17 - Tentang Lintang

4.6K 466 31
                                    


Jihan melihat tatapan hangat yang di tunjukan Lintang saat menggendong Sabrina sambil mengusap perutnya lembut. Berharap tatapan itu akan di tunjukannya juga pada bayinya kelak meski saat itu tiba, Jihan entah bisa melihatnya atau tidak.

Jihan duduk sangat jauh dari Rasti dan Lintang yang sedang asyik bercanda bersama Sabrina, putri Wulan.

"Mas-ku berharap bisa mendapatkan anak sejak lama.. tapi takdir tidak pernah berpihak padanya."

Jihan menoleh dan mendapati Wulan sedang menatap ke arah Rasti dan Lintang yang sedang bermain dengan putrinya. Untuk beberapa saat, Jihan bisa melihat tatapan iba yang di tunjukan Wulan pada mereka berdua.

"Aku harap, kamu bisa memberikan kebahagiaan yang di dambakan oleh mereka berdua!" Ucap Wulan sambil menatap tepat ke arah Jihan, dalam beberapa saat mereka saling padang dalam diam.

Kemudian Jihan memutus kontak mata di antara mereka, lalu bagaimana dengannya?Setelah ia menyerahkan kebahagiaan yang di inginkan mereka berdua, lantas ia di campakkan dan di tinggalkan begitu saja?

Apakah kebahagiaan itu hanya untuk mereka saja?

***

"Sini deh, Han.. mama tunjukin foto-foto Lintang waktu kecil," Melati menarik tangan Jihan agar mengikutinya.

Mereka berdua duduk di sofa perpustakaan yang ada di rumah itu. Sebelumnya Melati sudah mengambil setumpuk album foto masa kecil suaminya.

"Mama seneng banget dengar kabar kamu hamil... seperti menemukan oase di padang pasir, memiliki anak adalah impian Lintang. Jadi mama banyak-banyak berterima kasih sama kamu, Han.. terlepas bagaimana awal mula pernikahan kalian, mama ikut senang dan turut berdoa yang terbaik buat kamu dan bayi kamu..."

Jihan tersentuh mendengar ucapan tulus ibu mertuanya. Meski ia sendiri tidak mengerti kenapa Melati harus berterima kasih padanya karena ia sendiri tidak melakukan hal apapun karena kehamilan ini memang sudah tugasnya. Karena ia di bayar untuk mengandung bayi Lintang dan ada harga yang harus di bayar oleh Lintang untuk mendapatkannya.

"Rasti memang masih memiliki kesempatan kalau dia mau, tapi mungkin Rasti merasa trauma.. jadi memilih jalan pintas ini... tapi bersyukurlah karena kamu akhirnya hamil..."

Jihan masih diam mendengarkan ketika Melati mulai meraih satu album dan membukanya.

"Ini Lintang waktu masih bayi," kata Melati sambil mengulas senyum. "Lintang itu anak yang sangat kami inginkan kehadirannya karena cukup lama juga kita nunggu, hampir 2 tahun rahim mama kosong dan kehadiran dia di perut mama jadi kebahagiaan tersendiri."

Jihan bisa melihat sorot mata dengan binar bahagia itu terpancar dalam netra wanita tua di hadapannya ini. Jihan bisa melihat bagaimana bahagianya mama mertuanya ketika mengandung Lintang kala itu.

"Ini waktu dia baru bisa tengkurab, gemes sekali..."

Jihan ikut tertawa. "Dia tampan dari kecil ya, Bu?"

Melati mengangguk. "Waktu sekolah TK, Lintang sudah jadi bintang kelas karena ketampanan dan kelucuannya."

Jihan percaya itu, bahkan meski usianya sudah berkepala tiga, pesonanya Lintang tidak luntur. Bahkan semakin hari, Jihan selalu terpesona dengan ketampanan suaminya itu, meski itu ia lakukan secara diam-diam ketika mengagumi Lintang.

"Ini waktu dia belajar naik sepeda..."

Dan ada banyak foto lainnya yang di tunjukan oleh Melati padanya, keduanya tersenyum, lalu tertawa. Ada banyak bahagia yang di tularkan Melati padanya usai menceritakan bagaimana Lintang  semasa kecil dan itu cukup membuat mood Jihan membaik.

Istri Mudaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang