16. MINIMARKET

17 6 0
                                    

Re-publish. 24 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.

“Dibalik senyumku, bukan berarti aku ikhlas untuk melepaskanmu.”

SERENA tengah berada di dalam minimarket super lengkap yang ada di kota metropolitan, jarak minimarket tersebut dengan rumahnya tidaklah terlalu jauh hanya membutuhkan waktu lima menit saja untuknya jalan kaki.

Malam yang dingin. Serena mengenakan pakaian berlengan panjang warna merah maroon dengan bawahan celana panjang berwarna hitam. Kakinya terbungkus kaus kaki dengan alas jepit army.

Sambil bersenandung merdu Serena kini memilah-milah snack makanan ringan yang akan dibelinya untuk camilan menemaninya menonton drama Korea nanti malam. Banyak yang Serena beli termasuk minuman berbotol yoghurt.

“Nana na nanananana ....”

Serena ikut merapalkan lirik lagu favoritnya, yakni ‘Love Shot’ dari EX0. Menurut Serena, MV mereka yang satu itu tidak bisa didefinisikan melalui kata-kata terkecuali satu kata yang mewakilkan, yaitu gila. Entah, itu mungkin karena dada Kai yang terekspos.

“It's the love shot!”

“Ekhem!”

Suara dehaman dari seseorang membuat Serena langsung berhenti untuk bersuara. Ia dengan cepat menoleh ke arah dehaman itu berasal karena penasaran. Dari suaranya yang serak basah bisa Serena tebak bahwa dehaman itu berasal dari Erland. Namun, sepertinya bukan.

“Hai, Serena?” Kedua alis Serena mencuram hampir menyatu saat melihat sosok yang mengganggunya saat sedang asyik bernyanyi sambil memilah snack di rak itu melambaikan tangan dengan sebuah senyuman yang tercetak sempurna.

“Genta?!”

“Apa kabar, Ser?” tanya Gentala seraya berusaha mendekati Serena yang tengah mematung di tempatnya karena tidak cukup percaya akan kehadiran cowok itu di hadapannya sekarang. “Iya, ini gue, kok. Gentala.”

Please, Ta. Jauh-jauh!” ujar Serena memohon agar cowok itu tak lagi mengganggu hidupnya seperti apa yang sudah terjadi sebelumnya. Gentala tersenyum manis dengan langkah kaki yang terus maju menghampiri Serena yang terus mundur ketakutan bahkan kini sudah berada di pojok rak.

“Pergi, Ta! Atau aku bakalan teriak!” ancam Serena dengan nada suara yang terdengar ketakutan, percayalah. Tubuhnya kini bergetar hebat. Rasa ingin lari, namun kakinya terasa begitu lemas. “Aku mohon pergi dari hadapan aku, Ta!”

Serena mulai menangis, membuat Gentala bingung harus melakukan apa selain mengacak-acak rambutnya karena frustasi kemudian membuang napas dengan begitu kasar ke samping. “Pergi! Atau aku bakalan telepon Daddy biar kamu habis digebukin di sini!”

Gentala menjilat bibir, mencoba tenang. Lalu menyentuh lengan Serena. Namun, dengan cepat Serena menepisnya kasar. Ia masih menangis, bahkan terdengar seperti ketakutan sekali. “Tenang Seren—”

“Gak! Jauhin aku, Ta!” potong Serena cepat kemudian kembali menyuruh Gentala untuk menjauh darinya. Gentala tampak menolak dengan gelengan kepala pelan. Percayalah, Serena hanya tidak ingin diganggu oleh Gentala. Apapun itu alasannya.

Please, Ta. Aku mohon, pergi dan jangan ganggu aku lagi!”

“Aku cuma mau minta maaf, Ser,” ujar Gentala lemah, kepalanya menunduk menahan isakan. “Aku hanya ingin memperbaiki semuanya,” lanjut cowok itu yang kemudian kepalanya mendongak, menunjukkan matanya yang kini berkaca-kaca akibat rasa menyesal.

“Kita balikan, ya?”

“Aku nggak bisa!”

“Kenapa?” tanya Gentala sedikit kecewa.

“Aku udah ada Erland,” ujar Serena jujur, saat ini ia memang tidak berbohong bukan? Serena memang sudah dimiliki oleh Erland meski hubungannya tanpa sepengetahuan Rajendra, Daddy-nya. Namun, setidaknya Erland jauh lebih baik daripada Gentala.

