Aku bangun dengan perasaan sakit kepala yang luar biasa, aku memegangi kepalaku yang rasanya seperti mau pecah. Aku meringis kesakitan sambil perlahan membuka mata.
“Ah, kepalaku rasanya sakit sekali” ucapku merintih kesakitan. Aku hendak bangun, namun sesuatu terasa berat dibagian perutku, aku menoleh, mendapati V tengah tertidur di sebelahku dengan tangan melingkar di bagian perutku. Aku hampir saja melompat dari kasur saking kagetnya. Aku membungkam mulutku, berpikir, apa yang telah terjadi semalam sehingga kami berakhir seperti ini.
Aku menunduk memeriksa pakaianku yang untung saja masih utuh. “Huh, syukurlah…”
Aku bergerak perlahan memindahkan tangan V dari tubuhku tanpa membuat ia bangun. Pelan-pelan, hingga tangan V berhasil ku pindahkan. Aku bangkit dengan berhati-hati, agar tak menimbulkan banyak gerakan yang membuat kasur ini banyak bergerak. Saat kakiku hampir menyentuh lantai, tiba-tiba tangan V menarik tubuhku kembali ke kasur, memelukku erat.
Aku membeku, tak bergeming.
“V-V-ssi…” ucapku gugup.
V semakin menarikku ke dalam pelukannya. Aku bisa merasakan hembusan napasnya terpantul di leher belakangku. “Tetap seperti ini, sebentar… saja”
Aku tidak menjawab. Tapi detak jantungku bisa memberi jawaban betapa gugupnya aku.
“Apa yang terjadi, apa yang terjadi, apa yang terjadi, ayolah Sera, ingat…” ucapku dalam hati.
Rasanya, aku tidak bisa menatap wajah V, apa yang terjadi sebenarnya, mengapa hubungan kami sampai di titik ini. Apa yang telah ku lakukan semalam…
Aku kemudian teringat, bahwa aku bertemu dengan Yuri dan kami mabuk bersama.
“Hans, yah, ini tentang pernikahan Hans, aku menangisi Hans hingga aku mabuk, lalu? Lalu apa?”
Aku mencoba membuka suara, karena sepertinya detak jantungku sebentar lagi akan terdengar di telinga V. “V-ssi…”
“Hmm?”
“Ap-apakah aku melakukan sesuatu yang aneh semalam?”
V tertawa. “Kau tidak ingat apa yang telah kita lakukan semalam?”
“Omo, ki-kita? Melakukan sesuatu?ap-apa yang telah kita lakukan? Tidak, apa yang telah aku lakukan padamu?” ucapku kaget.
V kemudian bangkit dan aku pun hendak bangkit, namun V tiba-tiba kini berada di atasku. Tubuhku tidak bisa bangkit karena wajahnya kini persis di atasku. “V-V-ssi, ap-apa yang kau lakukan?” ucapku terbata-bata.
V kemudian menunduk, memposisikan wajahnya tepat satu senti di depanku, aku kaget dengan gerakan wajah V yang tiba-tiba sudah dekat dengan wajahku, aku menutup mata, tak tahu mengapa. V kemudian berbisik “Kau ingat-ingatlah dulu” ucapnya tersenyum, lalu menjauhkan wajahnya dari hadapanku, bergegas keluar dari kamar.
“Bangunlah, kita harus sarapan” ucapnya dibalik sosoknya yang hilang.
“Aiissh… sialan. Mengapa dia memperlakukanku seperti ini…”
Aku berjalan menuju dapur, menyiapkan sarapan untuk V yang kini sibuk bermain dengan Yeontan.
Sesekali aku meliriknya, mengapa dia bersikap begitu santai seolah tak terjadi apa-apa? Atau mungkin memang tidak terjadi apa-apa semalam antara aku dan V?
“Ah, sialan. Bagaimana mungkin aku tidak ingat sama sekali…”
“Kau sudah mengingatnya?” ucap V tiba-tiba sudah duduk di kursi ruang makan.
“Omo, Ah, oh, itu, aku, aku benar-benar lupa, V-ssi, he-he-he” ucapku duduk disampingnya dan menghidangkannya roti berselaikan strawberry.
“Bagaimana mungkin kau lupa, padahal itu malam berkesan untuk kita” ucap V mengangkat sebelah alisnya lalu mengunyah rotinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Days With My Seven Boys (END)
FanfictionSetelah menyelesaikan kuliahku di Negeri Ginseng, Korea Selatan. Aku seharusnya kembali ke Negaraku, Indonesia. Namun, aku harus menunda kepulanganku karena sebuah tawaran kerja yang terpaksa harus aku terima. Jika kamu berpikir, aku akan bekerja d...