Cowok berbandana merah di kepala, berlari seakan mengelilingi lapangan bola. Kedua tangannya melambai, sebuah teriakan dari penonton menggema di area ini. Edgar terus tebar pesona, dia merangkul salah satu timnya, Erik. Keduanya bersorak tanpa henti dari peluit habisnya waktu terakhir kali, pertandingan telah usai. Kejuaraan diraih oleh tim futsal senior SMA Barkatama.
"Lo lagi bantuin Erik, ya?" tanya Stella, mata cewek itu memandangi Erik dari kejauhan.
Duduk bersebelahan, Arsalan menoleh datar ke arahnya. "Maksud lo?" tanyanya, tetap saja Stella tidak membalas tatapan mata elang dari cowok itu.
"Lo lagi bantuin Erik buat deket sama gue 'kan?"
Arsalan diam, dia juga memandangi sebuah tim di lapangan hijau ini. Kemudian, dia membalas pelan, "Iya."
"Kenapa?" Stella menoleh ke arah temannya ini, begitu pula dengan Arsalan.
Cowok itu mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa apanya?"
Pikir Stella, Arsalan yang cuek begini adalah cowok tak peka. Lemot dan bodoamat. Stella mendengus sebal, rasanya ingin sekali mengoceh. Akan tetapi, matahari sore membuatnya sudah panas. Tak mau dia kepanasan lagi karena emosi untuk Arsalan.
Kemudian, Stella berkata, "Kenapa lo ngebantuin dia? Karena dia suka sama gue, gitu? Manja."
Penilaian dari Stella adalah Erik yang manja. Cowok itu tidak pandai mendekati dirinya dengan cara tersendiri, tanpa melibatkan seseorang. Lagipula, Stella tak pernah membuat Erik nyaman dengannya, Stella tidak merasa bahwa dirinya memberi sebuah harapan tentang rasa di hati untuk Erik. Selama ini, sikapnya terhadap Erik biasa saja, tidak lebih dari seorang teman serta kakak kelas.
"Kenapa lo ngomong kayak gitu?" tanya Arsalan dingin.
"Karena gue pengen tau," jawab Stella menghela napas kasar.
"Lo enggak suka?"
Stella diam, jika dia menjawab secara jujur. Apakah dia akan kehilangan sosok lelaki yang selalu ada buatnya walaupun sering ia marahi? Kalau Stella menjawab dengan kebohongan, seperti apa kelanjutan hari-hari berikutnya? Apa yang akan senior perempuan di sekolah lakukan untuknya nanti?
Stella bergumam, "Apa harus gue kasih tau ke lo? Lo bukan siapa-siapa gue, jadi enggak perlu tau," omelnya membalas sinis kepada Arsalan.
Diam-diam Arsalan tersenyum. Hening. Sapaan suara berat menyapa Stella dan Arsalan. Erik, cowok itu menepuk pundak Arsalan yang bermaksud, menyuruh Arsalan pindah tempat duduk.
"Nih, minum," ujar Stella memberikan sebotol air mineral kepada Erik. Dia memperhatikan Erik, memikirkan perkataan Arsalan tadi.
Tidak ada Arsalan lagi, cowok itu sedang mengobrol dengan Edgar dan beberapa kakak kelasnya. Di sini, Stella dan Erik saling pandang. Keduanya sama-sama diam, kemudian Stella yang bersuara lebih dulu.
"Lo pernah pacaran?" tanya Stella, membuat Erik tersedak minumnya. Segera Stella menepuk punggung lelaki itu sedikit kencang.
Erik meletakkan botol yang terisi setengah air di sampingnya, dia mengelap keringat menggunakan handuk kecil yang dibawa oleh Arsalan. Lalu, menatap Stella.
"Tumben nanya, biasanya lo enggak kepo sama hidup gue," celetuk Erik.
"Pernah enggak?" Stella mengulang pertanyaannya membuat Erik terkekeh pelan.
"Hampir, kenapa?" balas cowok itu malah bertanya.
Jika hampir, itu berarti cinta pertama Erik bukan jatuh kepada dirinya. Stella meringis pelan, untuk apa dia memikirkan hal semacam ini? Kenapa dia terlalu percaya diri seolah dia adalah cinta pertama Erik? Sebentar... apa benar Erik mencintainya? Stella memejamkan mata, otaknya ini semakin bodoh saja dan dengan mudahnya dia kege'eran secara langsung perihal jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Arrogant
Random(Belum selesai) Stella Edison, wajah jutek bersikap angkuh. Dia tidak memandang lawan bicara yang menurutnya tidak penting, tak memandang lokasi untuk berdebat. Dan dia adalah gadis milyaran misteri, susah ditebak, baik pikiran maupun tindakan. Dan...