3 - 18

97 26 2
                                    

Langit malam menaungi samudra, riak-riak air menghantam kapal besi dengan kekuatannya. Angin malam berhembus kuat menerpa apa saja yang ia lewati. Bintang-bintang bertebaran menghiasi angkasa, kelap-kelip bintang membuat siapa saja yang melihatnya akan terkagum. Suara ombak saling bersahut-sahutan membuat satu kesatuan irama yang menenangkan bagi pendengarnya.

Edgar dibawa secepatnya kembali ke pangkalan untuk menjalani berbagai tes kesehatan. Ia menderita penyakit dekompresi, karena berenang di tekanan yang kuat. Gejala-gejala yang rasakannya setelah keluar dari palung membuat ia harus segera ditangani dengan serius sebelum terlambat. Dalam kondisi terparah dekompresi dapat menyerang sumsum tulang belakang/otak dan menyebabkan kematian.

Kiel, sudah menjalani perawatan, luka sobek yang terdapat pada pelipisnya sudah dijahit. Keadaannya makin membaik. Mereka semua kembali ke pangkalan penelitian untuk membahas apa yang terjadi beberapa jam yang lalu. Gwen dan Luce sudah mengumpulkan beberapa vidio dan mengirimkannya pada Jasson. Dan untuk jari telunjuk makhluk itu sudah Orion simpan pada tempatnya.

"Makhluk ini adalah penghuni palung mariana, kurasa ia tak suka kehadiran kita," kata Kiel.

"Dia manusia," Orion berdehem sejenak. "Yang bermutasi. Ada orang yang sengaja membuang mutan ke palung,"

"Keperluan penelitian," ucap Athar. "Mutan bukan manusia biasa, ia lebih mirip seperti monster. Gigi-giginya juga berbeda dari manusia, warna tubuhnya. Simpelnya seperti zombi tapi lebih mirip monster. Kau tahu tentang ini Jasson?"

Jasson diam sejenak, menatap kru-krunya secara bergantian. "Tidak. Tahun lalu kru-kruku juga melakukan misi untuk mengeksplor palung tapi kami tidak menemukan mutan,"

"Kuharap kau tak berbohong tentang ini. Mutan yang kita lihat tadi benar-benar berbahaya. Bagaimana jika di menyerang manusia ke darat?"

"Jangan sampai itu terjadi,"

Guyuran air hangat mengalir membasahi setiap inci tubuh membawa kotoran bersamanya. Orion diam menatap kaca di depannya, ia mulai meregangkan otot-ototnya yang mengalir dari pancuran besi.

Mengambil kaus oblong dan memakainya, pikirannya berkelana ke mana-mana, memikirkan mutan membuat otaknya hampir pecah. Koper-koper miliknya sudah diambil oleh suruhan Jasson, tim OCIO I akan tinggal sementara di pangkalan penelitian. Pagi ini mereka akan menabur bunga disekitar tempat jatuhnya heli. Keluarga Thomas sudah dikabarkan, omong-omong istrinya sempat pingsan mengetahui suaminya telah tiada. Rasa bersalah kembali menyeruak dalam dirinya, sesaat Orion bergeming, memikirkan bagaimana mutan itu menarik Thomas ke dalam laut.

Walau sudah beberapa kali Taksa yakinkan dirinya bahwa ia tak salah tetap saja ia tak bisa tenang. Mengusap wajahnya gusar, kaki jenjangnya membawanya keluar kamar. Mereka akan menabur bunga lewat udara dengan heli, hal yang baru bagi Orion.

"Pakai sabuk pengaman, dan perhatikan apa yang pilot sampaikan,"

Orion terdiam, menatap keranjang bunga yang ia pegang. Hatinya menangis, memikirkan istri Thomas dan anak-anaknya.

"Hei, tak apa. Ini bukan salahmu," itu suara Mola. Orion mengangguk walaupun ragu dengan apa yang wanita itu katakan.

Heli terbang rendah, pintu heli dibuka. Orion dan Athar yang lebih dulu menabur bunga. Jasson dan Nobal menaiki heli yang berbeda dengan tim OCIO I, sedangkan keluarga Thomas juga memakai heli yang berbeda dengan keduanya. Setelah ucapan perpisahan diucapkan, heli terbang balik ke pangkalan.

Bayangan Thomas yang sedang tersenyum melintas dibenaknya. Jasson terdiam beberapa saat sampai bersuara. "Selamat jalan teman, terimakasih telah mengabdi pada OCIO jasamu akan selalu dikenang, dari teman lamamu. Jasson." Nobal menepuk pundak Jasson memberi kekuatan padanya.

"Dia sudah tenang di sana. Kita hanya perlu membalas budinya dengan setahun sekali menabur bunga di tempat itu," Jasson mengangguk menanggapi Nobal.

"Akanku lakukan,"

Orion menatap jari telunjuk mutan yang ia ambil. Menarik nafas dalam-dalam, ia memasukkannya kembali dan menelfon Taksa untuk meminum secangkir kopi bersama. Ikan-ikan lalu-lalang di depan kaca transparan. Taksa dan Orion memegang secangkir kopi yang mereka bawa dari Indonesia. Menyeruput sedikit dan kembali menikmati alam bawah laut.

"Selanjutnya apa yang akan kita lakukan?" Orion terdiam sejenak, tak tahu harus membalas apa. Memutar tubuhnya dan menengadah ke atas menatap lampu yang tertempel di atas sana.

"Akanku pikirkan nanti," jawabnya seadanya. Orion mengejang ketika Taksa menariknya untuk bersembunyi di balik karton-karton yang tersusun rapi ke atas. "Ada apa?!" pekik Orion. Taksa menyuruhnya untuk diam dan menunjuk ke depan.

"Mutan," katanya. "Dia ada di sini," lanjut Taksa.

"Untuk apa dia ke sini?!" ucap Orion setengah berbisik, netra hitam legamnya menatap mutan yang berenang ke sana ke mari, seperti menganalisis lingkungan barunya.

"Mengenal lingkungan baru,"

"Lihat pipinya ada tanda di sana," Orion terpaku pada tanda yang tercetak jelas di pipi kanan makhluk itu.

"Mengerikan. Seperti dicetak, kau pernah melihat tandanya?" Taksa berdesis, ia ngeri sendiri melihat tanda itu.

"Aku tidak tahu,"

"Apa ada tanda yang sama dipipi mutan yang menyerang kita kemarin siang?"

Orion menggeleng. "Sepertinya tidak,"

"Oh tidak. Mutannya ada dua,"



[ M A R I A N A  T R E N C H ]



Terimakasih telah membaca cerita ini, saya tahu cara kalian menghargai seorang penulis. Luangkan waktu sejenak untuk meninggalkan jejak berupa bintang-🌟 itu akan sangat membantu saya dalam berkarya. Jangan mengcopas cerita ini, saya tidak mengizinkan siapapun untuk mengcopas cerita saya. Terimakasih.

Minggu, 4 April 2021. [Draf]

Minggu, 4 April 2021. [Publish]

Mariana Trench [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang