15. NYASAR DI INSTAGRAM

22 5 1
                                    

Re-publish. 23 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.

“Aku mencintaimu tanpa ada batasan apapun itu, meski aku tahu bahwa kamu tak pernah menganggapku ada untukmu.”

ERLAND, yuhuuu!”

Fagan berteriak ala Tarzan memanggil nama Erland. Erland berpura-pura tidak mendengar, bahkan ia menganggap bahwa teriakan itu hanyalah angin lalu. Derap langkah kaki Fagan kian mendekat menghampiri meja mereka sambil berteriak layaknya seorang Tarzan. Membuat seisi kantin langsung menatap ke arah Erland. “Woii, Erland budek!”

Erland tidak ingin menoleh, sumpah.

Fagan kini sudah berdiri di ambang pintu kantin dengan jas almamter hitam yang disampirkan di atas pundak. Sepatu pantofel cowok itu begitu mengkilap dengan baju seragam yang sengaja di keluarkan. Dua kancing bagian atasnya dibiarkan terbuka, menampilkan bentukan belahan dada bidangnya yang kekar.

Clo menyenggol sikut Cheno, membuat cowok yang tengah menopang dagu menahan kantuk itu otomatis terkejut dan langsung merubah duduknya menjadi tegap. “Chen, temen lo, tuh, bawa pulang, gih. Malu-maluin!”

Cheno menatap wajah Clo dengan tatapan yang tidak bersahabat. Kepalanya memutar, melihat Fagan yang tengah berjalan menuju ke tempat mereka. Cheno berdecih, menolak mentah untuk mengakui Fagan sebagai temannya.

“Cihh, amit-amit. Najis gue liat mukanya juga!”

“Berdosa lo pada sama gue, huh?!” Fagan menghentakkan sepatu pantofel hitam mengkilapnya di atas meja mereka. Tentu membuat ketiganya terlonjak, namun setelah itu kembali santai. “Apalagi elo, gue panggil-panggil malah nggak nyahut!”

Erland memutar bola matanya malas, ia tidak menghiraukan perkataan Fagan barusan dan tetap asyik menikmati es tea hijau-nya sambil menatap layar handphone. Fagan berasumsi mungkin lagi nonton film porno. Astagfirullah!

“Wei, kalian kenapa pada diem?” tanya Fagan dengan intonasi nada yang lebih tinggi dari yang tadi saat melihat teman-temannya hanya diam, tidak menyapa Fagan yang tengah berdiri di hadapan ketiganya. “Pada budek!”

“Maaf, gak denger lagi pake masker.” Cheno segera memakai masker yang seharusnya menutupi mulut dan hidung. Namun, ia memakainya untuk menutupi kedua matanya.

Sedangkan, Clo berpura-pura tidak tahu-menahu soal itu. Ia menulikan telinganya dengan cara sibuk menyeruput es coffe ‘janji manis’. Lalu, Erland beda sendiri. Ia malah beranjak pergi meninggalkan ketiga teman-temannya di kantin. “Kan, pada bangsat! Erland berdosa sekali sama Bapak kamu, Nak!”

“Kayak ada yang ngomong, tapi gak ada wujudnya!” sahut Cheno yang masih setia dengan kedua matanya yang ditutupi oleh masker, tangan Cheno mulai meraba-raba daerah sekitar dan berakhir hinggap di bahu tegap milik sahabatnya, Clo.

“Bego-nya bener-bener dipelihara. Mana bisa lo lihat kalo matanya ditutup pake masker. Pinter!” Fagan menjitak kepala Cheno dengan kesal, lalu setelah itu berkacak pinggang sembari mengatur napas.

“Lo denger nggak, Clo? Kayak ada yang ngomong,” tanya Cheno sembari mencengkeram kuat bahu tegap milik Clo.

Clo segera menepis tangan Cheno dari bahunya yang menurutnya tidak sopan, kemudian membalasnya dengan nada yang datar. “Gak, kuping gue lagi budek sementara.”

Fagan menengadahkan tangannya ke udara, lalu mulai berdoa. “Ya Allah, semoga budeknya permanen. Aamiin!”

Fagan mengusap wajah tampannya setelah merapalkan doa untuk Clo agar budek sementara yang cowok itu miliki bisa menjadi permanen. Siapa tahu didengar oleh Tuhan?

My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang