#BAB 14 : AURIEL ATTACK PART 1 ✔

66 18 26
                                    

Seburuk apa pun takdir memperlakukan kita, sejelek apa pun aku di matamu bagiku semua tetaplah sama. Kamu adalah sahabatku dan itu tidak akan berubah.
*
*
*
Happy Reading 😊

Pagar yang biasanya selalu dijaga oleh seorang satpam, kini terlihat terbuka lebar tanpa penjagaan. Rumah megah berlapis cat hijau tua dan beberapa polesan warna lain, yang seharusnya menambah kesan ceria. Justru terlihat sunyi, sepi, bagaikan tidak berpenghuni. Kedua kaki melangkah mantap memasuki halaman rumah milik Auriel, sambil berusaha mengahapus semua rasa takut yang membuat keraguan untuk masuk ke dalam. Pisau sengaja aku sembunyikan di balik jaket. Kedua mata berotasi ke kanan dan kiri tanpa henti, penampakan area rumah Auriel terlalu aneh. Seperti ada yang salah, tetapi apa?

Saat aku sudah berada di depan pintu berlapis cat putih, perasaan tidak enak terasa semakin jelas. Biasanya setelah aku menekan bel pembantu Auriel atau bahkan Auriel sendiri akan datang menghampiri. Namun, kali ini berbeda. Berulang-ulang aku menekan tombol bel serta meneriaki nama Auriel, tidak ada satu orang pun yang datang. Dengan gerakan terbatas-bata, tangan kanan mencoba mendekat ke salah satu ganggang pintu berbahan besi berlapis cat kuning keemasan.

Kata orang berpikir positif  itu bagus, akan tetapi kalau melihat semua ini. Jalankan berpikir positif, membuat diri sendiri tidak ketakutan saja sudah sulit. Saat pintun sudah terbuka lebar, seluruh area bagian dalam rumah Auriel tampak gelap gulit. Padahal masih sore, semua jendela juga tertutup korden sehingga cahaya sulit masuk. Sebuah benda pipih bermerek IPhone kuambil dari dalam saku jaket, dengan gerakan cepat jari telunjuk menekan ikon flashlight di bagian lockscreen membuat senter yang berada di bawah lensa kamera pun akhirnya menyala.

Saat aku mencoba menyorot isi ruang tamu, semuanya tampak kacau balau seperti kapal pecah. Beberapa vas keramik biasanya berbaris rapi menghiasi meja banyak yang pecah dan berserakan di lantai, bantal kecil selalu ditata rapi di sofa sudah berserakan tidak karuan. Sudah pintu dan gerbang tidak dikunci sekarang kondisi rumah malah mirip kapal pecah, astaga kalau begini bagaimana dengan kondisi Auriel sendiri. Tanpa membuang beberapa detik lagi, aku langsung melangkah cepat menyusuri setiap ruangan di rumah Auriel, sambil meneriaki nama gadis itu seperti ibu yang kehilangan anaknya.

"Astaga lo di mana sih, Rel."

Aku menggusarkan napas lelah, ternyata mengelilingi setiap ruangan yang ada di rumah Auriel cukup menguras tenaga mungkin karena fakto terlalu lama menjadi kaum rebahan, jadi saat berjalan beberapa meter saja sudah seperti jalan berpuluh-puluh meter. Mending kalau Auriel ketemu, lah ini, suaranya saja tidak terdengar apalagi orangnya. Rasanya hampir frustasi jika membayangkan kedua temanku menghilang misterius seperti ini.

"Vi, lo nyariin gue?"

Suara lembut sedikit mirip kaleng rombeng itu, tidak salah lagi milik Auriel. Spontan tubuhku berbalik arah ke belakang, kedua mata yang seharusnya menyambut dengan senang sekarang malah menatap takut ke arah Auriel. Angin dingin berembus pelan menerpa tubuh, menambah kesan menakutkan saat kedua netra tengah mengoreksi penampilan sahabatku sekarang.

Auriel yang aku kenal, dia selalu berpenampilan elegan, modis, cantik dan rapi. Berbeda dengan Auriel yang sekarang ada di depan mataku, dia hanya mengenakan gaun putih polos selutut, beberapa bagian kain juga terpoles noda darah, tatapan gadis cantik ini tidak sehangat biasanya. Tatapan Auriel yang sekarang malah terlihat seperti seorang pembunuh yang menakutkan, tidak ada senyuman di wajahnya. Kakinya polos tidak menggunakan alas apa pun, rambut panjang bercat cokelat sengaja dia biarkan terurai tidak beraturan.

l WILL KILL YOU { TAMAT }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang