22. KONDANGAN

29 6 0
                                    

Re-publish. 26 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.

“Berdamai dengan waktu itu sulit, bayangan masa lalu yang pernah terjadi terus membuntuti.”

DAD,” panggil Serena saat mendapati Rajendra tengah duduk santai di atas sofa—membaca koran—dengan satu kaki yang di angkat ke atas menempel pada lututnya. Semoga kalian yang membaca mengerti maksud dari narasi ini.

“Hm,” balas Rajendra ogah-ogahan, ia tetap fokus pada koran yang tengah digenggamnya tanpa ada niatan untuk menatap ke arah Serena meski itu sebentar.

“Ada apa, Dear?” tanya Rajendra, masih sama—fokus pada koran yang tengah dipegangnya. Serena berasumsi mungkin Daddy-nya itu tengah membaca suatu berita fenomenal atau hanya melihat-lihat gambarnya saja.

“Seren pamit, ya?” Rajendra kontan mendongak, menatap tajam putrinya yang sudah rapi dengan dress putih selutut cewek itu pakai. Begitu cantik apalagi rambutnya dicepol, biasanya hanya digerai gelombang. Wajahnya pun terkena sedikit polesan make-up yang membuat Serena tambah cantik malam ini.

“Mau ke mana?” tanya Rajendra setelah mengamati penampilan Serena dari atas sampah bawah yang terlihat begitu sempurna, bersinar bak puteri raja. Lelaki itu mulai menyimpan korannya di atas meja, bangun dari tempatnya duduk lalu kedua tangannya itu dimasukkan ke dalam saku celana. “Rapi banget! Kondangan?”

“Hm, iya.” Serena menganggukkan kepala. Rajendra mulai mengusap dagunya yang habis dicukur botak dengan satu tangan yang masih dimasukkan ke dalam saku celana.

“Nikahan siapa?”

“Dania sama Fagan,” jawab Serena, lagi. “Itu, lho, yang kemarin Seren ceritain. Masa Daddy lupa, sih? Lumayan mukanya titisan remaja, tapi pikunan!”

Kedua alis Rajendra mencuram saat Serena mengatakan itu padanya. Enak saja dibilang orang pikunan. Rajendra masih ingat, lah!

“Ke sana bareng siapa?” Kedua tangan Rajendra mulai mengacak pinggang. Wajahnya begitu sangar. Namun, itu sangat menggemaskan. Bagi Serena. Wong, Daddy-nya itu masih muda, tampan pula. Hanya saja dia itu seorang duda.

“Si ... eheuumm!”

Rajendra mendengus. “Siapa?”

“Erland, calon menantu Daddy Rajen. Wekaweka!” Ketawa garing dari Serena kentara sekali terpaksa. Lho, bagaimana bisa ketawa ‘hahaha’ menjadi ‘wekaweka’. Rajendra mengurut pelipisnya. “Bercanda, ciailahhh!”

“Dia udah on the way ke sini?” tanya Rajendra, kembali.

Serena mengangguk pelan, “Katanya lagi di jalan, bentar lagi pasti sampai.”

Rajendra ikut mengangggukkan kepala, lelaki itu kembali memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

Rajendra itu duda muda anak satu yang dianugerahi muka baby. Otak pintar, dan sayang istri sampai-sampai tidak mau menikah lagi. Dapat kalian bayangkan seberapa gemasnya Rajendra, bukan? Ah, belum lagi dia itu hot Daddy.

Kembali pada topik, bunyi klakson dari motor Erland membuyarkan lamunan Serena tentang Daddy-nya yang begitu menggoda. Ia menjadi gelagapan, menatap Rajendra kemudian pintu utama. “Erland udah dateng, Dad.”

“Iya,” balas Rajendra singkat, padat, dan jelas. Serena mulai melangkah menuju pintu utama diikuti oleh Rajendra. Begitu pintu terbuka ia melihat Erland yang tampak begitu tampan.

My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang