32

85 12 4
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝


Hati Dias menghangat, beribu-ribu terimakasih ia ucapkan dalam diam. Mulutnya terlalu kelu untuk sekedar menjabarkan rasa sakit juga senangnya. Maka yang bisa Dias lakukan hanyalah memberikan senyuman tulusnya, senyuman yang sudah cukup bagi Ozzy sebagai tanda bahwa gadisnya baik-baik saja.

Rasanya sedikit tidak adil bagi Ozzy. Bagaimana bisa hanya dengan senyumannya saja, gadis ini mampu membuatnya merasa senang? Bagaimana dengan tingkah konyolnya ini Dias selalu berhasil membuatnya semakin jatuh dan jatuh lagi pada pesonanya. Terkadang Ozzy takut, takut jika hanya dirinyalah yang berharap terlalu banyak. Bagaimana jika ia berakhir seperti para lelaki yang menyukai gadis ini?

"Sekarang lo kalau mau tidur, tidur aja Yas. Ga apa-apa," ucap Ozzy lembut.

Saat itu Dias mengangguk, menuruti saran Ozzy begitu saja tanpa banyak protes karena tenaganya sudah terkuras cukup banyak. Gadis itu lalu bergerak membenarkan posisinya agar ia bisa tidur senyaman mungkin. Namun belum sempat ia melakukan itu, Ozzy sudah lebih dulu menyodorkan sebuah bantal leher untuknya.

"Biar ga sakit, pake ini." Ozzy memerintah sambil menatap sayang pada Dias.

Untuk kesekian kalinya Dias menurut, tanpa kata mengambil bantal tersebut seperti anak kecil yang di perintah oleh orang tuanya. Hal itu mengundang tawa renyah dari Ozzy yang kini reflek mengelus kepala Dias seperti biasa.

"Gemes banget," lirihnya.

Ozzy lalu memutar lagu yang biasa ia dengar sebelum tidur. Sebuah instrumen yang mampu membuat tidur menjadi lebih cepat. Ia berharap lagu tersebut bisa membuat Dias sedikit nyaman dalam tidurnya.

Beberapa saat setelah Dias terlelap, Ozzy menghentikan instrumen yang tadi di putarnya. Bertepatan dengan itu pula, suara sering ponsel dari ponsel Dias sukses menarik eksistensinya. Ia lalu mengangkat panggilan tersebut tanpa pikir panjang saat melihat nama yang tertera di sama adalah Gian.

"Yas, ya ampun maaf gue ketiduran. Ada apa? Mereka ngapain lo lagi? Gue ke sana ya? Lo masih di sana?"

Ozzy spontan menjauhkan ponsel Dias dari telinganya. Sungguh suara Gian yang lebih mirip seperti rap itu membuat telinganya sakit.

"Satu-satu nanyanya bangsat," umpat Ozzy dengan suara kecil.

"
? Huuh syukur lo ada di sana. Diasnya mana?"

"Lagi tidur, dia di sebelah gue." Ozzy menjawab seadanya.

"Dias ga kenapa-napa kan?"

Ozzy menghela nafas dan melirik Dias sebelum menjawab.

"Dia ga baik-baik aja, Yan. Dia bilang Dias cape."

"What's wrong?"

"Banyak, kali ini gue ga tau harus seneng atau sedih."

"So tell me, ada apa? Tu anak buat orang khawatir terus kenapa ya?"

Rutuk Gian dari sebrang sana.

"Ke rumah gue deh sekarang. Biar lo tanya sendiri aja sama anaknya, ga enak juga kalau gue yang cerita."

"Gue siap-siap dulu, abis itu langsung cabut ke rumah lo."

Setelah mengucapkan itu, Gian menutup panggilan tersebut. Ozzy yakin saat ini Gian pasti langsung bergegas ke rumahnya.

Tak terasa perjalanan yang memakan waktu hampir 30 menit itu akhirnya berakhir dengan masuknya mobil milik Ozzy pada sebuah rumah besar bercat abu-abu. Di sebelahnya Dias masih tertidur pulas, mungkin terlalu lelah menangis hingga ia begitu nyaman dalam tidurnya kali ini.

Tanpa berniat untuk membangunkan Dias apalagi turun dari mobilnya, Ozzy malah memiringkan tubuhnya jadi menghadap gadis itu. Tanpa bosan, ia terus menatap wajah cantik di hadapannya ini.

Ozzy ingin mengelus pipi juga rambut Dias, namun kembali urung karena benar-benar takut mengganggu tidur gadis ini. Dias butuh istirahat, Dias benar-benar kelelahan pikirnya. Sayang saja bertepatan dengan itu, suara berisik dari motor Gian terdengar nyaring. Membuat Dias jadi menggeliat pelan dan membuka matanya. "Loh, udah nyampe?"

Ozzy tersenyum kecut, dalam diam ia mengumpati motor Gian yang memiliki kenalpot dengan suara berisik seperti itu.

"Udah, yuk mau turun? Lanjut tidur aja di kamar nanti."

Dias menggaruk kepalanya canggung. "Udah dari tadi ya? Pasti gue susah di banguninnya ya? Maaf Mas," sesal Dias merasa tak enak

"Engga sayang, baru nyampe ko. Di luar juga ada Gian, noh anaknya sebelah lo," tunjuk Ozzy dengan dagunya pada arah belakang Dias.

Benar saja, si lihatnya Gian yang tengah mengetuk kaca mobik Ozzy pelan.

"Loh, anaknya ko di sini? Tadi gue telpon ga di angkat," rutuk Dias sambil mengerucutkan bibirnya tanpa sadar, pandangannya juga ia buat setajam mungkin. Namun sayangnya semua itu malah membuat Ozzy gemas bukan main, sehingga refleks mencubit pipi Dias.

"Ayo turun, omelin aja anaknya langsung." Tanpa menunggu lama lagi, Ozzy langsung turun dari mobilnya yang di ikuti oleh Dias.

"Yan, bantuin gue dulu," pinta Ozzy yang kini sudah berada di bagian belakang mobilnya. Ia kemudian mengeluarkan dua koper cukup besar yang tadi Dias bawa. Kontan saja hal itu membuat Gian membola, seperti langsung paham pada apa yang terjadi pada sahabatnya ini.

"Ini..?"

"Yes, I'm out yuhuu, finally," jawab Dias dengan nada ceria. Jika saja di hadapannya ini bukan Hagian, maka pasti akan tertipu dengan kata-kata Dias tadi. Tapi sayangnya yang berada di hadapannya ini adalah sang sahabat yang tentunya mampu mengetahui bahwa Dias tak baik-baik saja.

Tanpa banyak kata, Gian mendekat dan langsung menarik Dias ke dalam pelukannya. "Sorry, sorry gue telat. Sorry gue baru ada sekarang," sesal Gian yang malah membuat Dias ingin kembali menangis.

"Yan udeh, gue ga apa-apa," kata Dias menenangkan sambil menepuk santai bahu Gian. Ia sama sekali tak marah ataupun kecewa pada sahabatnya ini, hanya jika Gian begini ia kan bisa menangis lagi. Dan Dias benci itu. Ia kemudian perlahan melepaskan pelukannya.

"Dias bakal tinggal di lantai dua mulai sekarang sama gue," beritahu Ozzy santai. Ia yakin Gian juga tak akan melarang Dias untuk itu.

"Sekarang jadi bantuin gue bawa ini, nanyanya ntaran aja," lanjut Ozzy lagi menyela karena paham Gian akan kembali bertanya.

"Mas, tapi bener ini gue ga apa-apa tinggal di sini? Bantuin cari kosan aja gimana?" Sekali lagi Dias mencoba untuk membujuk Ozzy, karena sungguh ia merasa tak enak jika terus merepotkan Ozzy dan Gian seperti ini.

"Ga ada, lo pilih mau sama gue atau sama Ozzy? Ga akan gue ijinin lo ngekos," tolak Gian langsung. Pasalnya ia terlalu takut jika kedua orang tua Dias itu mengganggunya lagi jika ia tinggal sendirian.

"Sama gue aja, lo jatuhnya ga serumah kok. Lo di atas, di sana beneran kosong, tapi ada kamar, dapur sama kamar mandi. Paling kalau mau santai lo bisa ke bawah, bareng gue," jelas Ozzy.

Mau tak mau akhirnya Dias mengangguk, memberi izin pada kedua lelaki itu untuk membawakan barangnya ke atas.

🐝🐝🐝


Sahabat lecilll, Selamat malam mingguuu🥰✨🥰💜💜💜💜💜🐝🐝🐝🐝

Abyss of PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang