2 - 9

65 30 2
                                    

Heli kembali berputar-putar seperti semula. Pilot melepaskan beberapa peralatan yang terpasang ditubuhnya. Ia membuka batasan ruang kendali dan penumpang. Netra keenam semua teralih kepada pria itu. Ia menggeleng lemah.

"Mereka berhasil meretas sistem kendali heli ini dan membuat heli ini berputar-putar di udara, itu artinya kita dalam bahaya," Athar maju selangkah.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan?"

"Menunggu bahan bakar habis dan kita akan terjun bebas ke laut," kata Brown, ia melepas sabuk pengaman yang melekat ditubuhnya. Mola menangis, ia mengacak rambutnya frustasi. "Jangan panik, kita harus tetap tenang,"

"Apa maksudmu tetap tenang?! Kami dalam bahaya sekarang! Dan kau malah menyuruh tenang!" Mola berteriak kesal.

"Hei, jangan menangis," kata Bentala menenangkan.

"Jangan menangis?!" Mola maju selangkah, ia menatap wajah lelaki itu sengit. "Kita dalam bahaya Bentala!"

"Ya, Aku tahu itu, tetapi dengan menangis kita tidak dapat merubah segalanya," Bentala mundur dari pijakannya menjaga jarak dari wanita itu.

"Seka air matamu itu Mola," Orion maju mendekat ke arah Brown. "Jadi, kemungkinan kita selamat berapa persen?" tanyanya.

"Seratus persen, heli ini terbang tidak terlalu tinggi jadi tidak akan membuat benturan yang cukup keras untuk kita," Brown berdehem sejenak. "Kita akan selamat jika tetap tenang, Nona jangan menangis,"

Pilot keluar dari ruang kendali. "Kembali ke tempat duduk kalian, heli akan jatuh lima menit lagi, Aku akan memberi aba-aba dengan menghitung mundur. Benturan yang terjadi ketika heli ini jatuh tidaklah cukup keras, tetap sadar dan jangan pingsan! Setelah heli ini masuk ke dalam laut lepas sabuk pengaman kalian dan berenang ke atas. Tetap tenang dan berdoa kepada Tuhan, semoga kita selamat." Ia memutar balik tubuhnya, kembali menutup pembatas antar ruang kendali dan penumpang.

Mereka kembali ke tempat duduk. Orion memejam sejenak, kilasan peristiwa dengan Ayahnya kembali beputar begitu saja. Ia tersenyum dan menyadarkan kembali otaknya. Memakai sabuk pengaman dan terus merapalkan doa kepada yang Maha Kuasa. Taksa dan Bentala tak henti-hentinya memanjatkan doa, berharap mereka masih hidup setelah kejadian ini, semoga.

Dengung mesin semakin melemah dengan berjalannya waktu. Mola meremas kedua tangannya kuat-kuat, ia membuka mata lebar-lebar, wanita itu harus tetap sadar.

"Satu menit lagi heli akan jatuh, jangan sampai pingsan! Tetap sadar!" terdengar pemberitahuan dari pilot. Membuat peluh membasahi badan mereka, antara takut tidak selamat. Orion menatap lurus ke depan.

"Lima, empat, tiga, dua, satu," heli meluncur dengan bebas. Orion mengeratkan pegangannya ke sabuk pengaman, ia terus berusaha untuk tetap sadar. "Tetap sadar! Jangan sampai ada yang pingsan!" Orion memejamkan matanya untuk sekali lagi, ia merasakan isi perutnya tertarik ke atas.

Dentuman keras terdengar, Orion membuka mata tangan kirinya bergerak lincah untuk membuka sabuk pengaman. Heli semakin masuk lebih dalam ke laut. Semuanya panik setengah mati. Orion bergerak turun dengan hati-hati, ia mencoba membuka pembatas. Retakkan terdengar, membuat Orion semakin panik. "Sialan!" Ia mengumpat kesal saat merasakan air sudah mulai keluar dari ruang kendali. "Kalian kemari! Mereka masih terjebak di dalam! Jangan buka pintu helinya sebelum mereka keluar, atau kita akan tersedot!"

Brown mendekat mencoba mendobrak pintu yang macet, sedangkan Athar mencoba memasukkan jari-jarinya di sela-sela pintu. "Ya Tuhan bantu kami!" Mola berteriak frustasi.

"Mundur! Akanku dobrak!" Brown dan Orion mengambil ancang-ancang untuk mendobrak dalam hitungan ketiga keduanya menabrakan diri mereka ke pintu pembatas, air mengalir semakin deras ketika pintu terbuka, pilot dan kopilot tampak menahan nafas dari dalam air. "Tarik keduanya! Cepat! Atau kita akan mati konyol di sini!" Orion menarik salah satu di antara mereka sedangkan Brown menarik kopilot dari dalam air.

