9. PACARAN?

49 9 2
                                    

Re-publish. 23 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.

“Aku bukan lagi google, golongan orang single.”

USAI pelajaran olahraga selesai, kini sudah waktunya untuk istirahat. Serena berniat ingin kembali ke dalam kelas, mengambil baju seragam biasa untuk cepat-cepat menggantinya. Namun, sebuah tangan besar justru malah mencekal pergelangan tangannya yang otomatis membuat Serena harus mengurungkan niatnya itu.

“Ada apa, Er?” tanya Serena pelan, sebuah tangan besar yang mencekal pergelangan tangannya itu adalah tangan Erland.

“Nggak ada apa-apa,” balas Erland sembari menggelengkan kepala dengan pelan, lalu bibir merahnya itu membentuk sebuah senyuman.

“Mau ganti baju, ya?” tanya cowok itu kaku, berlalu menggaruk belakang tengkuknya yang tak gatal itu karena gugup. Serena mengangguk.

“Boleh peluk dulu, nggak?”

Kedua bola mata Serena membulat, mencerna maksud dari perkataan Erland barusan. Dirinya semakin merasa bahwa hari demi hari tubuh Erland ada yang merasuki. Serena berasumsi, setan mungkin?

“Nggak ada!” Erland memeluk pinggang ramping Serena dari belakang saat cewek itu membalikkan badannya untuk segera pergi meninggalkan cowok sinting yang ada di hadapannya saat ini.

“Er–” Serena memanggilnya dengan pelan. Namun, justru Erland malah mengeratkan pelukannya saat Serena mencoba memanggil nama cowok itu.

Bayangkan, kini mereka tengah menjadi tontonan banyak orang di tengah-tengah lapangan karena perlakuan Erland yang tiba-tiba saja memeluk pinggang Serena dari belakang.

“Erland, please, nggak usah manja!” ucap Serena seraya berusaha melepaskan lengan Erland yang melingkar erat itu di pinggang rampingnya. Sial. Malah semakin erat saja!

“Manja sama lo, doang, kok, karena lo milik gue!” kata cowok itu, yang kini justru dagunya malah menempel di atas bahu Serena. Erland kemudian menarik kedua ujung sudut bibirnya, tersenyum.

“Kita nggak pacaran!”

“Makanya jadian!”

“Aku nggak mau!”

“Kenapa enggak? Apa ada yang kurang dari gue?” tanya Erland ingin tahu, lalu melepas pelukannya itu. Serena berbalik, kemudian tersenyum miris.

“Aku ... masih belum bisa percaya—”

“Bersama gue, lo aman.” Serena meremas bagian samping celana olahraganya. Menatap sepatu hitam mahal milik Erland yang mengkilap, lalu mendongak. “Bersama gue pula, lo bahagia.”

“Apa yang pernah lo alamin sebelumnya, nggak akan pernah lagi terulang. Justru, lo bakalan gue jaga semampunya.” Serena kembali menunduk, menatap sayu sepatu hitam mahal milik Erland yang mengkilap itu. “Nyawa gue menjadi taruhan pun gue siap, asalkan lo aman.”

Entah, apa yang saat ini tengah cewek itu rasakan yang pasti jantungnya kini berpacu lebih cepat dari kisaran normal. “Percuma, kita nggak akan bisa bersama.”

“Rasa trauma itu bisa hilang, kalo lo mau berdamai dengan masa lalu, Serena.” Erland mulai meraih kedua tangan milik Serena, lalu menggenggamnya erat-erat. “Kalo lo susah buat berdamai dengan masa lalu, biar gue yang bantu.”

“Daddy aku nggak setuju kalau aku harus pacar-pacaran dulu di masa mencari ilmu!” kata Serena kembali memperjelas kata-katanya dahulu, agar Erland mengerti bahwa potensi mereka untuk bersama itu kecil.

My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang