33

84 12 6
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

"nah, ini lo bakal tinggal di sini," ucap Ozzy begitu sudah sampai di lantai dua rumahnya. Lantai dua yang sudah beberapa bulan ini kosong dan hanya ia gunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya.

"Mas, ini sih gede banget. Kaya rumah banget, ada kamar mandi, ruang buat dapur sama kamarnya juga gede." Pancaran mata Dias tak mampu berbohong, ia benar-benar berbinar. Kagum juga senang dalam satu waktu. "Ini gue bayarnya mampu ga? Jangan mahal-mahal ya Mas hehe."

Kontan saja hal itu membuat Ozzy menyeringai kecil, ia lalu mendekat dan menatap Dias dalam. "Oh jelas mahal dong, bayarannya juga harus sepadan kan?"

Gian jadi mengernyit, sebenarnya sedikit was-was dengan apa yang akan di pinta oleh sahabatnya ini pada Dias. 

"Bayarannya, lo harus selalu bahagia ya? Jangan nangis sendirian lagi, kalau mau nangis ya pas ada gue atau temen lo. Oke?"

Gian menghela nafasnya lega, sementara Dias malah terdiam. Rasanya permintaan Ozzy kali ini cukup sulit baginya, sangat sulit malah. Namun, mencoba untuk terbuka bukan hal yang buruk kan? Maka perlahan tapi pasti Dias mengangguk, menggerakan kepalanya ke atas dan ke bawah dengan senyuman tipis yang ia tunjukan.

"Pinky promise," pinta Ozzy mengulurkan kelingkingnya, menunggu Dias ikut mengaitkan kelingkingnya juga.

"Sialan, lo udah mau kepala tiga. Inget umur bisa ga sih, Bang?" Umpat Gian mencibir kecil, tak mampu memahami bagaimana jalan pikiran Ozzy yang masih seperti anak remaja.

"I'm promise," balas Dias sambil ikut mengaitkan kelingkingnya. Lalu setelah itu ia terkekeh kecil sambil menggeleng, baru menyadari betapa konyolnya ia meladeni Ozzy.

"Udah jodoh sih emang, sama-sama ga waras lo pada." Gian terus mendumel sambil masuk ke kamar yang nanti akan di tempati oleh Dias.

Di sana sudah ada kasur, juga lemari kosong yang memang Ozzy siapkan untuk teman-temannya menyimpan pakaian ganti mereka untuk cadangan. Namun karena kali ini kamar ini resmi di tempati Dias jadi Ozzy dengan langkah besar membuka lemari itu dan mengambil beberapa baju yang ada di sana.

"Punya anak-anak mundor nih, bentar gue ambilin dulu," sela Ozzy langsung mengambil beberapa baju yang ada di sana.

"Yan, kunyuk bantuin." Ozzy melirik Gian dengan sedikit pelototan. Ia sebal karena temannya ini sama sekali tak peka, dan masalahnya baju mereka itu cukup banyak. Tak mungkin jika Ozzy membawanya sendirian.

Sementara Gian berdecih, tapi tetap maju dan menerima uluran baju yang Ozzy ulurkan. "Lemah, segini aj- ANJIIR BANG!" Umpat Gian saat Ozzy malah menambah kembali tumpukan baju tersebut. Untung saja baju-baju itu tak sampai terjatuh karena Gian mampu menjaga keseimbangannya.

Kontan saja itu mengundang tawa dari satu-satunya gadis yang ada di sana. Dias terbahak keras, sama sekali tak menutupi itu meski Gian sudah menatapnya sebal.

"Laknat banget," omelnya, lalu ia melirik ke arah Dias. "Ini juga satu, malah ngetawain bukannya bantuin."

Tapi Dias malah mengangkat alisnya tinggi-tinggi dengan wajah polosnya. "Loh, ko gue?"

"Bodo dah, awas gue mau lewattt."

Dias terkikik saat melihat Gian membawa baju-baju itu dengan wajah yang di tekuk, tak berbeda jauh dengan Ozzy yang juga sedang tersenyum. Hanya saja jika Dias tertawa karena Gian, jika Ozzy tersenyum karena melihat tawa gadis di depannya ini.

Tawa yang ntah mengapa selalu mampu menular padanya. Jika dengan dalam keadaan seperti ini, Dias berkali-kali lebih cantik. Ozzy bersumpah jika ia melihat wajah gadis itu, ia akan senang tanpa alasan.

Hanya saja, jika gadisnya itu terlihat murung atau menangis seperti itu. Maka hatinya juga akan ikut merasa nyeri yang tak mampu ia jabarkan.

"Mas, jail banget kenapa si hahaha." Dias menatap ke arah Ozzy, yang kemudian menggeleng seolah tak habis pikir dengan lelaki di hadapannya ini.

"Haha, biarin lah. Kali-kali, Yas."

"Itu seprenya nanti gue anterin, gue sekarang ke bawah dulu sekalian simpen baju-baju ini. Tunggu ya," lanjut Ozzy sambil mengangkat sedikit baju yang ada di tangannya.

"Okee, gue juga mau beresin baju kalau gitu," balas Dias kini mendekat ke arah kopernya.

Setelah mengangguk, Ozzy benar-benar melangkah keluar dan menghilang di belokan ruangan tersebut. Menyisakan Dias yang perlahan memgendurkan senyumannya.

Dias menghela nafasnya, mencoba menekan rasa sesak yang ternyata masih tersisa di hatinya.

"Bersyukur Yas, mikir dari sisi positifnya yuk? Seengganya lo ga lagi di kekang dan look, bahkan lo sekarang tau kalo lo ga sendirian. Banyak yang mau bantu lo," monolognya menyemangati diri sendiri.

"Ga ada alesan buat lo sedih, jangan terpuruk seolah lo yang paling sakit. Dias.., lo pasti bisa."

Senyuman indah itu kembali terbit meski terkesan di paksakan, Dias juga teringat janjinya dengan Ozzy tadi. Janji bahwa ia akan berusaha bahagia dan terbuka. Maka ia akan memulainya dari hari ini, memulai untuk mulai terbuka juga percaya pada sekitarnya.

Lalu Dias dengan cepat menyambar ponselnya dan memutar musik di sana, untuk menambah semangatnya saat sedang membereskan barang-barangnya ini.

"Yas, perlu di bantuin ngga?" Tanya Gian yang sudah kembali ke atas, tentunya dengan di ekori Ozzy di belakangnya.

"Engga ada sih, ini baju-baju gue doang. Masih rapih juga tinggal di simpen," jawab dias melirik ke arah bajunya yang memang di tumpuk rapih.

"Gue ijin ikut simpen baju ya?" Ijin Dias melirik ke arah Ozzy.

"Iya, mangga. Sok aja pake kali santai."

"Buat dapur, cuma ada satu kompor, panci, teflon sama satu spatula. Kalau butuh apa-apa bisa ambil di bawah, atau buat di bawah juga gak apa-apa, Yas."

"Iya Mas, siap. Makasih yaaa."

Hati Dias benar-benar menghangat kali ini. Melihat bagaimana dua lelaki ini begitu tulus dan selalu terus melindunginya, membuat Dias merasa sangat-sangat beruntung.

Lihatlah juga, ruangan-ruangan di lantai dua ini termasuk lengkap. Mulai dari peralatan masak, meski hanya terdapat satu-satu namun itu sudah cukup bagi Dias. Galon serta kulkas pun ternyata ada di sini.

"Kulkas di sini kosong. Kalo laper di bawah dulu aja, kerjain Bang Ozzy ga apa-apa." Sekarang giliran Gian yang membuka suara. Memberikan instruksi yang menurut Ozzy menyebalkan.

Sebenarnya sih ia tak masalah jika Dias terus merepotkannya. Hanya saja ntah mengapa mendengar hal tersebut keluar dari mulut Gian membuatnya jadi terdengar menyebalkan.


🐝🐝🐝

Holaa sobat lecil, segitu dulu yaa update kali inii 🐝💜🐝💜🐝💜🐝

Abyss of PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang