3.

260 21 0
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh boul semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝


"Mau kemana ini?" Tanya Dias setelah berada di motor bersama Gian.

"Ke rumah temen gue" jawab Gian seadanya.

"Ngapain? Anter gue balik aja deh ya?" Bujuk Dias yang langsung di jawab gelengan dari kepala Gian.

"Heh, tadi bilang mau ikut anjir."

"Lo bilang jemput temen ya onta," balas Dias tak kalah ngegas.

"Iya emang, jemput ke rumahnya maksud gue."

"Lah jemput, terus deptil,,gitu? Anjir kaya cabe-cabean dong gue," protes Dias yang langsung mendapat lirikan tajam dari Gian.

"Suruh aja dia bawa motor sendiri nanti haha," balas Gian.

Dias kontan saja menjitak helm Gian dari belakang. "Durjana lo jadi temen."

"Tapi ini temen lo yang mana deh, Gi? Gue kenal ngga?" Tanyanya kemudian.

"Kaga, makannya ini gue mau kenalin, lumayan kan lo nambah temen."

Dias mengangguk paham.

"Nanti masak ya di rumah gue," perintah Gian.

"Mau masak apa?"

"Enaknya apaan menurut lo?" Gian malah balik bertanya membuat Dia mendengus sebal.

"Indomi enak," jawab Dias asal.

Bodohnya Gian malah mengangguk dan menyetujuinya. "Bisa tuh, yaudah masa indomi aja."

"Biar jadi seleramu, asikkk," lanjutnya di akhiri dengan tawa khas Hagian.

Dias yang mendengarnya, otomatis kembali menggeplak helm Gian tanpa ampun. "Sarap loo."

"Gue cuma asal ngomong lu tanggepin, gue serius ngomong lu ga tanggepin, gimana si?!" Omel Dias gemas.

Sedangkan Gian tak merespon banyak, hanya terkekeh dari balik helmnya. Berteman sejak lama membuat ia sangat senang mengerjai Dias tanpa takut cewek itu tersinggung atau sakit hati dengan lawakannya.

"Gimana rumah?" Tanyanya kemudian.

Dias yang merasa sudah cukup lama tak di tanya oleh lelaki itu terdiam beberapa saat, memilah kata yang pas untuk ia keluarkan sebagai jawaban. "Not bad."

"Iya emang rumah lo bagus, ga usah sombong."

"Anjirlah, gue sleding juga otak lo lama-lama biar kembali pada tempatnya," ancam Dias yang malah membuat tawa Gian kian membesar.

"Mana nyampe lo? Bola aja gagal lo sleding," ejek Gian tanpa rasa bersalah.

Dias di belakangnya sudah menekuk muka sebal, sungguh berduaan dengan Hagian Adhiyaksa Putra dapat membuatnya tensi darah Dias naik seketika. Itu akan membantu jika ia sedang anemia, namun sayangnya Dia tidak memiliki anemia sama sekali, jadi itu tidaklah berguna baginya.

"Ya lagian, lo di tanya jawabnya gitu," Gian sedikit menengok ke belakang.

"Bego, liat ke depan anjir, belom mau mati gue ih." Dias panik, pasalnya motor yang ia tumpangi sempat oleng beberapa detik.

"Jadi?" Tanya Gian masih menuntut jawaban.

"Serius, ga boong, semua baik-baik aja,,ga ada yang berubah," akhiri Dias menjawab dengan suara yang mengecil di akhir kalimatnya.

Hagian di depannya mendengus, terang-terangan menunjukan rasa tak sukanya.

"Lo,,,pin-"

"Stop ya, udah bosen gue lo suruh pindah terus." Dias langsung memotong ucapan Gian tadi saat tau arah pembicaraan mereka kemana.

Jika sudah bahas bagaimana keadaan rumah Dias, pasti berujung dengan Gian yang jadi marah-marah tanpa sebab.

"Mau gimana juga, mereka tetep orang tua gue, Yan," lanjutnya lagi.

Motor yang mereka tumpangi berjalan cukup sedang, tak lambat tak juga cepat. Setelah bertanya seperti itu, tak ada lagi obrolan. Baik Dias atau Gian sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga Dias terperanjat saat motor merah milik Gian berhenti di depan sebuah Indomaret daerah Sukajadi.

"Yan? Jangan bilang lo beneran mau makan indomi?" Tanya dia memastikan, sama sekli tak mau turun dulu dari motor Gian, padahal cowok itu sudah beberapa saat lalu mematikan mesin motornya.

"Beneran, lagi pengen aja, sekalian beli buat stok," jawab Gian seadanya.

"Lo tetep masak, ada bahannya ko di rumah, sekarang turun, berat begooo."

Dias melotot, tak terima di bilang berat oleh sohibnya ini. "Ngadi- gadi lo."

Setelah membeli stok Indomie dan kawan-kawan, Hagian dan Dias kembali melanjutkan perjalanan mereka.

"Btw, langsung ke rumah gue ya, temen gue nyatanya udeh di sono nungguin."

"Anjir, ga jelas banget masa temen lo," komentar Dias.

"Iya kaya elo kan, ga jelas." Dan begitulah perdebatan itu di mulai,hingga mereka berdua sampai di depan rumah bertuliskan no.45 yang merupakan rumah Hagian, rumah dirinya sendiri, bukan rumah kedua orang tuanya.

Motor Gian memasuki pekarangan rumah itu di ikuti oleh sebuah motor CBR berwarna hitam di belakangnya. Lelaki itu turun dan menghampiri sang pengemudi CBR.

"Sorry, lama nunggu lo, Ji?" Tanyanya sembari melakukan tos khas para lelaki.

Cowok di depannya iti menggedikan bahu. "Ga lama-lama amat sih, kalem."

"Gue bawa bab-AW ANJIIR"

Dia yang tau akan di perkenalkan sebagai babu kontan saja menginjak kaki Gian tanpa ampun. Cewek itu lalu tersenyum manis, lalu mengulurkan tangannya. "Dibarsya Ashunie, panggil aja Dias hehe, ayo masuk mas?"

"Ozzy,,Ozzy Kanendra." Balas Ozzy langsung yang paham maksud dari pertanyaan Dias tadi, sedangkan Gian? Tidak perlu di tanya karena sudah jelas lelaki yang 1 itu sedang menekuk mukanya.

Dias berbalik, tangannya terulur untuk meminta kunci rumah Gian, bodohnya cowok itu langsung merogoh saku celananya lalu memberikan kunci tersebut pada Dias meskipun mukanya sudah terlihatt sebal.

Berbanding terbalik dengan Gian, Dias malah kini tersenyum lebar lalu melangkah mendahului kedua lelaki itu. Lalu di bukanya pintu rumah Gian lebar-lebat. Sayangnya baru beberapa langkah lagi Gian untuk masuk ke rumah, ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk.

Ozzy terlihat menunggu Gian, sedangkan Dias masa bodo dengan panggilan tersebut.

"Gue pergi dulu, ga akan lama."

Dan, acara berkumpul di rumah Gian kali itu, sepertinya sangat jauh dari ekspetasi Ozzy.

🐝🐝🐝

Last story hehehe

Aku up semua cerita nih,,gimana pada seneng gaa??

aku harap sih pada senang yaa,,enjoy sahabat lecilll😘🐝💜

Abyss of PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang