Happy reading!
———
Winter banyak berhenti untuk melihat betapa indahnya bunga-bunga dan tumbuhan-tumbuhan yang ditanam di sekitaran Vanezwetta. Tanamannya memiliki aroma yang sedap meski dihirup selama satu tahun. Kata Winter, aromanya candu. Juga bentuknya cantik.
"Kamu seperti ibu saya," ujar Stefan yang berada di belakangnya. "Menyukai tanaman. Tak peduli tanaman itu hanya berupa daun atau akar. Setiap ibu menemukan tanaman, dia selalu ingin merawatnya."
Setelah mendengarnya, Winter berdiri dan berhadapan langsung dengan Stefan. "Sungguh? Tiba-tiba aku ingin menjadi tanaman yang dirawat oleh ibumu ...."
Stefan tertawa kalem. "Tak perlu jadi tanaman, jadi menantunya pun kamu akan dirawat oleh ibu."
Winter praktis melotot, dia tergagap. "Eh?"
"Ah? Tidak, tidak ada apa-apa kok. Lupakan perkataan saya, dan lanjutkan saja pekerjaanmu melihat-lihat bunga." Stefan memutar kedua bahu Winter ke arah sebaliknya. Winter memasrahkan dirinya di giring ke tempat lain oleh Stefan sebagai pengalihan topik.
Lagi-lagi ia menemukan bunga cantik berwarna merah muda, senada dengan bangunan Vanezwetta. Roses pretty in pink. Winter sedikit menekuk lutut dan mendekatkan wajahnya pada bunga mawar merah muda tersebut. Kemudian mengangkat tangan untuk menyentuh bunganya. Namun Stefan menghentikan gerakannya tiba-tiba.
"Hati-hati, Winter, tangkainya berduri. Saya bisa mencabutkan-nya untukmu jika kamu ingin."
"Ngga—jangan dicabut! Aku cuma ingin menyentuh bunganya, bukan meraih tangkainya atau ingin mengambilnya. Santai saja." Winter menyetop gerakan tangan Stefan yang ingin meraih bunga tersebut.
"Oh, baiklah, maaf. Saya khawatir tanganmu akan terluka. Saya pernah melihat ibu terluka karena bunga mawar, saya tidak ingin itu terjadi padamu." Stefan menunduk sungkan.
Winter tersenyum sambil mengangguk. "Terima kasih, Stef, aku akan hati-hati selanjutnya."
Tak lama setelah atensi Winter kembali ditarik oleh pohon bunga rhodies di petak sana, suara pekikan sekumpulan gadis terdengar dari jarak 10 meter-pintu utama Vanezwetta. Sontak Stefan dan Winter menoleh serempak ke sumber suara di atas sana dan mendapati sekumpulan gadis bergaun mahal sedang memekik. Bersisik. Entah apa yang membuat gadis-gadis itu histeris, tapi mereka menunjuk-nunjuk ke arah Winter dan Stefan. Bahkan beberapa terlihat lemas.
Keduanya saling pandang untuk sesaat, sebelum Stefan mendengar namanya menjadi bahan teriakan gadis-gadis itu. "Ehm, Winter, sepertinya kita harus berpindah tempat. Karena di sini sudah tidak aman. Di sebelah sana ada beberapa taman bunga yang dirawat oleh Bibi Margareth," ujarnya sambil menunjuk arah barat di mana hamparan lapang subur berada. Yang ia maksud dengan taman bunga Bibi Margareth.
Winter mengangguk mengerti kemudian menerima uluran tangan Stefan. Lagi dan lagi, Nate memperlakukannya seperti seorang Ratu. "Terima kasih, Stef."
"Apapun untukmu-"
"WINTER! WINTER! TUNGUINNNN!!!"
Tak ada hujan tak ada badai, mereka dikejutkan lagi oleh sebuah teriakan. Kali ini sumbernya dari Summer yang berlari dari arah bangunan Vanezwetta membuat Winter dan Stefan menoleh ke arahnya. Lantas Summer bergegas lari menghampiri mereka dengan tergesa.
"Pelan-pelan, Summer, nanti jatuh." Winter mengelus punggung Summer sesampainya dia di depannya sambil terengah-engah menetralkan napas. Winter agak khawatir tentang ini, Summer terlalu banyak tingkah, kembarannya itu bisa kelelahan dan jatuh sakit seperti yang dikatakan Vivienne.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPRIKORNUS
Fantasy❝See you at the next eclipse, Winter❞ - KAPRIKORNUS : and the lunar eclipse *** Copyright © 2021 by tearsofirenic All rights reserved.