Ningsih berhasil membujuk Lasmi agar mengizinkan putrinya bekerja. Dengan iming-iming jika gaji yang diberikan Juragan Lintang sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka."Kalau Jihan kerja disana, mbakyu nggak harus buruh lagi. Udah saatnya mbak istirahat di rumah dan nikmatin hasil kerja Jihan. Toh, niat Jihan itu baik, loh!"
"Tapi, Ning. Aku nggak bisa jauh dari Jihan. Nggak bisa..." berat sekali rasanya membiarkan Jihan pergi jauh darinya meski hanya bekerja. Hidup bersama selama 18 tahun membuat Lasmi tidak tega melihat Jihan harus banting tulang membiayai hidupnya.
"Wes, nggak usah khawatir begitu, Mbak. Nanti aku juga sering main kesini buat nemenin Mbak kok. Lagian, Jihan itu pengin mengubah nasib, paling tidak sebelum Jihan menikah-dia sudah bisa membuatkan rumah yang bagus buatmu, Mbak..."
Setelah di rayu sedemikian rupa, akhirnya dengan berat hati Lasmi mengizinkan putrinya berangkat bekerja di rumah Juragan Lintang. Jarak yang di tempuh hanya 1 jam dari rumahnya, meski begitu tetap saja dia tidak tega.
"Hati-hati ya, Nduk. Kabari sama budhe Ningsih kalau ada apa-apa. Jaga diri dan jaga kesehatan kamu. Ibu nunggu kamu disini..."
Jihan mengangguk, perasaan sedih tiba-tiba menyeruak masuk dalam benaknya. Meski ia sendiri tidak tega meninggalkan ibunya di rumah, tapi mau bagaimana lagi? Kalau dia tidak nekad mengubah nasib, siapa yang mau mengubahnya?
Ibu harus bahagia, dan itu atas kerja kerasnya.
"Ibu juga, jaga kesehatan ya. Sesekali aku akan menghubungi Ibu lewat Budhe Ningsih."
Usai memeluk ibunya dan mencium punggung tangan Lasmi, Jihan dengan berat hati melangkahkan kakinya meninggalkan pelataran rumah.
Sejenak, Jihan menatap rumah yang terbuat dari anyaman bambu tersebut-dalam hati berjanji, akan membangun rumah yang bagus dan nyaman untuk mereka tempati.
Sambil melambaikan tangan usai memasuki mobil jemputan dari Juragan Lintang, Jihan menitikan air mata yang sempat ia tahan kala mobil melaju pelan meninggalkan pelataran rumahnya. Ibu juga pasti merasakan hal yang sama, kesedihan karena perpisahan ini suatu hari nanti akan membuahkan hasil.
Sabar, Bu. Jihan akan bawa uang yang banyak untuk Ibu, batinnya memberikan semangat agar kesedihan tidak begitu menguasainya.
***
Rumah Juragan Lintang ternyata besar. Disana ada 2 pembantu termasuk dirinya. Jihan mendapat pekerjaan membersihkan rumah serta mencuci pakaian, setrika baju Bu Rasti dan Juragan Lintang, serta beberapa pekerjaan ringan termasuk membantu temannya-Mbak Siti-yang bagian memasak di dapur seperti mendapat bagian memotong sayur atau mencuci piring.
Jihan merasa kerasan atau betah tinggal disana, karena selain majikannya yang baik-Jihan juga sangat berambisi untuk segera mengumpulkan uang. Jihan tidak sabar menabung untuk merenovasi rumahnya.
"Jadi kamu cuma tinggal berdua sama ibumu?" Mbak Siti janda beranak 1 itu memiliki nasib yang tidak jauh dari ibunya. Suaminya meninggal ketika anaknya berusia 1 tahun, dan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mbak Siti harus tega meninggalkan anaknya untuk di titipkan bersama ibunya di kampung, sedangkan dia bekerja untuk bisa membeli kebutuhan anaknya.
"Iya, Mbak."
"Kamu betah nduk kerja disini?"
Jihan mengangguk. "Betah, Mbak."
"Nggak capek banget kan? Soalnya, pembantu yang sebelum kamu ngeluh capek. Namanya kerja ya begini, harus bisa nerima resiko... lagian nyari kerja susah sekarang-sekarang ini, apalagi kalau pendidikan minim."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Mudaku
Storie d'amoreLintang Nareswara berharap jika dia bisa mendapatkan keturunan dari istrinya, Rasti. Tapi takdir selalu berkata lain, Rasti hamil... namun kehamilannya selalu mengalami keguguran. Putus asa dan merasa bersalah tentu menguasai hati seorang ibu yang...