"Buka pintu helinya!" teriak Mola. Ketiga segera bergerak cepat membuka pintu tersebut, air semakin meninggi. "Oh tidak Tuhan!" katanya.

Pintu terbuka, semuanya berenang dengan ke atas, meninggalkan heli yang jatuh lebih dalam. Sedangkan Orion serta Brown membantu pilot dan kopilot untuk berenang ke atas. Mereka hampir kehabisan nafas karena terlalu berada di dalam air. Orion terus bergerak ke atas, ia menoleh ke bawah melihat helikopter yang mereka tumpangi tadi semakin jauh tenggelam. Kepala Orion muncul lebih dulu dan diikuti oleh mereka semua, mengambil nafas dalam-dalam untuk mengisi ke paru-paru, lelaki itu sudah melepaskan tangannya dari lengan pilot.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang? Pesisir pantai masih jauh." Mola mentapa sekelilingnya dengan lemah. Matanya berbinar ketika melihat pangkalan penelitian Jasson yang berdiri tegak di antara lautan.

"Kita tidak bisa ke sana, angin pagi ini sangat kencang, jika kita mendekat ke pangkalan kemungkinan besar kita akan terseret arus, satu-satunya jalan adalah berenang ke daratan," ucap Brown disela-sela nafasnya. Mola melotot ke arah lelaki itu berenang.

"Mustahil! Coba kau lihat, ke sana, apa kau melihat daratan?! Pesisir pantai masih sangat jauh!" Sejauh mata memandang hanya ada langit biru, dan ombak yang saling beradu. Mereka terombang-ambing di tengah-tengah lautan.

"Tenangkan temanmu itu." Brown memutar tubuhnya ke arah pesisir pantai berada. Ia menyipitkan matanya berusaha melihat lebih jauh lagi, namun ia hanya melihat lautan. Wanita itu benar, mustahil jika mereka bisa berenang sampai ke pesisir pantai.

"Mola, tenanglah, kita hanya perlu berenang, kau penyelam bukan? Aku tahu kau dapat berenang dengan cepat untuk mencapai pesisir pantai," kata Athar.

Mola tertawa sumbang. "Aku memang penyelam, tapi mustahil bagiku untuk berenang sejauh itu." Wanita itu memalingkan wajahnya.

Orion menatap ke dalam laut, ia tak dapat melihat helikopter yang mereka tumpangi, menengadah kepalanya ke atas menatap langit biru yang membentang luas. Mereka benar-benar terombang-ambing. Pekikan Mola membuat Orion beralih menatapnya.

"K-kenapa ka--" nafas Athar tercekat ketika mengikuti arah pandang wanita itu. "Oh tidak! Berenang! Ada sesuatu yang mendekat ke arah kita dengan pusaran!"

"Sialan!" Orion mengumpat, ia menarik lelaki yang berada di sampingnya dan mulai berenang ke arah pesisir pantai, tempat di mana mereka datang. Kakinya terus mendorong air, pusaran di belakang semakin cepat mendekat, sedangkan yang lainnya sudah berenang lebih dulu, mereka berada di depan keduanya. "Jangan mati konyol di sini Orion! Kau akan ditertawakan!" Lelaki di sampingnya menatap aneh Orion, pilot itu terus mendorong kakinya, ia bersusah payah untuk tetap berenang walaupun ia merasa tenagannya sudah habis terkuras karena keluar dari dalam heli tadi.

"Kau duluan saja Orion, Aku bisa berenang sendiri." Pilot itu memandang lesuh ke arah pusaran dan sesuatu yang berenang di bawah mereka.

"Tidak Pak, kau belum kuat untuk berenang sendiri." Orion terus mendorong kakinya, berusaha agar tetap berenang.

Taksa berenang mendekat ke arah keduanya, ia mengambil lengan kanan sang pilot dan menaruhnya dibahu kanan. "Renang lebih cepat Orion! Makhluk sialan itu berada di belakang kita!"



[ M A R I A N A  T R E N C H ]



Terimakasih telah membaca cerita ini, saya tahu cara kalian menghargai seorang penulis. Luangkan waktu sejenak untuk meninggalkan jejak berupa bintang-🌟 itu akan sangat membantu saya dalam berkarya. Jangan mengcopas cerita ini, saya tidak mengizinkan siapapun untuk mengcopas cerita saya. Terimakasih.

Rabu, 31 Maret 2021. [Draf]

Minggu, 4 April 2021. [Publish]

Mariana Trench [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang