Re-publish. 24 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.❤
"Aku benci waktu yang membuatku harus mengenalmu."
❤
SERENA mengetak-hentakan kakinya dengan kesal sembari menunggu hujan reda di sebuah halte kosong yang ada di pinggir jalan. Katanya Erland akan menjemput Serena.
Hari sudah gelap berlapiskan awan tebal dengan derasnya air hujan. Belum terlalu larut, sekitar pukul setengah sepuluh malam. Namun, percayalah di halte ini hanya ada Serena seorang.
Lima belas menit cewek itu menunggu kedatangan sosok Erland, belum juga menampakkan batang hidungnya. Serena tidak menyuruh Erland untuk menjemput, melainkan cowok itu yang mau.
Serena mulai memeluk dirinya sendiri. Di dalam benaknya tidak sekali pun Serena berpikir akan di apa-apakan oleh orang jahat seperti di sinetron kebanyakan umumnya, ia hanya merasa kedinginan saja sambil menunggu Erland datang.
Hingga tak lama bunyi klakson khas motor Erland pun terdengar jelas di telinga. Kepala Serena mendongak, dan benar saja netranya menemukan sosok Erland yang masih setia duduk di atas motornya dengan memakai jas hujan kelelawar untuk melindungi dirinya dari hujan.
Pertanyaan yang melintas hanya satu, mengapa cowok itu tidak memakai mobil saja agar tidak repot memakai jas hujan seperti itu? Serena, sih, tidak masalah.
Serena kemudian mengambil tas selempangnya, segera naik ke atas motor Erland-ralat, masuk ke dalam jas hujan kelelawar Erland. Lalu tak lama, Erland pun segera melajukan motornya ke jalanan raya.
Sejujurnya, Serena ingin sekali tertawa sekarang saat melihat motor besar Erland yang berjenis Kawasaki itu memakai jas hujan kelelawar. Sangat tidak enak dilihat, bukan? Eit's, meski begitu ada keseruannya, lho!
Serena dapat menebak-nebak di dalam kukungan jas hujan kelelawar Erland saat melihat jalanan raya yang tidak terlihat terlalu jelas. Baginya, seperti bermain tebak-tebakan padahal hanya hal gabut semata, seperti sekarang cewek itu tengah bermonolog di mana mereka berada sekarang.
"Ini kayaknya udah di depan minimarket, deh!"
"Apanya yang di depan minimarket? Perut lo laper?" sahut Erland sekaligus bertanya. Serena mencebikkan bibirnya sebal, lalu memukul pelan punggung tegap cowok itu.
"Ihh, nggak. Ini di mana, sih?" tanya Serena ingin tahu, cewek itu mulai memeluk pinggang Erland, juga kepalanya yang menyandar pada bahu cowok itu.
"Masa lo nggak tahu? Ini di depan Plazamart." Serena menganggukkan kepala sembari ber-'oh' ria. Lampu khas plazamart yang hampir mirip seperti minimarket membuatnya susah untuk mengenali tempat itu. "Mau mampir dulu?"
"Ngapain? Daddy bawel kalau aku belum pulang, Er." Erland menghela napas dengan berat, lalu ia segera menganggukkan kepala pelan. "Makasih, ya, Er, udah mau repot-repot jemput aku." Serena semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Erland, menghirup aroma maskulin cowok itu.
"Apaan, nih, peluk-peluk?" komentar Erland saat merasa perutnya diusap-usap oleh Serena. Ia lalu tertawa saat Serena mencubit cukup kuat bagian pinggangnya. "Pengin katak-"
"Buat apa katak?"
"Itu ta:po, maksud gue pengin kayak tadi!" Kini Serena yang tertawa, memukul-mukul pelan bahu tegap Erland. Kemudian kembali memeluk pinggang Erland sambil mengusap lembut perut kotak-kotak cowok itu yang terhalang baju.
"Er, nanti kamu nurunin aku ditempat biasa?" tanya Serena tiba-tiba setelah beberapa saat keduanya terdiam tanpa kata di tengah-tengah hujan yang sudah tak lagi lebat.
"Hm, nggak. Kasihan, mending sampe rumah aja terkesan aman." Serena mengeratkan pelukannya, menenggelamkan wajah di pundak Erland. "Nggak papa, 'kan, nganterin sampe rumah?" tanya Erland.
❤
"Astagfirullahaladziim!"
Dania geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman sekelasnya yang tidur di waktu jam belajar sedang berlangsung. Mengabaikan tugas yang diberikan oleh guru tersebut.
Memang, sudah bukan hal aneh lagi, sih, bagi seluruh siswa dan siswi tidur di saat guru berhalangan untuk mengajar atau bisa dibilang free class. Apalagi guru yang sedang berhalangan itu adalah Pak Sutera-guru matematika sekaligus wali kelas mereka.
Sebagian dari mereka ada yang memilih sibuk mengerjakan tugas, tiduran di atas lantai bagaikan buaya lapar juga di atas meja dengan kepala yang tenggelam. Ada pula yang bercerita sampai tertawa terbahak-bahak, mengumpul di barisan pojok belakang membicarakan hal yang bisa dibilang dewasa. Dan, ada pula yang bermain ningnang, sejenis serpihan keramik yang dibentuk menjadi lingkaran atau bisa juga square.
Dapat dimainkan oleh laki-laki, maupun perempuan. Kadang bisa dijadikan tanding dengan kelas sebelah, lalu yang kalah harus mau membersihkan kelas. Pun dengan sampahnya.
Kembali dengan kelas, Dania yang sempat menempelkan kedua tangannya pada pinggang kini berjalan menghampiri Metta-ralat, lebih tepatnya ke arah tempat duduknya.
"Nanti istirahat tugasnya jangan lupa dikumpulin, ya. Buat yang nggak ngumpulin, nggak bakalan dinilai!" Metta yang mendengarnya langsung menjitak gemas kepala Dania.
"Dania, bego! Bagaimana mereka bisa mendapatkan nilai kalau tugas saja tidak dikerjakan? Bukannya itu hal yang sangat terdengar bodoh di telinga?" ujar Metta dengan gaya bahasa sok formal-nya. Dania memutar bola matanya jengah, lalu balas menjitak kepala Metta.
"Biase aje, nggak useh sok fomal gitu ngomongnye!"
"Lo-"
Ucapan Metta otomatis terhenti saat melihat Fagan di ujung pintu kelas memanggil nama Dania dengan nada yang begitu pelan. Lelaki itu langsung berjalan menghampiri meja mereka dengan langkah santai. Erland yang awalnya sedang malas-malasan tidur menghadap tembok langsung terbangun dan menatap ke arah tiga orang itu.
Dilarang bingung, mari kita perjelas. Erland sedari tadi hanya memejamkan matanya tanpa ada niatan untuk menyelami mimpi seperti yang lainnya.
Sedangkan, Serena, cewek itu kini tengah belajar bersama dengan Caera duduk satu meja di barisan depan. Membuat Erland cemburu saja melihatnya. Mengapa mereka harus berteman?
"Aku mau kita ngomong, Dan," ujar Fagan seraya menarik pergelangan tangan Dania untuk ia genggam erat-erat. Ia menundukkan kepala, tak sampai lima detik kepalanya kembali mendongak. "Kita harus bicara."
Dania terdiam beberapa saat, menarik tangannya yang digenggam erat oleh Fagan. Lalu mengepal penuh seolah sedang menahan kesal terhadap cowok itu. "Buat apa kita bicara? Kalo lo aja nggak percaya, percuma."
"Ikut aku, Dan!" Fagan menarik halus pergelangan tangan Dania yang mana langsung ditepis oleh cewek itu dengan mudahnya tanpa harus memberontak. "Kita bicara."
"Ini kenapa?" tanya Erland tiba-tiba, cowok itu menghampiri mereka dengan raut wajah kebingungan.
"Kalian ada masalah apa?" tanya cowok itu lagi. "Maaf, kalo gue ikut campur."
"Bantu gue buat bicara sama Dania, Er."
"Dan-" Dania menggelengkan kepala pelan, begitu Erland baru saja ingin memanggil namanya.
Fagan menghela napas dengan pasrah, sempat menelan ludah susah payah setelah itu kembali menatap Dania. "Emangnya apa masalah kalian? Gue bukannya sok apa, tapi gue cuma pengin bantu aja."
"Itu mereka kenapa?" tanya Caera begitu tak sengaja menolehkan kepala ke arah mereka, diikuti oleh Serena. Di sana ada Fagan, Erland, Dania dan juga Metta. Mengedikkan bahu seolah tidak tahu adalah jawaban Serena.
"Kita ke sana, yuk!" Serena pun mau tidak mau beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri mereka. Begitu satu kata yang keluar dari bibir Fagan saat Caera bertanya, mengejutkan mereka semua.
"Dania kenapa?"
"Hamil."
❤
Date, 20 November 2020
Cikelor, Rengasdengklok.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔
Novela JuvenilIni adalah kisah manis antara Serena dan Erland yang berselimut dosa dan dendam. *** copyright © 2021 by @dinosaurussx_ [jadilah pembaca yang budiman, jangan plagiat! Because, cari ide gak segampang ngupil.] . Start: 10 Oktober 2020 Finish: 15 Maret...