28. LEPAS ATAU DOSA?

38 4 0
                                    

Re-publish. 27 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.

Dari Erland, untuk Serena: “Aku sama terluka, tapi aku akan mencoba untuk baik-baik saja agar kamu bahagia.”

PAGI-PAGI sekali Erland sudah siap untuk berangkat sekolah seperti biasanya, dengan tubuh besar yang dibaluti seragam khusus Binamarga. Lalu terduduk rapih di salah satu kursi meja makan untuk melakukan sarapan.

Namun, tunggu. Kenapa bocah ingusan itu sudah bangun? Iya, Shalitta—adiknya yang saat ini sudah terduduk santai di hadapan Erland untuk ikut sarapan, padahal masih ileran.

Erland menjadi merasa bahwa adiknya itu memiliki ilmu telepathy, pasalnya bocah itu gerak cepat sekali. Lihat saja sekarang yang sudah ikutan duduk untuk sarapan padahal Erland bangun pukul enam pagi kurang lima belas menit.

Erland mengusap-usap dagu, sok cool, sambil memperhatikan bocah ingusan yang tampangnya sok lugu itu. “Idihhh, kelen banget sok ganteng ngikutin gaya papi; galuk-galuk dagu!”

Apa bocil itu kata?

“Heh, masih mending gue sok ganteng karena emang dari lahir bentukan gue itu udah ganteng. Lah, elo hasil kena campuran air kencing aja belagu banget!” kata Erland.

Bocah itu mencuramkan halis sebentar, lalu memutar bola matanya dengan jengah seolah malas mendengar ocehan Erland yang menurutnya sangat tidak penting sekali!

“Yeuhh, malah ngelunjak! Cantik lo begitu?” tanya Erland meremehkan saat bocah itu tadi memberi respon dengan memutar bola matanya jengah. Benar-benar sok iye!

“Dali lahilkan emang udah cantik!” katanya dengan kedua ujung jari telunjuk menusuk pipi.

Dih, najis. Sok cantik!

“Kata siapa lo cantik?” tanya Erland, tak yakin.

Baginya, Shalita itu tidak ada unsur cantik-cantiknya sama sekali. Sumpah! Erland jujur! Bahkan, ia berani mengangkat dua jarinya itu tinggi-tinggi membentuk huruf V alias peace.

“Papi Laksa, dong!”

Erland kembali mengusap-usap dagunya. “Tuh, bapak-bapak keknya udah mulai pinter bohongin elo, ya, Cil?” Kemudian mengambil buah apel di keranjang, lalu menggerogotinya.

“Papi Laksa gak pelnah bohong!” kilah bocah itu.

Erland berhenti menggerogoti buah apel di tangannya. “Lah, buktinya anak setan aja dia bilang cantik!” Lalu kemudian tertawa penuh kemenangan sambil menatap sinis bocah itu.

“Kenapa? Nggak terima!?” sewot Erland saat mendapati mimik wajah bocah ingusan di depannya berubah menjadi manyun berlebih dari sebelumnya seolah ia tidak terima.

“Itta mau bilangin Papi Laksa!” ucap bocah gembul itu.

“Kang ngadu!” celetuk Erland pelan. Namun, agak menekan hingga sampai ke pendengarannya Shalitta. Memang sengaja, sih, agar bocah itu panas.

“Ya udah, sana! Aduin aja ke bapak lo, gih! Gue nggak takut, chuyy!” tambah Erland, memanas.

Lalu bocah ingusan itu berkomat-kamit ala mbah dukun seperti tengah bersiap akan mengucapkan beberapa kalimat yang mana berhasil membuat telinga Erland berdenyut sakit. Namun, sebelum itu terjadi Erland lebih dulu mengurungkan niat Shalitta yang akan berteriak memanggil Raksa.

“Gak usah teriak!” Erland memelotot tajam, lalu kembali menggerogoti buah apel di tangannya.

“Karena percuma, bapak lo itu lagi nggak ada di rumah!” sambung Erland.

My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang