Tujuh Belas : Berjuang

74 11 0
                                    


Kembali menata hati itu butuh waktu

☆Kembali menata hati itu butuh waktu☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Caka

Udah sebulan sejak gue dan Naya putus. Kalau ditanya galau pasti jawabannya iya. Gimana nggak galau seseorang yang udah sama–sama kurang lebih lima tahun dan saling memberi support dan perasaan masing–masing tiba–tiba memutuskan untuk berhenti berjuang. Gue tahu walaupun hati gue nggak sepenuhnya untuk Naya. Tapi masih ada rasa sayang yang tersisa untuk dia.

Nggak mudah untuk menghilangkannya dan itu semua butuh waktu. Gue hanya perlu belajar membiasakan diri tanpa dirinya. Pastilah terasa kosong. Hubungan ini kandas begitu aja, tapi gue nggak bakal nyalahin siapapun karena bagaimana pun kisah gue dan Naya memang harus sampai disini. Nggak bisa untuk terus berlanjut, karena dari kita berdua sendiri tidak ada yang mau sama–sama berjuang.

Sekarang fokus utama gue adalah keluarga dan karir. Mama sempat menyayangkan hubungan gue dan Naya yang kandas tapi Mama juga nggak menyalahkan siapapun diantara gue dan Naya. Mama hanya bilang "Nggak apa–apa Cak, dengan kejadian seperti ini bisa kamu ambil hikmahnya bahwa seseorang yang memang tidak ditakdirkan untuk kamu ya pasti akan pergi dengan sendirinya. Kamu hanya perlu menunggu lagi seseorang yang tepat untuk kamu". Itu kata–kata dari Mama yang bakal selalu gue jadiin motivasi.

Kalau urusan karir gue masih fokus di kafe. Seminggu yang lalu gue dan Arka sama–sama daftar kerja di PLTU Batang. Gue memutuskan untuk memanfaatkan ijazah kuliah gue dan mulai kembali untuk merintis karir. Masih dalam tahap pendaftaran dan belum mulai tes tertulis akademik.

Seperti biasa sekitaran jam sembilan kafe buka. Kali ini hanya gue dan Arka yang melayani karena adek gue, Rendy lagi sibuk nugas. Yah biasalah kalau cuma berdua tuh kadang ribet banget melayani pembeli yang jumlahnya tak terhitung.

"Ar, tes tertulis akademiknya kapan sih? Banyak nggak ya yang daftar, peluang diterimanya berapa persen ya kira–kira." Tanya gue kepada Arka.

"Entahlah Cak gue juga kurang tau, itu pembangkit baru jadinya mungkin butuh banyak, lo yakin aja ketrima, karena kalo pikiran lo udah punya mindset bisa pastilah lo usahain sekuat tenaga untuk bisa ketrima, terakhir ya itu doa yang paling ampuh sih." Ucap Arka menasehati gue.

"Iya, gue baru pertama juga sih, semoga aja bisa sampai tahap akhir."
"Aamiin, semoga aja kita sampai tahap akhir ya Cak."

Obrolan kita terhenti ketika beberapa orang masuk kedalam kafe untuk memesan dan salah satu yang bisa gue lihat yang lagi memarkirkan motornya diluar kafe adalah Jeje. Tumbenan dia pagi–pagi sudah boleh keluar sama atasan.

Jeje berjalan memasuki kafe dengan sedikit tergesa. Setelah pertemuan sebulan lalu dimana gue bilang kalau dia cantik. Hubungan gue dan dia perlahan menghangat. Gue inget banget habis gue bilang gitu, Jeje jawab.

"Makasih Cak, haha banyak orang juga bilang gitu. Emang dasarnya Jeje cantik dari dulu. Lo aja nggak mengakui kan?".

GROW OLD WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang