51

74 7 0
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

"Lung, thanks ya, maaf gue banyak ngerepotin," Ucap Dias pada Galung sesaat setelah keduanya tiba di kamar Dias.

Galung hanya mengangguk, lalu ia tanpa permisi mendudukan dirinya di kasur yang ada di sana. Ia melirik ke sekeliling kamar itu, lalu setelahnya menghela nafas kecil. "Lo minta maaf terus, gue bosen ah dengernya."

"Etika tau Lung itu tuh, maaf, tolong sama makasih," Balas Dias tak mau kalah.

"Tapi ga tiap saat juga," Tolak Galung membuat sangat adik berdecih keras.

"Dari pada lo, nutupin rasa bersalah lo terus-terusan. Keliatan baik-baik aja padahal aslinya juga ancur lebur." Tembakan Dias yang tepat sasaran itu membuat Galung meneguk ludahnya susah payah.

"Bukan salah lo Galung, demi Tuhan bukan salah lo kita kepisah, bukan salah lo ga bisa bawa balik gue ke Ibu. Lo pasti juga kesiksa karena harus nerima Ibu udah pulang, jangan nambah rasa sakit lo dengan pikiran itu, ya?"

"Engga tuh," Ucap Galung masih berusaha berkilah.

"Haaah, andai aja gue bawa ni anak lebih cepet, andai aja kamar ini keisi lebih cepet. Right?" Tanya Dias kali ini benar-benar membuat Galung reflek membola. Bagaimana gadis ini bisa menembak ke sasaran yang tepat terus sih?

"Mata lo, ga bisa bohongin gue. Jadi jangan coba ngelak terus anyink, kalo ada apa-apa bilang," Kata Dias berucap dengan gemas.

"Gue juga, bakal berusaha kaya gitu. Gue..,sekarang punya keluarga kan? Jadi boleh kan gue cerita karena gue sekarang.., udah ga sendiri?" Lanjut Dias bertanya, meski terselip nada ragu di sana.

"Iya, lo ga sendirian lagi. Jadi jangan simpen sakitnya sendirian kaya yang udah-udah ya? Gue bukan lo yang pinter baca perasaan orang, jadi tolong kasih tau gue apapun yang lo rasain, ijinin gue buat jadi kakak yang baik walau itu telat."

Dias seketika tersenyum, hatinya menghangat bukan main. "Lo tau ga sih? Gue beberapa kali ketemu Ibu, beneran cuma hitungan jari. Tapi anehnya gue ngerasa kosong banget, kenangan yang ga banyak itu manis banget. Terus dari semalem tiap gue mau sedih, gue kepikiran lo. Gue aja se kosong ini, gimana lo ya? Gimana bapak?"

Dias tercekat, ingatannya kembali saat dimana awal pertemuannya dengan Ibu.

"Permisi, neng boleh Ibu duduk di sini? Yang lain udah pada penuh soalnya."

Saat itu Dias mengangguk begitu saja, mengijinkan wanita cantik di hadapannya untuk duduk di kursi kosong di mejanya dengan senang hati.

"Ibu sendirian aja kah?" Tanya Dias membuka percakapan.

"Iya, Ibu teh abis dari rumah temen tadi. Terus laper lagi jadi mampir dulu Neng hehe, soalnya di rumah ga masak."

Tanpa di sangka percakapan itu terus berlanjut, bahkan sampai keduanya merencanakan pertemuan-pertemuan selanjutnya.

"Gue seneng, seengganya sebelum pulang Ibu ngerasain gimana rasanya punya anak cewe. Ibu waktu itu semangat terus kalo cerita tentang lo anjir, cuma Ibu bilang lo Yayas jadi ya gue kira oh nama cewenya Laras, bukan Dias. Makasih ya udah mau ngasih kenangan indah buat Ibu."

Abyss of PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang