuimu!"

"T-tapi, maaf, bapak harus menyetujui terlebih dahulu biaya operasi-"

"Kubilang berikan apa saja yang bisa menyembuhkannya!" Bentakan kapten menggema di seluruh ruangan. Siapapun yang mendengarnya akan tersentak mendengar amarah kapten. "Aku yang akan membayar semua biayanya, mau kapan? Sekarang? Aku akan berikan semua uangku padamu!"

Aku tak bisa apa-apa selain ikut menenangkannya di dalam dekapannya. Melihat kapten bertingkah kasar di hadapan dokter membuat aku merasa tidak enak.

"Hei, dengar aku!" Rahang kapten bergemertak menatap dokter yang sedang menunduk di hadapan kami. "Kau fikir aku tidak bisa membayarnya, ha?"

"K-kapten, sudah." Aku menarik jasnya dengan takut-takut. Bagaimanapun, tubuhku menjadi semakin gentar. Setelah melihat ibu dengan kondisi seperti itu, kapten justru marah-marah kepada dokter yang sudah berusaha merawat ibu.

Dokter menundukkan badannya di hadapan kapten. "Maaf atas perkataan tidak sopan kami, bapak. Kami akan mengusahakan yang terbaik untuk kesembuhan keluarga bapak."

Kami sudah berada di luar ruangan ibu. Menunggu kabar dari dokter untuk dilakukannya operasi segera.

Kapten memijat keningnya, menghela nafasnya kasar. Disandarkan tubuhnya pada dinding sembari melihatiku yang tengah menutup wajah menahan isak.

Aku tak mampu berkata apa-apa setelah itu. 

"Y-Y/N--"

Aku tak tahan. Aku berlari mencari ruangan gelap, sunyi, atau apapun! yang tak diketahui banyak orang. Langkahku bergerak cepat, di ikuti kapten yang menyusulku dari belakang. 

OUR DIMENSIONS || LEVI X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang