Happy reading!
---
"Ah, aku merasa deja vu. Isabella dan kalian memiliki sifat yang sama. Halus seperti Winter, perasa seperti Summer, dan cantiknya sama rata."
Summer mendongak. "Mama kenal Bunda Isa?"
Vivienne terkekeh mendengarnya. "Kita adalah teman, Summer." Vivienne sadar ini terdengar jahat bagi Summer yang mungkin saja menganggapnya teman yang telah menusuk dari belakang. Vivienne menikah dengan Niall yang notabene adalah suami dari Isabella temannya. Benar, jahat. Tidak, tapi tidak, tidak semua yang kelihatan adalah yang sebenarnya.
Setelah itu, tak ada yang bersuara lagi. Winter dapat melihat Summer yang hanya terdiam dan enggan menanggapi ataupun tertarik. Winter paham Summer ingin membela Isabella dan mengatakan bahwa Vivienne adalah wanita yang jahat, tapi apa gunanya, Isabella-pun telah tiada-stigma yang didapat Summer. Tapi seluruh jiwa Summer percaya bahwa Isabella masihlah ada. Summer dapat merasakan itu di hatinya. Samar-samar, tapi setiap kali Summer merasa jatuh, dia merasa ada orang yang mendorongnya dan memberikan kekuatan. Summer pikir, siapa lagi jika bukan sosok ibu? Sosok misterius yang bekerja keras di belakang. Bukan Vivienne yang dimaksud Summer, tapi Isabella.
"Apa Mama bisa membantu kami menemukan Ratu Isabella?" Winter berkata pelan, berusaha membuat Summer tidak merasa putus asa lagi. "Maaf menyinggung perasaanmu."
Dan itu sukses. Kelopak mata Summer yang tadinya turun kini terangkat menampilkan sorot mata Summer yang berkilauan sarat akan harapan. Summer melebarkan matanya, menunggu jawaban Vivienne.
Cukup lama Vivienne terdiam memikirkan jawabannya. Akhirnya ia melepas pelukannya, dan beralih menyentuh masing-masing pundak Summer dan Winter. Lantas menurunkan badannya untuk menyesuaikan tinggi badan. Vivienne tersenyum lembut. "Aku minta maaf, aku mungkin tidak bisa membantu kalian karena aku tidak mengerti hal-hal magis untuk sekarang. Tapi mungkin profesor Hudson bisa membantu kalian."
Kening Summer berkedut. "Profesor Hudson sudah pulang?"
Di balas anggukan beberapa kali oleh Vivienne. "Ayo kita ke ruangannya," katanya. Setelah itu menggiring Winter dan Summer ke sana sambil menyentuh masing-masing pundak mereka sebagai bentuk penjagaan.
Dalam batinnya Summer berkata, Vivienne tidak tahu saja siapa dalang di balik kedatangan Winter di Betelgeuse. Dia pun tersenyum culas. Lagipula, memang tidak ada yang tau relasinya dengan profesor Hudson, kecuali Stefan dan Lillian. Summer pernah memberi tahu tujuan dan harapannya pada Stefan, Lillian, dan senja. Senja adalah saksi bisu penderitaannya. Entah berapa kali Summer pergi ke danau saat petang untuk berbagi cerita atau kadang hanya menangis. Hanya saat senja saja Summer merasa ia pantas menangis. Kata Niall juga, Bunda Isa menyukai senja.
Mereka sudah sampai di depan ruangan profesor Hudson. Vivienne memutar kenop pintu dan mendorongnya ke dalam. Pintu terbuka, Vivienne mempersilakan Winter dan Summer untuk masuk lebih dulu.
Summer langsung lari dan berlompat mencari keberadaan profesor di seantero ruangan. Ruangan profesor berantakan dengan buku-buku yang dibiarkan terbuka, juga surat-surat undangan yang tak profesor acuhkan. Sementara Winter, gadis itu diam menatap penjuru ruangan ini seraya menunggu perintah Vivienne ataupun Summer. Winter melebarkan pandangan, ke arah tenggara di mana ia bisa menemukan gudang alat temuan profesor, bagian timur: perpustakaan penuh buku sains bersejarah profesor. Dan bagian barat: tempat penyimpanan artefak sebagai bahan penelitian profesor. Winter tak menyangka isinya akan seluas ini.
"Profesor!" Summer memanggil sang pemilik ruangan, tapi tak ada jawaban. Dia kemudian berlari ke arah barat, area di mana artefak super langka di pajang dengan penjagaan laser, dan beberapa artefak penting lainnya di taruh di rak khusus sebelah kirinya. Summer memelankan langkah di sini, karena profesor bisa marah jika dia merusak atau bahkan mengubah posisi artefak se-inchi pun.
Dia berlari lagi ke arah tenggara, daerah profesor menaruh ribuan barang ciptaannya. Suhu ruangannya berbeda, bagian ini terasa lebih dingin. Profesor membutuhkan kenyamanan untuk pekerjaannya yang satu ini. Summer bisa melihat alat pendeteksi titik presensi yang di buat Profesor. Alat itu berbentuk layar selebar satu meter kali 45 senti dengan sistem layar sentuh. Alat itu terpajang di meja alumunium berwarna putih dalam keadaan menyala. Sebuah bunderan dan titik merah berkedip dalam alat temuan itu menarik atensi Summer. Dia mendekati meja tersebut dan menyandarkan telapak tangannya. Lantas matanya menangkap satu titik presensi yang selama ini ia tunggu eksistensinya, itu adalah titik presensi Winter. Summer berhasil membuktikan teori profesor Hudson sekarang. Satu lagi titik presensi yang ia harap bisa ia timbulkan. Titik presensi Isabella.
Cukup lama Summer mengapresiasi dirinya dalam hati. Sekarang ia tersadar dan langsung melesat ke bagian barat ruangan profesor. Namun karena ia tak melihat siapapun di perpustakaan itu, diapun kembali pada Isabella dan Winter yang mungkin berada di ruang tengah dekat pintu.
Vivienne yang pertama bersuara setelah Summer menghampirinya. "Tidak ada?"
"Iya. Ini kosong." Bahu Summer menurun. "Apa dia benar-benar sudah pulang?"
"Harusnya keretanya tiba sore ini-"
Ucapan Vivienne terpotong oleh suara pintu berderit. Sontak ketiganya menoleh ke sumber suara. Winter menemukan sosok pria setengah abad menggunakan coat tebal berwarna cokelat, lengkap dengan kacamata tebal yang bertengger di batang hidungnya, dan seorang lelaki jangkung yang muda nun tampan membawa dua tas penuh. Itu adalah profesor Hudson dan Stefan, mereka memasuki ruangan bergantian.
Profesor Hudson menghentikan langkahnya ketika melihat Vivienne, Summer dan Winter, lantas menolehkan kepalanya pada Stefan. "Eh? Apa kita salah ruangan, Stefan?"
"Hm?" Stefan ikut berhenti-menahan beban di kedua lengan-dan menatap profesor heran. Lantas netranya bergeser ke tengah ruangan di mana tiga orang perempuan sedang menatapnya juga. Stefan langsung mengerti, ia bernapas lega dan berjalan melewati profesor setelah sebelumnya memberitahu profesor. "Tidak, Ayah. Ini ruangan Ayah. Ruangan Ayah sedang kedatangan tamu, sebaiknya kita menyambut mereka dengan baik." Stefan berhenti beberapa langkah di depan mereka, membungkuk sejenak kemudian berbelok untuk menaruh tas koper milik ayahnya yang sangat berat, ia merasa tangannya hampir putus.
Sementara itu, profesor berjalan pelan mendekati Vivienne, Summer dan Winter, karena ia merasa ada yang aneh dengan atmosfer ini. Profesor tidak mengerti kenapa jantungnya berdegup kencang, kakinya gemetar dan lidahnya kelu. Dia pun menatap wajah mereka satu-satu. Vivienne dan Summer tersenyum ketika profesor menatapnya, namun tidak dengan Winter, gadis itu terlihat gugup dan menurunkan pandangan ketika matanya bertemu dengan profesor Hudson. Winter menggigit bibir dalamnya dan mengeratkan genggaman Summer.
Profesor baru saja tertampar satu fakta yang mengandung ambiguitas. Kini ia menatap Summer.
Summer yang mengerti situasi ini sontak merangkul pundak Winter dan tersenyum lebar. "Ini Winter, profesor. Titik presensinya sudah muncul."
---
To be continued!
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPRIKORNUS
Fantasía❝See you at the next eclipse, Winter❞ - KAPRIKORNUS : and the lunar eclipse *** Copyright © 2021 by tearsofirenic All rights reserved.