“Dan, satu hal yang harus kamu ingat kalau Daddy itu nggak setuju sama hubungan kita karena kamu kasar!”

“Aku nggak kasar, Ser!” Gentala mencoba menyangkal semuanya. Apa yang semua ia lakukan itu bukan karena keinginannya melainkan karena perintah. “Asal kam–”

Bugh!

Gentala jatuh tersungkur mengenai rak yang ada di sampingnya saat pinggangnya ditendang begitu kasar oleh seseorang. Serena sempat terkejut. Namun, ia segera melihat siapa orang yang sudah menendang pinggang Gentala dengan begitu kerasnya barusan.

“Erland?!”

Serena membentuk sebuah senyuman manis tatkala melihat seseorang yang baru saja menolongnya dari rasa takut dengan cara menendang pinggang Gentala sampai jatuh tersungkur mengenai rak yang ada di sampingnya itu ternyata adalah Erland.

Erland berjalan mendekat, menghampiri Gentala. Lalu melayangkan pukulan telak ke pipi Gentala sampai ujung sudut bibirnya mengalirkan darah. Tak hanya itu, Erland juga sempat menginjak perut cowok itu sampai terbatuk-batuk.

“Denger–” Erland sengaja menggantung kata-katanya, menarik bagian atas pakaian yang tengah Gentala kenakan sekarang. “Lo sentuh dia, maka nyawa lo itu taruhannya. Gue nggak akan main-main sama ucapan gue. Inget itu!”

Gentala tak melawan sama sekali, padahal Erland sudah memukuli wajahnya habis-habisan sebelum menarik bagian atas pakaian yang tengah cowok itu kenakan. “Genta, gue harap kali ini kuping lo itu nggak budek! Karena gue bisa melakukannya lebih dari ini kalo lo mau. Gue bisa dengan mudah ngabisin lo sekarang juga hanya pake tinju!”

“Er, gue bukan berniat ganggu Serena–”

“Terus?” potong Erland cepat dengan salah satu alisnya yang terangkat sedikit ke atas. Erland tidak penasaran. Ia tidak peduli apa alasan Gentala selagi itu menyangkut Serena.

“Gue cuma pengin minta maaf, terus memperbaiki semua kesalahan yang pernah gue buat.” Erland mencuramkan kedua alisnya saat mendengar penuturan dari Gentala.

“Maksud dari kata MEMPERBAIKI SEMUANYA itu lo mau ngajakin Serena buat BALIKAN?” tanya Erland meminta penjelasan. Berani sekali Gentala mengatakan hal seperti itu di hadapannya. “Haha, MIMPI lo anjing!”

Erland tertawa remeh, lalu kembali memukuli Gentala tanpa ampunan sampai cowok itu memohon-mohon agar Erland tak lagi memukulinya. Erland menarik rambut Gentala yang tak lagi serapi sebelumnya, membenturkan kepala cowok itu pada lantai sampai keningnya mengalirkan banyak darah.

Serena yang melihat itu tentu tak hanya tinggal diam, ia mencoba menarik Erland untuk berhenti menyiksa Gentala. “Er, udah cukup! Kasian!”

Erland menoleh sebentar, kemudian kembali memukuli Gentala. “Gue nggak peduli, karena gue mau dia sekarang juga mati!” Erland lalu mengambil sebuah pisau tajam dari rak yang ada di sampingnya, bersiap ingin menancabkannya pada kedua bola mata Gentala.

“Er, kamu jangan gila! Di sini ada CCTV, memangnya kamu mau masuk penjara?!” Serena menarik paksa tubuh Erland, membuang pisau itu ke sembarang arah. Pergerakan mereka tentu terekam oleh kasir minimarket. Kalau bukan karena ada Pak satpam mungkin Serena tidak akan bisa menarik tubuh Erland untuk menjauh dari Gentala.

Hal seperti ini tentu akan berurusan dengan pihak yang berwajib dan Serena yakin pasti Erland akan dimarahi oleh Raksa karena sudah membuat kekacauan apalagi ini sangat memalukan sebab Erland yang memulainya duluan.

“Malam ini lo selamat, next kalo lo ganggu Serena lagi gue nggak akan ngasih lo kesempatan buat bertahan barang menghirup napas sedetik, doang!”

Date, 15 November 2020
Cikelor, Rengasdengklok.

My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang