Prolog

23K 707 20
                                    


Kehilangan berkali-kali membuat hati Rasti merasa kebas. Katanya, ketika seorang ibu kehilangan bayinya—anak itu akan menjadi jembatan untuk dirinya masuk ke surga. 

Bukankah banyak jalan lain menuju surga? Tapi kenapa jalan yang ia tempuh justru harus kehilangan bayi yang ia harapkan hadir dalam rumah tangganya bersama Lintang. 

Dan jika boleh memilih, jika ada surga yang lain, Rasti rela surga yang ia raih lewat jalan yang lain asal tidak kehilangan bayi-bayinya yang bahkan belum tumbuh sempurna dalam rahim. 

Rasti  masih menangis dalam diam ketika Lintang masuk ke dalam ruang rawat inap.  
Iya, ia menoleh ketika suaminya masuk. Tubuh tegap nan gagah itu mampu membuat tangis rasa bersalah Rasti kembali runtuh saat itu juga. Lintang langsung membawanya dalam pelukan pria itu. Menenangkan Rasti yang lagi-lagi kehilangan bayi mereka.

Lintang pun sama terpukulnya seperti Rasti. Hanya saja, ia lebih memilih menutupinya daripada menambah beban berat di pundak sang istri. 

"Maafin aku, Mas. Maafin aku... aku nggak bisa jagain anak kita!"

Dalam pelukannya, Lintang bisa merasakan remasan kuat jemari Rasti, betapa wanita itu tidak mampu menampung beban dimana ia harus kembali kehilangan.

"Kamu nggak salah, Ras.... semua bukan salah kamu. Ini takdir..."

Rasti melepas pelukan Lintang, menatap pria itu dengan tatapan sendu miliknya. Mata teduh milik Lintang tidak mampu menghilangkan rasa bersalah yang menggelayuti hati Rasti. Kebahagiaan yang pernah ada dalam mata itu kini sirna, digantikan dengan tatapan iba yang sama.

"Kenapa takdirku seburuk itu? Kenapa, Mas? Lima kali keguguran, aku merasa ini nasib buruk... aku nggak bisa kasih kamu keturunan. Aku nggak bisa jadi istri yang baik... aku nggak bisa jagain anak-anak kita!" Rasti kembali menangis, isak tangisnya semakin terdengar pilu, jikapun boleh memilih—Lintang juga tidak ingin merasakan hal yang sama berulang kali, tapi kalau dia tidak kuat, siapa yang akan menguatkan Rasti?

"Ras..." Lintang menangkup wajah Rasti. Lelehan air mata membasahi wajah cantik istrinya. Tangan Lintang menghapus setiap bulir yang jatuh. "Jangan bicara macam-macam... ini semua kehendak Tuhan." 

Rasti menggelengkan kepalanya, dibarengin dengan air mata yang kembali mengalir bak air sungai di pipi wanita itu. 

"Aku nggak bisa jadi ibu, Mas. Aku gagal... aku... aku..." Rasti semakin terisak dan Lintang kembali membawa Rasti ke dalam pelukannya. 

"Berhenti menangis, Sayang... aku juga sama kehilangannya seperti kamu. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri." 

Rasti tahu, Lintang juga merasakan duka yang ia rasa. Tapi sebagai seorang istri, ia merasa gagal. Ia merasa tidak berguna. 

Rasti mengendurkan pelukannya, menghapus lelehan air mata dengan jemarinya. 

"Mas... menikahlah lagi..." 

Ucapan Rasti seperti air dingin yang disiramkan tepat di wajah Lintang. Mata pria itu terbelalak. "Kamu ngomong apa sih, Ras?!" Protesnya. 

"Menikah lagi, Mas... dan dapatkan keturunan dari gadis yang akan kamu nikahi." 

Lintang menatap Rasti tidak percaya... dari mana pikiran itu datang ketika mereka bahkan masih berkabung atas kehilangan janin mereka beberapa jam yang lalu.

***

Hai hai pemanasan aja dulu ..... semoga suka ya, jgn lupa vote ceritanya, ramaikan dg komen juga... 

Oiya tadinya ini aku post d KBM tapi berhubung ga rame aku post disini juga deh😁😭 ya gimana followersnya ga ada wkwk

See you next time yaa

Istri Mudaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang