2. Kelakuan Ketua Kelas

172 17 0
                                    

Suara berisik ketika bel pulang berbunyi begitu mengganggu pendengaran Stella. Langkah kaki secara bersamaan berbunyi menghentak lantai koridor, suara percakapan dan tawa terdengar sesama teman. Langit pun tampak terang, matahari berada di atas membuat panas semakin menggila.

Stella menuju parkiran sekolah, dia pergi dan pulang mengendarai mobil yang tidak terlalu mewah untuk anak seumuran dengannya. Penampilan Stella juga biasa-biasa saja, tidak menunjukkan sekali bahwa dia adalah anak yang terlahir dari kalangan mana. Bawah atau atas.

Dibukanya pintu mobil, Stella meletakkan tas sekolah ke jok di sebelahnya. Lalu menutup pintu, dan siap mengendarai mobil. Baru sampai di depan gerbang sebelum ia ingin berbelok ke arah kanan, motor dari samping langsung berbelok ke arah kiri tanpa memberi tanda apapun.

Gadis ini menghentikan laju mobilnya, "Tolol!" desis Stella menggeram.

Badan motor tersebut terkena tabrakan singkat dari mobil bagian depan Stella, tak ada niat menyingkir, pengendara motor itu turun dan mengetuk kaca mobil Stella. Dia menyuruh Stella keluar. Dari bentuk tubuh dan seragam, Stella yakin orang yang masih menggunakan helm fullface ini adalah lelaki.

Stella menurunkan kaca mobil, "Apa? Lecet, ya? Mau diganti berapa?" kelakar Stella menatap helm hitam itu lekat-lekat. Lelaki ini tak melepaskan helmnya, membuat Stella berpikir siapa sosok itu.

"Lo salah," balas suara berat dari sosok lelaki di hadapan Stella. Gadis ini hanya menatap lelaki itu dari dalam mobil, hanya saja kaca terbuka.

"Gue salah?" Stella tertawa licik.

"Jelas-jelas lo sendiri yang langsung belok ke kiri, nggak ada klakson apalagi lampu sen, dan lo nyalahin gue? Ayolah, Man, lo gila apa gimana, sih?" sambung Stella.

"Pertanyaan lo salah, gue mau minta maaf, dan masalah selesai," jawab lelaki itu lalu pergi meninggalkan Stella. Dia menuju ke arah motornya, menghidupkan kembali mesin dan melaju pergi.

Stella masih melongo tak percaya, ternyata ada lelaki yang mau mengakui kesalahannya. Tidak seperti mantan-mantan Stella yang sudah ketahuan selingkuh, tapi tak mau ngaku. Eh... itu lain lagi halnya. Stella menutup kaca mobil, menggelengkan kepala saat teringat sosok tadi berbicara dengan helm masih di kepala.

"Siapa, ya?" tanya Stella tersenyum sendiri menatap lurus ke depan arah jalan.

Di perjalanan, suara deringan singkat dari ponsel Stella terdengar di atas jok dekat tas. Stella meraih ponsel tersebut, ada pesan masuk dari nomor yang diduga adalah orangtuanya, Papa. Stella berdecak malas membaca pesan itu, Papa-nya akan berkunjung ke rumah.

Dia fokus ke arah jalan, sampai di rumah sederhana yang diluarnya saja terlihat rapi dan bersih. Memiliki pagar bewarna putih, dinding rumah bercat putih, lalu ada berbagai macam tanaman menghiasi halaman depan rumah. Stella turun dari mobil, membuka pagar dan kembali masuk ke dalam mobil untuk ke halaman depan rumah.

Stella tinggal sendirian di rumah sederhana ini. Dia suka alam, tentunya suka bertanaman. Semua yang ada di rumahnya, Stella yang menghias. Stella yang mengurus dengan baik tanaman tersebut. Stella yang membersihkan rumah dan halaman, Stella masak, mengurus diri sendiri, dan uang? Stella selalu diberikan uang oleh seseorang.

Untuk sekarang, Stella tidak bisa memberitahu siapa orang tersebut. Karena baginya, orang asing tak harus tau siapa dia.

Gadis ini merogoh isi tas-nya, mengambil kunci rumah dan segera masuk ke dalam. Dan setelah itu, pintu tertutup rapat, dikunci dari dalam agar orang lain tak bisa masuk. Stella menyalakan lampu ruang tamu, lampu ruang nonton TV dan lampu kamarnya sendiri.

Dihempaskan tubuh ramping Stella ke atas kasur, menarik kasar dasi abu-abu agar lepas, melepaskan bando yang ia kenakan. Membuka dua kancing seragam dari atas, Stella menatap arah langit ruangan. Tak lama, suara ketukan pintu dari luar sana terdengar.

He's ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang