7. STRATEGI ERLAND

65 8 8
                                    

Re-publish. 23 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.

“Apa yang sudah aku genggam, jangan harap lagi bisa kembali lepas.”

BUNYI klakson dari mobil Rajendra membuat Serena yang tengah sibuk memasak menjadi terganggu seketika.

Beberapa kali ia berteriak memanggil Pak Adi meminta untuk membukakan pintu pagar untuk mobil Rajendra, belum juga ada sahutan. Namun, saat kakinya melangkah ingin membukakan pintu pagar tersebut, justru suara decitan kuda besi sangat terdengar begitu jelas di telinga.

“Makasih, Pak!” Itu adalah suara Rajendra ketika mobilnya sudah memarkir di pekarangan rumah. Lelaki itu kemudian melangkah masuk menaiki anak tangga satu per satu dengan jas kerja berwarna biru navy tersampir di atas bahu.

“My Pri—”

“Nggak usah teriak, Seren ada di dapur, Dad!” Rajendra lantas segera membalikan badannya, menghadap ke arah Serena. Benar saja, ada putrinya yang sedang berkacak pinggang, menatap sebal ke arahnya. “Kebiasaan banget, sih! Harusnya pulang kerja itu salam, Dad, bukan teriak-teriak kaya Tarzan!”

“Kelupaan, Sayang. Assalamualaikum!” ujar Rajendra sembari melangkah mendekat ke arah dapur, lelaki itu menarik kursi kemudian ia duduki. “Lagi masak apa, nih, anaknya Daddy?”

“Waalaikumsalam, lain kali salamnya jangan lupa ya, Dad!” balas Serena sekaligus menegurnya agar masuk rumah itu mengucapkan salam terlebih dahulu, bukan teriak-teriak bagaikan di hutan. Dipikir dunia hanya dihuni olehnya apa!

“Hm, iya!” balas lelaki itu tak berminat. Rajendra mengambil gelas berisi air putih, lalu mengintip sedikit putrinya yang tengah menambahkan bumbu di atas mangkuk putih. “Masak apa?”

“Mie,” kata Serena seraya menunjukkan isi di dalam mangkuk tersebut ke arah Rajendra. Lelaki itu mengangguk paham, kemudian meneguk air putih yang berada di dalam gelas genggamannya.

“Daddy mau?”

Rajendra menggeleng pelan, percayalah. Lelaki itu tidak terlalu menyukai makanan kenyal berjenis mie instan.

“Masak sendiri?” tanya Rajendra yang akhirnya dibalas anggukan pelan oleh Serena. “Kenapa harus masak sendiri, bukannya ada Mbok Mina?”

Serena menghela napas, lalu tersenyum lebar. Apa lelaki itu lupa bahwa Mbok Mina sekarang kerja di rumah ini tidak lagi menginap? Melainkan setelah membuatkan Serena makan malam, lalu pulang di antar oleh Pak Adi ke kontrakannya.

“Daddy, Seren itu udah makan tadi dimasakin sama Mbok Mina. Nah, berhubung Seren masih laper kepingin makan sesuatu, yaudah deh masak mie aja,” jelas gadis itu ramah, berharap dalam hati bahwa Rajendra akan paham dengan apa yang ia maksud barusan. Lelaki itu mengangguk-anggukan kepala, lalu mengusap dagunya dengan pelan. Seperti ada sesuatu?

“Itu pakai cabai, ya?” tebak Rajendra yang sepertinya sudah sangat hafal di luar kepala bahwa putri satu-satunya itu type cewek penyuka pedas. Namun, meskipun menyukai pedas, tetap saja ujung-ujungnya sakit perut juga dan berakhir mendapat ceramahan dari Rajendra.

“Iyap, tebakan Anda benar sekali. Nilai seratus buat Daddy Rajen!”

“Buang! Bikin yang baru!” titah Rajendra kepada Serena untuk membuang mie yang susah payah dibuatnya itu untuk diganti dengan yang baru.

“Dihh, kenapa gitu? Mubazir kalo dibuang, Dad, mending Seren makan aja, deh!”

“Masalahnya itu pedes!” balas Rajendra mengingatkan.

My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang