Pulang sekolah, di halte tak jauh dari gerbang sekolah, Stella memarkirkan mobilnya. Dia menunggu Arsalan, tas cowok itu ada padanya. Beberapa jam yang lalu dari Stella diperundung, Arsalan tidak terlihat. Bahkan, sampai sekarang. Di sini, hanya Stella yang masih mengenakan seragam sekolah, sebagian murid sudah pulang.
Suara mesin motor membuat Stella menoleh ke arah gerbang besar itu, motor besar dikendarai oleh Rangga... dan di belakangnya ada Rere dengan tangan melingkar di pinggang Rangga. Stella yakin, status mereka sekarang sudah lebih dari teman, atau tepatnya pacaran.
Mereka melintas di samping mobil Stella, kedua remaja itu melirik kaca mobil Stella yang terbuka, menampilkan Stella yang juga sedang melirik mereka. Tak lama, hanya beberapa detik kemudian Stella membuang muka dan Rangga melaju kecepatan motornya.
"Mana sih, Alan," dumel Stella melihat-lihat gerbang sekolah yang masih terbuka, menunggu kedatangan Arsalan.
Suara ketukan dari kaca sebelahnya membuat cewek itu menoleh, dia membuka kaca, menampilkan seorang cowok tersenyum dan segera memberikan sebuket bunga kepada Stella.
"Ngapain lo?" tanya Stella ketus.
"Gue ngasih ini ke lo, enggak peka banget sih," gerutu Erik.
"Buruan ambil, tangan gue pegal," protesnya membuat Stella mendengus sebal.
"Gue enggak mau, mending lo kasih ke cewek lain," jawab Stella.
Erik menghela napas pasrah, dia menarik kembali bunganya. Menatap Stella dari samping, sambil bertanya, "Lo nungguin siapa di sini?"
"Arsalan."
"Oh, iya! Ngomong-ngomong tentang Arsalan, dia ada pacar?" seloroh Stella sembari membuka pintu mobil menyuruh Erik masuk dan duduk bersebelahan dengannya.
"Gue enggak tau," jawab Erik tak suka.
"Ini tasnya 'kan?" Erik bertanya dengan mata mengarah pada tas Arsalan, Stella pun mengangguk.
"Kenapa ada di lo?" cowok itu lagi-lagi bertanya.
"Dia enggak tau kemana, kelas udah kosong. Kalo gue tinggalin tasnya gitu aja, ntar ada barang yang ilang. Lo tau sendirilah tugas ketua kelas di sekolah kita gimana, harus ketat biar enggak kecolongan dan berakhir dituduh," jelas Stella menatap kosong arah depan.
Erik mengangguk.
"Lo udah makan?" Stella menggeleng, tersenyum tipis kala Erik memberikan sebungkus roti cokelat padanya.
"Lo baik banget sama gue, kenapa sih?"
Sejenak Erik diam, kemudian membalas, "Karena gue harus baik. Dan gue juga suka sama lo, kapan lo... kasih kepastian?"
Stella yang sedang membuka bungkusan plastik itu tiba-tiba berhenti, dia menatap kosong roti di tangannya dan beralih menatap Erik.
"Tapi, gue enggak suka sama lo, Rik," jawab Stella to the point.
"Karena?" tanya Erik menunggu jawaban dari adik kelasnya ini.
"Karena gue sukanya Arsalan, bukan lo."
***
Pergi dari hadapan Stella secara baik-baik, Erik pulang ke rumah dengan suasana hati buruk. Nampak setelah ia membuka pintu rumahnya, adik sepupunya, Arsalan sedang duduk sembari bermain PS sendirian, ada cemilan yang cowok itu makan di sampingnya. Gertakan gigi Erik mengeras, dia teringat Stella yang mungkin sampai sekarang masih menunggu Arsalan.
Erik duduk di sebelah Arsalan, dia menahan emosi dan merebut cemilan milik Arsalan. "Kapan lo pulang?" tanya Erik membuat Arsalan menoleh datar padanya.
"Sejak guru rapat."
"Kenapa?"
"Karena jam kosong, gue ijin pulang daripada bengong di sana enggak ngapa-ngapain," jawab Arsalan lagi.
Erik mengangguk.
"Lo sendiri kemana aja?" kali ini Arsalan bertanya pada Erik, cowok di sampingnya ini hanya bergumam.
Kemudian, membalas, "Osis juga rapat. Lo tau sendirilah, gimana tugas ketua osis."
"Tadi di sekolah, ada masalah," lanjut Erik. Arsalan samasekali tidak terpancing penasaran, dia bahkan hanya diam membiarkan Erik melanjutkan cerita ataupun tidak, Arsalan tidak peduli.
