#BAB 19 : AKU CUMAN INGIN DI SAYANGI ✔

90 18 12
                                    

Aku hanya ingin disayangi, dicintai, dan dianggap berarti di mata orang lain. Aku juga tidak bisa memilih seperti apa orang tuaku. Tetapi, kenapa takdir selalu mempermainkan aku.
*
*
*
Happy Reading 🤧

Udah vote belum? Vote ya buat bahan bakar update🔪

Kedua kaki melangkah dengan terburu-buru, keduanya seolah saling beradu dengan kecepatan detak jantung. Sesekali air mata datang menyapa pipi, seolah dia tahu jika pemilik tubuh sudah lelah. Lelah akan hidup yang memainkan nasibku seperti rollercoaster, padahal baru saja aku merasakan kebahagiaan bersama Chaca dan Auriel. Namun, dengan cepat takdir buruk datang. Menghancurkan segala senyum yang biasa terlukis di wajah, mengantikan setiap tawa dengan air mata.

Andai saja aku tahu siapa pria ini. Maka sudah dipastikan, aku sendiri yang akan menjebloskan dia ke penjara, kalau perlu kuajukan permohonan hukuman penjara seumur hidup biar tahu rasa itu manusia. Sudah menculik Chaca, sekarang segala mengancam akan menculik Auriel. Apa sebegitu takutnya dia padaku sampai tega menjadikan kedua sahabatku sebagai target. Aku berhenti sebentar untuk menarik napas sambil memperhatikan sekitar. sebetulnya masih ada sisa-sisa trauma untuk naik taksi, tetapi mumpung ada taksi lewat lebih baik naik taksi bukan? Daripada nekat berlari dari daerah rumah Eros ke rumah sakit bisa-bisa pingsan di tengah jalan nanti.

"Ta--taksi," ucapku sambil memegangi lutut, tidak lupa merentangkan tangan ke jalan untuk memberhentikan taksi yang lewat. Capek juga ternyata lari-lari seperti tadi.

Bukannya berhenti taksi itu malah berlalu pergi. Aku sampai tidak habis pikir, itu supir tidak mau uang atau mengira aku orang miskin, main asal pergi begitu saja. Kedua mata kembali memperhatikan sekitar, tetapi sialnya tidak ada taksi lain yang lewat. Bahkan tukang ojek pun tidak ada, mau pesan ojek online cuman baru ingat kalau ponselku habis ke-restart jadi tidak punya aplikasi Grab atau Go-Jek sekarang.

Tubuh kembali menegak, tangan kanan mengelus dada seraya berkata, "Gini amat nasib gue." Kepala menoleh ke depan, meratapi betapa jauhnya jarak yang harus gue tempuh untuk sampai ke rumah sakit. "Kalau gini caranya bisa-bisa gue yang masuk rumah sakit."

Kedua kaki berjalan mondar-mandir seraya mengigit beberapa anak jari. "Gimana nih, bisa-bisa gue telat."

Tak lama kemudian satu nama yang mungkin bisa membantu terbesit di otak, aku memetik jari sambil berkata, "Kailed." Dengan cepat tangan meraih ponsel yang ada di saku. Setelah benda pipih itu menyala, aku langsung menelpon Kailed.

Tak lama kemudian terdengar bunyi dari seberang. "Halo, kenapa Vi?"

"Kai, Auriel nggak papa?"tanyaku secepat kilat.

"Iya, dia baik-baik aja. Malahan dia udah sadar kok, dan dia lagi sama Reyhan."

Aku mendengkus kesal, bahkan karena terlalu kesal mulut ingin ikut mengumpat. Sungguh tidak menyangka ternyata Reyhan masih saja ingin melakukan penyelidikan kepada Auriel, padahal aku curiga dia sendiri pelakunya. "Kai, gue minta tolong awasin mereka. Kalau terjadi apa-apa lo telpon gue."

l WILL KILL YOU { TAMAT }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang