Lima Belas : Keputusan

86 12 0
                                    


Mungkin melepaskan memang jalan yang terbaik

☆Mungkin melepaskan memang jalan yang terbaik☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Caka

Yang jadi pertanyaan di kepala gue kenapa Papa Naya ngasih restu ke orang yang ngelamar Naya. Apakah orangnya ganteng. Kalau soal itu gue juga ganteng.  Apakah orangnya kaya sampai tujuh turunan. Nah ini alasan paling logis kemungkinan Papa Naya kasih restu. Hal itu yang nggak ada di diri seorang Caka. Gue jadi penasaran orangnya kayak gimana sampai bisa dapat restu padahal saat ini Naya masih terikat status pacaran dengan gue. Ya walaupun masih pacaran, nggak bisa dong dipermainkan. Ini bukan pacaran kaya anak SD lagi tapi kita udah sama-sama dewasa.

Gue diam saja sejak Naya terakhir menjawab pertanyaan gue. Naya juga terlihat sama bingung nya dengan gue karena dia juga diam saja. Karena disini gue dan dia sama - sama diam. Akhirnya gue buka suara kembali.

"Kenapa Papa kamu kasih restu ke dia Nay. Padahal Papa kamu tahu kalo kamu udah punya pacar". Tanya gue kepada Naya.

"Kata Papa, Pacar aku nggak siap untuk nikahin aku. Jadi Papa kasih restu yang langsung dateng ngelamar aku." Jawab Naya.

Gue seperti tertampar akan perkataan Naya yang memang benar adanya. Gue hanya seorang Caka yang belum berani untuk melangkah lebih jauh. Tapi itu semua ada alasannya. Nggak mungkin Caka jadi sepengecut ini tanpa alasan. Karena alasan yang paling utama adalah keluarga. Gue belum bisa ngelepas keluarga gue gitu aja. Mereka masih butuh gue. Gue lalu menjawab pertanyaan Naya. Semuanya butuh kejelasan.

"Tapi kan kamu bisa nolak Nay".

"Aku nggak tau, rasanya aku ingin nyerah sama kamu Cak. Aku nggak bisa digantungin gitu aja."

Percakapan sempat terhenti sebentar ketika pelayan mengantarkan pesanan kita berdua. Terlihat jelas bahwa dia awalnya ragu untuk mengantarkan pesanan karena topik pembicaraan gue dan Naya yang sedikit sensitif mungkin sampai terdengar. Namun karena karena sudah pekerjaannya ya mau gimana lagi. Gue lalu mengucapkan terima kasih lalu melihatnya pergi meninggalkan meja gue dan Naya.

Suasana menjadi hening, gue dan Naya sibuk dengan pikiran masing-masing. Dan akhrinya gue mengajukan pertanyaan yang langsung menjerumus ke mana arah hubungan gue dan Naya selanjutnya.

"Jadi kamu sekarang ngelepas aku gitu aja Nay. Kamu nggak mau nunggu aku?" Jawab gue seraya menatap dalam kearah mata Naya.

Naya hanya diam aja, dia terlihat bingung. Gue tahu hati dia juga mulai goyah. Gue juga sadar diri kalau gue juga disini salah. Nggak seharusnya gue nyuruh Naya untuk menunggu. Karena bagi perempuan urusan menunggu itu sulit. Apalagi kasusnya kaya dia ini yang sudah ada laki-laki lain yang nawarin dia komitmen.

Gue disini merasa kalah dan malu terhadap diri gue sendiri. Gue nggak akan marah kepada Naya karena apa yang nantinya dia putuskan semua juga karena gue yang menyuruhnya menunggu. Semua itu hanya soal pilihan.

GROW OLD WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang