"Ada yang bolos! Ada yang bolos!"
"Oi! Anak kelas sepuluh bolos!"
Lelaki yang menjerit sembari menggunakan tangan berada dekat bibir, suara nyaring luar biasa menggema di area kantin. Dia anggota osis, Rangga Prayoga. Sosok lelaki yang pernah hadir di dalam kelas sepuluh ips dua. Lelaki yang terkenal karena tingkah lakunya sendiri, suka datang tiba-tiba mengecek area kantin.
Rere, cewek itu kelabakan saat menyadari adanya Rangga di sini. Suara Rangga begitu mengejutkan, beberapa siswa-siswi dari kelas yang sama juga, saat beranjak dari bangku kantin. Mereka dikepung oleh Kakak kelas. Rere berdiri di dekat penjual cilok, dia harus menunggu satu bungkus lagi.
"Eh, lo! Sini!" sentak Rangga kepada Rere.
"Bentar, Kak. Satu bungkus lagi," balas Rere menundukkan kepala.
"Gue bilang sini, ya sini! Nggak ada otak ya kalian, ini masih jam pelajaran," desis Rangga.
"Ada apa, nih?" tanya Abel berjalan mendekati teman-temannya, tidak ada Erik di antara mereka.
"Anak kelas sepuluh bolos, ini masih pagi. Gila, sinting banget," cerocos Rangga.
"Bolos?" beo Abel. "Serius bolos? Lo semua dari kelas mana? Siapa wali dan ketua kelas? Pelajaran apa sekarang?" Abel bertanya seraya menatap silih berganti adik kelasnya.
"Kita nggak bolos, Kak. Dari kelas sepuluh ips dua, walinya Bu Romlah. Ketua kelasnya Stella, sekarang jam pelajaran ips," jawab Rere. Kacamatanya ia benarkan sejenak.
Tawa Abel mengudara, cewek itu tertawa sambil menepuk pundak Rangga berkali-kali. Di sini hanya ada sebagian, sedikit, anggota osis yang tak sengaja lewat untuk pergi ke ruang Tata Usaha. Rere tetap menundukkan kepala, Rere yakin bahwa Kakak kelasnya tau siapa mereka.
Siswa-siswi yang kemarin mengepung Siska sendirian di dalam kelas, dan Rere adalah salah satu tokoh yang berurusan dengan masalah kemarin, masalah sudah kelar tuntas tak tersisa. Sedangkan Stella, Rere tau kalau Kakak kelasnya ini masih beranggapan kalau Stella kurang ajar kepada mereka.
"Kelas, dan akal mereka memang anti-meanstream, Ga. Mereka ini anak kelas sepuluh yang kemarin nyari masalah sama senior bernama Siska, siswi alias Primadona anak dari donatur pertama di Barkatama High School."
Suara Abel berubah menjadi sedikit kasar, dia menatap Rere dan beberapa murid lainnya termasuk Arsalan. Gaya bicara Abel memang berbeda, menurut Rere, wakil ketua osis ini nyaris sempurna baginya. Mamang penjual cilok memberikan sebungkus cilok kepada Rere, dan barulah cewek itu mendekat ke arah Rangga.
Arsalan berdiri tegap, sikap biasa dan wajah datar terlihat dalam kehidupannya. Dia memandangi Abel, senior cewek yang selalu ia perhatikan dari masa MPLS sebelum berakhir. Arsalan duduk di salah satu kursi kantin, begitu kompak mata menuju padanya.
"Ngapain lo duduk? Lo masih berhadapan sama senior, sini lo, berdiri," pungkas Abel.
Arsalan acuh, dia melirik Rere. Dan menyuruh Rere duduk di sampingnya, Rere tak bergerak. Lalu Arsalan berdecih sembari membalas tatapan murka dari Abel. Tangan kanan Arsalan tertekuk dan tersender pada bagian kanan senderan kursi, alisnya terangkat satu ketika ia memulai bicara.
"Terus, gue harus apa? Tunduk sama lo semua?" tanya Arsalan dingin, juga bersuara ketus.
"Lo pikir kita semua gila hormat? Eh, bocah! Akal sehat lo kemana? Orang lagi bicara tuh didenger, sikap tegap dan sopan harus kita liat dari lo yang kekanakan. Kita juga nggak ngarepin ketundukan lo kepada senior," sahut Rangga lugas.
"Dan telinga gue denger dari cewek berkacamata itu, dia bilang kita nggak bolos, Kak. Gitu? Kalo bukan bolos, berarti apa? Minggat?!" sentak Rangga menyudutkan Arsalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Arrogant
Random(Belum selesai) Stella Edison, wajah jutek bersikap angkuh. Dia tidak memandang lawan bicara yang menurutnya tidak penting, tak memandang lokasi untuk berdebat. Dan dia adalah gadis milyaran misteri, susah ditebak, baik pikiran maupun tindakan. Dan...