40

96 12 4
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

Setelah beberapa saat pergi meninggalkan Dias, Ozzy kembali dengan sebuah wadah untuk mengopres gadisnya. Lelaki itu kembali mendudukan diri di sebelah Dias yang kini bersandar di kepala kasur.

"Udah makan belum?" Tanya Ozzy menatap khawatir Dias. Sekali lagi Ozzy mengulurkan tangannya untuk mengecek suhu Dias, takut Dias kian bertambah panas. Padahal jelas tadi ia meninggalkan gadis itu hanya sebentar saja.

"Udah," Balas Dias seadanya.

"Kapan? Jangan bohong," Tanya Ozzy terdengar serius. Nada jenaka yang biasanya selalu ia tunjukan kali ini lenyap ntah kemana, dan itu cukup membuat Dias diam-diam menelan ludahnya dengan susah payah. Tiba-tiba jadi teringat cerita Gian tentang seluruh anak Mundor geng yang cukup segan jika Ozzy tengah mode serius.

Kini ia paham alasan mengapa ke 6 pria dewasa itu cukup bergidik jika Ozzy tengah dalam mode serius seperti sekarang. Pasalnya, jika nada ceria yang biasa ia tunjukan itu hilang, maka auranya akan otomatis berubah menjadi dingin.

"Tadi, kan ketemu di kafe kita tuh."

"Gue tanya, lo makannya kapan? Makan apa?" Tanya Ozzy sekali lagi.

"Jam 1an mungkin? Gue makan.., makan roti," Cicit Dias.

Ozzy melengos malas tak kala rungunya menangkap jawaban dari Dias barusan. Tentu sebenarnya ia ingin mengomel panjang lebar saat ini, menceramahi Dias agar tak mengulangi hal itu lagi. Tak sadarkah ia jika hal itu membuat Ozzy sangat khawatir? Karena semakin hari kondisinya bukan membaik, kini bahkan Dias tumbang di hadapannya.

"Mau sampe kapan kaya gini?" Tanya Ozzy datar. "Mau sampe kapan lo ga merhatiin diri lo sendiri? Mau sampe kapan lo maksa badan lo buat lakuin ini itu tapi ga lo rawat?mau sampai kapan lo terus pura-pura tegar? Pura-pura ga ada apapun, padahal banyak hal yang harus lo hadapin?"

Dias terpaku, cukup terkejut dengan rentetan pertanyaan Ozzy barusan. Tak menyangka Ozzy akan menyerangnya dengar pertanyaan-pertanyaan yang lebih sulit dari anatomi tubuh seperti ini.

Tapi keterkejutan itu cuma berlangsung beberapa saat, karena beberapa detik kemudian Dias sudah tersenyum lebar. Mungkin berusaha sebisanya mengelabui Ozzy lagi meski jelas matanya menyipit sempurna khas orang yang baru selesai menangis.

"Gue, ga tau mau gini terus sampai kapan Mas. Yang gue tau, gue cuma harus terus nafas, yang gue tau gue ga boleh nunjukin sisi lemah gue ke dunia ini dan gue.., sebisa mungkin ga bikin orang sekitar gue khawatir." Dias menghela nafas, kepalanya kini tertunduk. "Karena setiap orang juga punya lukanya masing-masing, karena mereka juga sibuk sembuhin lukanya itu. Terus kenapa gue harus mempersulit mereka sama cerita ecek-ecek gue ini? Yakan?"

Pertanyaan Dias yang di akhiri dengan cengiran sambil menatap Ozzy itu sukses membuat dadanya seakan di hantam kuat. Bibirnya yang bergetar namun tetap memaksakan untuk tersenyum malah semakin membuat Ozzy menatapnya nyalang.

"Tapi, ntah kenapa gue bisa nangis di depan lo Mas, gue bahkan bisa jujur kaya gini sama lo tentang apa yang gue pikirin. Topeng gue hancur lebur kalau udah di hadapan lo," Lanjut Dias.

"Jangan pernah pake topeng jelek itu lagi kalau depan gue, tolong jadi diri lo sendiri. Seengganya, kalau di depan gue, Yas," Pinta Ozzy yang kini mengambil tangan Dias dan menggenggamnya.

"Gue cape, Mas. Dari kecil gue suka di pukulin sama orang tua gue tanpa alesan yang jelas. Hari ke hari gue lakuin sama sakit di badan gue. Lo tau? Bahkan dulu gue sering di curigain guru gue waktu sekolah." Tanpa sadar, Dias meremat tangan Ozzy yang sedang menggenggamnya.

"Gue jarang punya waktu buat sekedar main sama temen, gue bisa cabut kalau emang lagi hoki.., kerjaan rumah sama biaya sehari-hari hampir semua dari gue begitu gue lulus kuliah. Mereka.., nguras tenaga sama harta gue."

"Dari dulu Gian sama Gema suka nyuruh gue pergi dari sana, ninggalin orang tua gue yang kejam itu. Tapi.., gue selalu mikir, mau gimana juga mereka orang tua gue, gitu. Tapi lo tau apa?" Tanya Dias yang kini menatap Ozzy dengan mata yang mulai memanas. "Ternyata mereka bukan orang tua biologis gue, mereka.., mereka kejam karena gue emang anak pungut doang. Dan setelah mereka dapet apa yang mereka mau, gue di paksa buat pergi. Drama banget kan hidup gue?"

Ozzy menatap sepasang mata yang terlihat lelah itu dengan pandangan sayunya, sebenarnya berapa banyak beban yang di pikul Dias selama ini? Mengapa semesta baru mengirim dirinya pada Dias sekarang? Mengapa dunia juga begitu jahat padanya?

Ozzy lantas menghapus air mata yang turun itu dengan lembut, ia tersenyum tulus. "Lo, perempuan paling hebat yang pernah gue temuin setelah Bunda. Lo perempuan paling kuat yang gue kenal setelah Bunda. Makasih banyak udah mau cerita sama gue, gue harap kedepannya lo bakal bisa terbuka kaya gini, Yas."

"Ga apa-apa buat nangis, ga apa-apa buat marah. Karena lo manusia, semua itu pertanda lo masih punya hati, Yas."

"Makasih, makasih buat semuanya ya, Mas," Ucap Dias lirih.

"Mas, gue kompres sendiri aja. Lo boleh balik ke bawah, pacar lo kasian di tinggal terlalu lama. Maafin gue ya jadi nyata waktu lo gini," Kata Dias begitu merasa sedikit lebih baik. Ia juga mengambil alih baskom yang tadi berisi air untuk mengopresnya.

Di luar dugaan, Ozzy malah terkekeh sambil mendekat. Sekali lagi menatap Dias dengan dalam, seolah memaksa gadis itu agar terus menatap padanya.

"Oh, jadi ini yang tadi cemburu liat gue pelukan sama Yuni tuh," Ejeknya dengan nada menyebalkan.

"MANA ADA," balas Dias tak sadar jadi menaikan nadanya.

Kontan saja itu malah membuat Ozzy semakin terkekeh-kekeh, gemas bukan main dengan gadis di depannya ini. "Yakin?"

"Ya.., ya pokonya udah sana, kasian Mbanya di tinggal dari tadi." Lagi, jawaban sewot Dias itu tak mampu ia sembunyikan. Astaga, suasana haru itu seketika berubah begitu saja.

"Ogah. Kenapa juga gue harus ke bawah sana? Pertama Yuni bukan cewe gue, dia sepupu gue." Jawab Ozzy membuat Dias meneguk ludahnya. Ya Tuhan dia sudah salah kira.

"Kedua, gue ga akan pergi di saat cewek yang gue suka lagi ga baik-baik aja, Yas." Ucapan mantap Ozzy itu berhasil membuat Dias membeku. Ini tak ada dalam rencana keduanya, bahkan tak ada ucapan manis atau bunga. Tapi rasanya jantung Dias merosot sampai bawah, pun dengan Ozzy yang kini menatap Dias dengan sayang.

"M-mas?" Dias terbata, ntah harus merespon bagaimana tentang pernyataan Ozzy barusan.

Ozzy lantas merentangkan tangannya, meminta Dias untuk masuk ke dalam pelukannya kali ini. Dan dengan senang hati, saat itu juga Dias memeluk Ozzy dengan erat. Membiarkan Ozzy tahu bahwa ia sangat bahagia sekarang.




🐝🐝🐝

Suer, ga tau ngefeel apa ngga😭 maaf yaa kalo ga ngefeel😭🙏 tapi semoga sahabat lecil suka, tuh kapalnya dah berlayar wkwkw🐝💜🐝💜🐝

Abyss of PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang