13. MANTAN ERLAND

48 5 1
                                    

Re-publish. 23 Mei 2021
Cikelor, Rengasdengklok.

“Kamu datang hanya untuk melengkapi kekecewaan yang pernah aku dapat dari seseorang agar terlihat sempurna.”

ERLAND,” sapa Serena seraya menepuk pelan bahu cowok itu yang posisinya tengah duduk santai di atas motor besarnya sembari menatap jalanan yang tidak sepi-sepi amat, juga tidak ramai-ramai amat. Erland menoleh, tak lupa untuk tersenyum manis. “Aku bawain kamu roti, mau dimakan sekarang?”

“Ya elah, kenapa bawa? Gue cuma bercanda kali, Ser,” balas Erland kemudian melakukan kebiasaannya: mengusap pucuk kepala Serena. Serena sempat cemberut, membuat bibir Erland kembali tersenyum. “Yaudah, nggak papa.”

“Mau dimakan?” tanya Serena polos. Kedua tangannya masih memegangi tupperware biru yang di dalamnya terdapat roti tawar isi selai cokelat. Erland menganggukkan kepala tanda ‘iya’. “Sekarang?” tanya Serena lagi, meyakinkan.

Erland menggeleng, pelan.

“Nanti aja, di kelas. Makan berdua, ya?” kata cowok itu sembari membelai lembut rambut hitam panjang Serena. Serena mengangguk tanda paham. “Ya udah, sini dimasukin ke dalem tas.”

“Tas kamu?” tanya Serena, bingung. Erland tersenyum, lalu mengangguk. “Ya udah, nih, maaf ngerepotin,” ujar Serena sembari menyodorkan tupperware itu ke hadapan Erland.

“It's, okay. Nggak masalah, Sayang,” kata Erland setelah menerima tupperware tersebut kemudian mencium kening Serena dengan lembut. “Makasih, udah repot-repot bawain roti.”

“Iya, itu roti basi, kok.”

“Eh, apa?!” Erland menoleh cepat, padahal tupperware itu belum sempat ia masukkan ke dalam tas akibat mendengar penuturan dari Serena barusan.

“Bercanda,” ujar Serena puas sembari tertawa cekikikan. Membuat Erland curiga, dan justru malah menatap Serena dengan sorot yang begitu tajam. “Ihh, itu roti baru. Mana ada aku tega ngasih pacar aku roti basi, kasian, dong.”

“Pacar lo siapa?” tanya Erland dengan salah satu alisnya yang terangkat. Tupperware tadi sudah ia masukkan ke dalam tas. Aman. Sekedar memberi tahu, bahwa Erland tadi mengirimi Serena pesan dengan candaan lapar tidak sempat untuk sarapan. Padahal, itu benar.

“Kamu!”

“Kamu-nya siapa?”

“Erland!”

“Ahh, Sayang! Sini, peluk dulu.” Erland merentangkan kedua tangannya, menyuruh Serena untuk berhambur ke dalam pelukannya. Serena pun hanya nurut saja, ia segera memeluk tubuh besar Erland erat-erat. “Pacar gue siapa coba?” tanya cowok itu setelah pelukan di antara keduanya terlepas.

“Aku,” jawab Serena dengan begitu percaya dirinya. Namun, balasan Erland justru membuatnya sebal.

“Bukan!”

“Terus, siapa?” tanya Serena, penasaran. Kalau bukan dirinya, lalu siapa pacar Erland? Kuntilanak? Erland tertawa sebentar, membuat Serena gemas ingin meremas-remas ginjalnya. “Ihh, siapa pacar kamu?”

“Kamu,” jawab Erland berhasil membuat kedua pipi Serena bersemu merah, padahal hanya hal sederhana. Serena kembali memeluk tubuh besar Erland dengan erat. “Udahan dulu, kita mau berangkat sekolah nanti telat.”

Erland mengurai pelukan, lalu tersenyum untuk Serena. Entah, kenapa ia sangat suka sekali mengusap pucuk kepala cewek itu. Mungkin karena lembut dan wangi. Erland juga mencintai Serena sehidup semati. Bucin.

My Brother, My Boyfriend [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang