Re-publish. 27 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.❤
“Aku membenci dua hal, yaitu kamu dan waktu.”
❤
ERLAND menatap Serena yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit kota. Ia mulai mengambil sebelah tangan Serena, lalu digenggamnya erat-erat.
Lebih dari dua puluh menit Serena pingsan, belum juga ada tanda-tanda akan sadar. Namun, Erland berasumsi bahwa pasti cewek itu melanjutkannya dengan tidur sebentar.
Ceklek!
Erland menoleh ke arah pintu yang terbuka, terdapat Raksa yang tengah berdiri tegap di sana memandangi Erland yang menunggu Serena kapan akan sadar dari pingsannya.
Raksa tersenyum lebar untuk Erland, lalu berjalan melangkah menghampiri putra pertamanya itu. Tangan besar Raksa kini menyentuh pundak Erland dengan lembut.
“Serena butuh istirahat, A,” kata Raksa dengan sopan. Persis mirip seperti antara pembantu dan majikan. “Kita tunggu di luar aja, ya?” lanjut lelaki itu dengan senyuman hangatnya, kepala Erland menggeleng, menolak.
“Daddy-nya Serena pasti bakalan marah banget sama Erland kalau tahu cerita yang sebenarnya, Pi,” ujar Erland dengan bibir yang bergetar hebat. Sungguh, ia tidak tahu nanti reaksi Rajendra akan seperti apa.
Erland takut dengan masalah ini Rajendra menjadi membencinya, bahkan melarangnya untuk dekat-dekat dengan Serena. Hal itu terus bercokol di kepalanya meskipun Erland sudah berusaha untuk menepisnya. Namun, tetap saja.
Rasa takut itu ada.
“Biarkan Serena istirahat sebentar,” ucap Raksa kembali hangat seraya mengusap-usap bahu dan punggung tegap Erland dengan lembut. Erland mengangguk setuju. Lalu kemudian ia beranjak dari duduknya.
Cowok berkemeja putih tanpa dasi, lengkap dengan dua kancing bagian teratasnya dibiarkan terbuka itu berjalan menuju pintu keluar, membiarkan Serena untuk istirahat.
“Cepat bangun, ya, Serena.”
Raksa mengusap lembut puncak kepala Serena. Lelaki itu tersenyum, lalu menyusul Erland yang sudah terduduk di jejeran kursi ruangan yang Serena tempati. Cewek itu memang tidak kenapa-napa, hanya luka saja.
Namun, entah reaksi Rajendra nanti apa melihat putri satu-satunya digulung perban karena mendapati banyak luka dari Kennard. Bahkan, Rajendra bisa saja kecewa saat tahu bahwa putri satu-satunya itu sudah tidak perawan.
Marah? Oh, jelas. Mana ada Rajendra ketawa saat mendapat kabar nanti bahwa putrinya itu sudah tidak perawan, lagi. Itu sangat terdengar mustahil. Erland tertawa, membuat Raksa was-was, takut kalau putranya itu sudah gila.
“Apaan, sih, Pi!?” Erland membentak. Raksa celengo, kaget sekali saat Erland menepis tangannya tadi dengan guratan amarah yang tercetak di wajahnya. Waw, impressive!
Tidak panas, tidak dingin. Ini real!
“Papi kira kamu nggak waras, A, ternyata lagi ketawa versi marah.” Raksa menggeleng-gelengkan kepala kagum, sempat Raksa seperti itu di saat Erland tengah bingung? Ya, bingung harus mengatakan apa nanti kepada Rajendra soal Serena.
“Bawa santuy, A,” ujar Raksa kembali seraya menentuh pundak cowok itu. Namun, segera ditepis oleh Erland tanpa perasaan. Kasar.
“Kenapa, sih, A? Kamu gitu banget sama Papi!” Erland mengusap wajah dengan gusar tanpa mempedulikan ucapan Raksa. Lelaki itu mengurut dada, untung saja Erland itu anak tersayangnya. “Orangtua Serena udah kamu kabarin?”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔
TeenfikceIni adalah kisah manis antara Serena dan Erland yang berselimut dosa dan dendam. *** copyright © 2021 by @dinosaurussx_ [jadilah pembaca yang budiman, jangan plagiat! Because, cari ide gak segampang ngupil.] . Start: 10 Oktober 2020 Finish: 15 Maret...