Rere berjalan perlahan menjauhi penjual jus di kantin sekolah, tangan kanan memegang jus mangga punya Stella. Sedangkan tangan kirinya memegang bungkusan terisi gorengan, itupun punya Stella. Langkah kaki gadis cantik bertubuh ideal ini terhenti, melihat ke arah depan dimana empat siswi sedang mengobrol. Lama kelamaan ekspresi wajah tiga siswi di sana berubah menjadi datar, menatap satu siswi yang tetap santai dengan sikap angkuhnya.
Ia mendekat, ketika mendengar namanya disebut dalam percakapan. Rasa ingin tahu begitu meningkat, Rere berjalan seakan siswi asing yang lewat dari belakang Stella begitu saja. Tidak ada yang mengetahui kalau Rere terus memperhatikan dan mendengar percakapan mereka.
"Kenapa? Nggak ada yang salah 'kan sama apa yang gue lakuin? Dia juga nggak akan protes dan nggak akan berani ngelawan gue. Rere terlalu lemah sampe gue mudah buat nginjeknya."
"Lo semua mikir kalo gue baik?"
"Gue kasihan?"
"Gue peduli gitu sama dia?"
"Lo semua pikir, gue lakuin hal ini nggak keluar modal?"
"Banyak modal yang gue keluarin buat dia bergaya, buat dia lebih cantik kayak cewek lainnya."
"Tanpa gue, hidup dia mungkin sampe sekarang gelap."
"Tanpa gue juga, mungkin sekarang dia masih jadi upik abu di sekolah ini."
"Jadi bahan ledekan dan korban bullying di sekolah. Dia nggak bakal lupain kebaikan gue kali ini," lanjut Stella tanpa ada yang memotong perkataannya.
Reiya Azaskia, gadis ini terdiam seperti patung mendengar penuturan dari Stella yang terdengar ketus. Dia memejamkan mata sejenak sembari menikmati dinginnya kemasan jus mangga yang ia pegang sedari tadi. Terdengar balasan suara-suara dari tiga siswi tak lain dan tak bukan adalah Bunga, Pia dan Jeje.
Saat Rere membuka mata, ia melihat jelas kepergian tiga biduan kelas alis biang keributan di dalam kelas. Menyisakan Stella, si cewek sombong mengacuhkan kepergian temannya dengan mudah. Tidak ada percekcokan lagi, tidak ada suara ketus yang terdengar, dan tidak ada suara genit dari Jeje di sini.
"Stella, ini jus mangga punya kamu," lontar Rere seceria mungkin.
"Lama banget sih, darimana aja lo? Ngapelin si Rangga?" omel Stella, berdiri lalu menoleh ke arah Rere.
Stella tahu perihal Siska bersama Abel melabrak Rere, memarahi Rere dan membawa-bawa nama Rangga. Dari situ, Stella akan menjadikan nama Rangga sebagai ledekan keras untuk Rere. Meskipun suatu saat nanti benar kalau Rere menyukai Rangga, kakak kelas mereka. Stella pastikan, ia akan semakin maju mengelabui Rere.
"Enggak, kok. Aku aja nggak dekat sama Kak Rangga," jawab Rere. Dia duduk di samping Stella, meletakkan bungkusan gorengan ke atas meja, dan mendongak menatap Stella yang masih berdiri.
"Nggak dekat? Lo ngode mau minta tolong ke gue buat deketin lo sama Rangga? Apaan, sih lo. Lo pikir gue Mak Comblang apa? Ogah banget gue," celetoh Stella blakblakan.
Rere menghela napas pelan, dia menepuk kursi yang ada di sebelahnya. Menyuruh Stella untuk segera duduk, tenang sambil memakan gorengan.
"Hebat banget lo nyuruh-nyuruh gue, gue bisa duduk sendiri tanpa lo suruh," decak Stella seraya duduk, menghiraukan tatapan yang sulit diartikan dari Rere.
"Aku mau bilang sama kamu," ujar Rere pelan.
"Apa? Langsung keinti, gue nggak suka basa-basi dari lo," balas Stella, meminum jus mangga miliknya dari kemasan, lama kalau pakai sedotan.
"Aku memang suka sama Kak Rangga, dari awal ketemu waktu Masa Orientasi Sekolah."
Stella tersedak jus mangga itu, hingga terbatuk-batuk membuat seisi kantin menoleh padanya. Rere yang kaget pun, refleks memukul punggung belakang bagian tengah Stella. Ketika batuk sudah mereda, Stella menoleh ke arah Rere. Mata mereka saling berpandang, hingga akhirnya Stella memutuskan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Arrogant
Random(Belum selesai) Stella Edison, wajah jutek bersikap angkuh. Dia tidak memandang lawan bicara yang menurutnya tidak penting, tak memandang lokasi untuk berdebat. Dan dia adalah gadis milyaran misteri, susah ditebak, baik pikiran maupun tindakan. Dan...