Erik melepaskan sepatu, kaos kaki dan baju sekolahnya. Diletakkannya di samping sofa belakang mereka duduk, tubuh Erik sekarang hanya terlapis kaos putih saja.
Dia menyikut perut Arsalan, "Tanya kek ada masalah apa. Gitu amat idup lo," ketusnya.
Arsalan mengangkat bahu, dia fokus pada permainan gamenya di layar tv itu. Erik duduk dengan salah satu kaki terangkat, mulutnya mengunyah cemilan. "Perundungan yang dilakuin Siska sama teman-temannya ke Stella," ucap Erik membuat Arsalan kembali menoleh padanya dan tangan menghentikan aktifitas bermain game.
"Gue lagi rapat osis, jadi gue cuma denger-denger cerita dari anak-anak di sekolah. Pas perundungan itu terjadi, enggak ada yang ngebela Stella. Semua enggak denger cewek itu ngomong berhenti, semua juga cuma nonton. Lo tau? Setelah perundungan itu terjadi, Stella nungguin lo, pulang sekolah pun, dia bawa tas lo keluar dari kelas dan nungguin lo di depan gerbang sekolah," jelas Erik.
Tidak ada balasan dari Arsalan, cowok itu diam dengan raut wajah biasanya.
"Tadi, gue sempet kasih dia bunga. Lo tau gimana ekspresinya?" Erik semakin memanaskan keadaan, membuat Arsalan tetap diam mendengarkan.
"Dia biasa aja, malahan nyuruh gue kasih sebuket bunga itu ke cewek lain," sambungnya.
"Mungkin dia enggak suka sama lo, kebanyakan cewek kayak gitu 'kan?" sela Arsalan, Erik tersenyum puas mendengar suara adik sepupunya.
"Tepat! Dan lo tau siapa yang dia suka?" tanya Erik.
"Edgar?" balasan dari Arsalan membuat Erik menggeleng, setelahnya salah satu alis Arsalan terangkat.
"Lo, dia suka sama lo," jawab Erik.
Arsalan diam sejenak, matanya beralih ke arah pintu. "Lo serius?" tanyanya.
"Ya, gue serius. Lo pikir gue bercanda? Apa untungnya coba?" sahut Erik.
"Sayangnya, gue enggak suka dia. Lo tau sendiri 'kan, kalo gue udah punya...."
"Iya, gue tau lo udah punya pacar. Santai aja kali."
Keduanya sama-sama terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hanya terdengar suara game, Arsalan melanjutkan permainannya. Dia tidak peduli tentang Stella, dan hal itu membuat hati Erik panas.
"Coba lo telepon Stella," tutur Erik.
"Buat apa?" tidak menoleh, Arsalan hanya menjawab saja dengan mata ke arah layar tv.
"Dia nungguin lo."
"Gue enggak peduli."
"Lan," panggil Erik dengan nada menyentak.
"Rik, gue bilang gue enggak peduli. Lo aja sana, bilang baik-baik sama dia. Lo cinta 'kan sama dia? Ya udah, perjuangin. Lo enggak ada saingan, dia suka gue, gue enggak suka dia karena gue udah punya. Jadi, urus aja urusan lo sendiri," terang Arsalan dingin.
Menurut Erik, semua tingkah Arsalan dan gaya bicaranya ini sudah biasa. Bahkan, Erik pernah mendapatkan ocehan panjang dari Arsalan hanya karena ikan hias Arsalan diobok-obok oleh Erik. Cowok itu berdiri berniat meninggalkan Erik, akan tetapi dia menoleh dan merebut cemilan miliknya, lali segera pergi dari hadapan kakak sepupunya.
"Tas lo gimana?" tanya Erik membuat langkah Arsalan terhenti.
"Ambil aja, enggak ada isi di dalemnya."
"Lo enggak bawa peralatan sekolah?" lagi, Erik bertanya sepuas mungkin.
Menghela napas, Arsalan membalikkan badan kembali menghadap Erik. "Ada di loker, udah nanyanya? Mending lo pergi terus temuin tuh cewek," dumel Arsalan dan pergi menuju kamarnya.
Tbc.
Maaf lama update.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Arrogant
Random(Belum selesai) Stella Edison, wajah jutek bersikap angkuh. Dia tidak memandang lawan bicara yang menurutnya tidak penting, tak memandang lokasi untuk berdebat. Dan dia adalah gadis milyaran misteri, susah ditebak, baik pikiran maupun tindakan. Dan...