Jangan lupa vote dan comment nya!
Selamat membaca 🤪🤪🤪
.
.
.
Jiyoung tertegun sejenak menyadari kekalutan serta kegaduhan bersimpang siur bertamu pada pikirannya lalu bergantian pada benaknya–bersemayam dengan nyaman menguasai sang empu sedari tiga jam yang lalu. Jiyoung pun tidak mengerti sejak kapan menjajahkan buntalan duduknya diatas kursi putih, di depan hadapan ramyeon kelewat lembek dan bengkak bagaikan babak belur habis dihajar oleh segerombol preman pasar. Wow, jika dipikir pikir Jiyoung hebat juga. Bisa tidak sertifikat Rekor Muri dengan kategori melamun dalam jangka terlama diserahkan kepada Jiyoung saat ini juga? Tidak, tentu saja tidak ada yang seperti itu. Setidaknya dia harus menghembuskan nafas kelegaan mendapati sang ingatan kembali pulang kepada dirinya, sebelum fajar merebut kembali posisinya menggantikan kegelapan malam terbodoh–bagi Jiyoung.
Belum genap tiga puluh detik Jiyoung menyerahkan tulang belakangnya nyaman pada sisi sandaran kursi itu, dirinya kembali terjingkat. Notif yang sedari tadi bergerak menari menampakkan diri pada permukaan persegi panjang digital milik Jiyoung berhasil memusatkan atensinya–dua puluh panggilan tak terjawab dan delapan pesan masuk dari sang Ayah.
"Ahh sial! Bersyukur apanya, aku melewatkan kelas les pribadiku. Appa pasti akan kembali memukulku" ucap Jiyoung merutuki dirinya sendiri seraya mengimajinasikan mimik muka sang Ayah yang mungkin saat ini serupa dengan tokoh kartun burung Angry Bird "Kenapa kau bodoh sekali sih, Ji"
Jiyoung pun mengehentikan tangannya sendiri yang sejak beberapa saat lalu tak cukup sekali dua kali megacak acak surai panjang berwarna gelap sedikit kecoklatan miliknya. Dengan cekatan Jiyoung berniat mencari pertolongan lanjut meraih persegi panjang digital miliknya yang berwallpaper Boy Group Korea kesukaannya. Maka setelah mengurutkan daftar nama kontak yang ada, Jiyoung pun berhasil menghentikan gerakan telunjuknya yang sedari tadi bergerak cepat menggeser layar digital dari bawah ke atas, memusatkan fokusnya pada satu nama. Park Jimin.
"Haruskah aku minta tolong padanya? Ah yang benar saja, kita baru saja bertengkar" gumam Jiyoung sekaligus meletakkan pasrah kepalanya di atas meja berbentuk lingkaran itu.
Bak seorang pelaut yang tersesat kehilangan arah di tengah hamparan luasnya samudra saat berlayar, begitu pun dengan nasib Jiyoung saat ini. Menggelorakan dengan bangga bendera putih miliknya–mengaku kalah dan menyerah akan keadaan yang menimpanya saat ini, kemudian merajuk harap agar seseorang dapat menyadari bendera semu miliknya itu lanjut memberikan pertolongan pertama. Entah bagaimana, tetapi sepertinya Dewa Shichi Fukujin kebetulan sedang lewat saat itu. Melihat salah satu hambanya sedang putus asa dan kehilangan arah lantas menunaikan tugasnya mendengarkan dan memberikan sedikit keberuntungannya pada Jiyoung si malang.
"Jiyoung? Apa yang kau lakukan disini? Eoh, kenapa kau masih pakai seragam? Apa kau tidak pulang?" runtutan pertanyaan menguar begitu saja dari mulut seorang lelaki bertubuh jangkung berwajah tampan yang mungkin turun dari kahyangan, sedangkan Jiyoung sudah jelas mengenal sosok tersebut dari suara baritonnya tanpa menolehkan sedikitpun kepalanya ataupun pandangannya. Tak mendapat gubrisan, lelaki itu lanjut menyeringaikan senyum balok memikat khas miliknya "Aigoo sebegitu galaukah dirimu ditolak Jimin sampai sampai tidak tau waktu dan lupa arah jalan pulang?"
"M–mwo?! Jangan mengarang ngarang cerita, Tae. Aku kesini untuk..." refleks Jiyoung seraya menengadahkan pandangannya pada sosok lelaki tersebut. Menjeda sejenak hendak mengais satu yang logis dari puluhan daftar alasan di dalam otaknya "...untuk makan ramyeon!"
"Memang ada ya orang yang makan ramyeon lembek dan dingin seperti ini?" balas Taehyung lanjut memindahkan tatapannya dari ramyeon menuju Jiyoung "Kalau ada, pasti orang itu aneh"
"Tentu saja ada! Dan kalau aku aneh memangnya kenapa?!" gagas Jiyoung dengan nada kekesalan yang sedikit di naikkan oktafnya. Harus sabar memang jika sudah berdebat dengan Taehyung.
"Tidak heran juga sih, memang sudah aneh dari dulu" kata Taehyung lalu mendudukkan bokongnya diatas kursi berhadapan dengan sang lawan bicara.
"Lebih aneh mana dengan orang yang memakai kacamata hitam di malam hari?" lawan Jiyoung seraya menarik kedua sudut bibirnya keatas, menunjukkan segala besar hati akan mahkota kemenangan yang ia raih bertengger diatas pucuk surainya.
"Aku memakai kacamata ini supaya wanita wanita tidak menjerit melihat ketampananku, Ji" tutur Taehyung dengan segala overload self confident pada dirinya. Lantas menggapai masing masing gagang kacamata untuk menyapu bagian depan surai berwarna gelapnya itu sehingga terpampang jelas sang jidat paripurna.
"Astagaa, percaya diri sekali. Lagipula yang tampan itu wajah Tae, bukan mata" tidak heran, teman anehnya ini memang selalu berhasil membuatnya tertawa.
"Eoh? Berarti kau baru saja mengaku jika wajahku tampan? Syukurlah, kukira matamu rabun selama ini"
"Diamlah Tae, pergilah. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu"
"Baiklah nona ramyeon lembek, aku pulang. Ini sudah malam, berhati hatilah jika ada sosok putih yang menghapirimu sebentar lagi" celoteh Taehyung dengan nada sedikit menggoda lanjut serentak melangkahkan kakinya menjauh dari bingkaian wanita berseragam sekolah itu.
"Tae tunggu!"
"Apa lagi? Baru saja diusir sekarang malah memanggilku, jangan jangan kau tak–"
"Bolehkah aku menginap dirumahmu malam ini?"
-bersambung-
Dadah floryy, wait for me on next chapter as soon as possible! Mwa
Thank you for your vomment :)
Best regards,
Flo.
KAMU SEDANG MEMBACA
FROM DUSK TILL DAWN : of my life
Fanfiction[ON GOING STORY] "Aku ingin menjadi ombak yang hangat, tapi kenapa aku tidak mengenal bahwa kamu adalah Samudra" BTS - Best of me start : 250221 Note : Cerita yang ditulis tidak sesuai menurut aturan PUEBI Object cover by @darr_choi