Happy reading!
---
Suasana kamar lengang, angin malam yang berhembus masuk melalui jendela kamar yang masih terbuka, dingin menerpa wajah Winter yang duduk menghadap ke jendela. Sejuk dan menenangkan. Rasanya seperti kembali pada malam sebelum Winter pulang ke dunianya, namun kali ini rasanya tidak begitu kosong. Hidupnya mulai berwarna sedikit demi sedikit.
"Tadi itu ... tak terduga sekali," gumam Winter sesaat setelah mendudukkan dirinya di pinggir kasur.
Sedangkan Summer tengah berpose di depan cermin, entah untuk apa-apa, itupun tiba-tiba sekali. Saat mereka memasuki kamar Summer, Summer langsung berjalan ke meja rias dan berpose bak seorang model. Winter pernah dengar dari pelayan, Summer ingin menjadi model.
Summer mengangguk menyetujuinya. "Ayah itu aneh dan baik."
Winter tersenyum lembut, matanya menatap kosong ke arah keramik ruangan. Kemudian ia kembali mengangkat kepalanya, menatap bayangan Summer di cermin.
"Oh, ya, ngomong-ngomong napasku agak sesak akhir-akhir ini."
Mendengar pernyataan mengejutkan itu, dahi Summer berkerut, dia langsung berbalik dan mendekat. "Benarkah?" Summer mulai kalut, dia menyentuh dahi Winter. "Astaga! Dahimu panas, apa kamu demam—atau flu? Maafkan aku lengah menjagamu ...."
"Responmu berlebihan. Tenang saja, ini mungkin hanya flu ringan." Winter merespon sederhana, dia terkekeh dan membuatnya seolah terlihat baik-baik saja.
"Tidak, kamu sakit berat. Apakah porsi makanmu kurang? Kenapa ga bilang. Stok makanan di istana ga akan habis, Winter."
"Kamu terlalu over padaku, tenanglah Summer, aku tak apa," kata Winter, menjauhkan telapak tangan Summer dari dahinya yang hangat. "Seumur hidup, aku tak pernah sakit, meski aku bekerja siang malam tanpa henti. Bahkan saat aku hanya makan sekali dalam satu hari, aku tidak sakit. Imunku kuat."
"Demi Tuhan, aku terkejut mendengarnya. Aku tak percaya kau tak pernah sakit. Itu bukan sebuah keajaiban, tapi keanehan." Summer benar-benar tidak percaya, tidak masuk akal jika seseorang tak pernah sakit, semua orang pasti pernah jatuh sakit, Summer bertaruh akan itu. "Tapi buktinya, kamu sakit sekarang, kamu demam, tubuhmu juga lemas."
Kepala Winter bergerak, menggeleng. Lantas Winter semakin tergelak dengan respon Summer yang menurutnya berlebihan. "Ah, tidak juga. Mungkin tubuhku hanya shock. Biasanya aku bekerja keras, dan di sini aku hanya bermain-main, tidak mengeluarkan banyak tenaga."
"Oh, begitukah? Apa pekerjaanmu di sana?" Summer bertanya penasaran.
"Um, pengantar surat, koran, dan paket. Oh, aku juga menjadi kuli bangunan."
"Kuli bangunan?!" Summer bertanya memastikan, yang dijawab anggukan pelan oleh Winter. Summer semakin terkejut. "Kau gila? Kamu masih berumur 17 tahun ...."
"Mau bagaimana lagi, jika aku tidak melakukan itu, aku akan mati kelaparan. Percayalah aku melakukan itu untuk bertahan hidup," jawab Winter sambil mengangkat bahu.
Tepat setelahnya, Summer terdiam, terpaku menatap Winter dengan tatapan tak terbaca. Seolah ada yang menusuk dadanya. Summer terkesiap mengetahui kembarannya telah berjuang keras di dunia yang tak bisa diharapkan. Summer pikir, Winter harusnya menikmati masa muda—sepertinya, Winter harus merasakan jatuh cinta di umur ke 17. Namun Summer langsung paham keadaan Winter. Dunia tidak mendukung Winter untuk mendapatkan belas kasihan. Rasanya tidak adil, Summer mendapatkan kasih sayang dan kebebasan di sini, sedangkan Winter mendapatkan kekerasan dan kekangan di sana, sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPRIKORNUS
Fantasy❝See you at the next eclipse, Winter❞ - KAPRIKORNUS : and the lunar eclipse *** Copyright © 2021 by tearsofirenic All rights reserved.