3 - 11

63 29 0
                                    

Athar dan lainnya menggunakan kaus putih biasa dan celana jeans. Mereka dikumpulkan di ruangan yang sama ketika mereka mengikuti meeting dengan Jasson Vescovo. Nobal ingin membicarakan sesuatu dengan tim OCIO I.

"Jasson terpaksa menggunakan tim cadangan untuk ekspedisi ini. Kalian tidak datang hingga jam tujuh, membuatnya terpaksa untuk menggunakan rencana B. Sekarang mereka sedang berada di kapal PMJ. Kita akan ke sana dengan speedboat. Lima menit lagi kita akan berangkat." Kelimanya mengangguk. Nobal Risto keluar dari ruangan. Helaan nafas keluar dari mulut Athar, ia duduk dikursi dan mengusap wajahnya gusar.

Mola tersenyum kecut, ia menengadah ke atas mencegah air matanya keluar. Taksa menatap sepatu hitam yang dipakainya, sedangkan Bentala menatap kosong ke depan, ia seperti manusia tanpa roh.

"Setidaknya kita adalah bagian dalam ekspedisi ini. Ayo, lima menit lagi kita akan berangkat," ucap Orion dengan tenang, walaupun dilubuk hati yang paling dalam ia kecewa.

"Rasanya ingin menangis saja!" Taksa menelungkupkan wajahnya.

"Bukan kau saja yang ingin menangis, Aku juga tahu!" Athar membalas kesal, entahlah ia ingin sekali merusak benda yang berada di dekatnya.

"Tak apa. Mungkin ini bukan rezeki kita," kata Bentala. Lelaki itu berdiri. "ayo, kalian tak ingin melewatkan bagaimana mereka masuk ke dalam palung itu bukan? Aku duluan." Bentala tersenyum, ia menepuk pundak Taksa dan berjalan keluar lebih dulu meninggalkan mereka.

"Sok kuat." Athar tertawa sumbang. "seperti yang Orion katakan tadi, setidaknya kita adalah bagian dari ekspedisi ini. Ayo!"

Speedboat melaju membelah lautan biru menyala karena terpantul cahaya matahari. Mereka menuju ke arah barat Samudra Pasifik. Orion melamuni buih-buih air yang memanjang di belakang mereka. Ia memutar tubuhnya menghadap ke depan, kapal PMJ menjulang tinggi ke atas. Membuatnya setengah menganga.

"Mewah."

Setelah naik ke dalam kapal, mereka langsung dipertemukan dengan Jasson. Gurat kecewa nampak jelas dari wajahnya. Athar tersenyum masam membalas ekspresi lelaki itu. Kelimanya di bawa ke salah satu ruangan kapal PMJ. Layar-layar monitor menampilkan gambar tiga orang lelaki yang duduk dikursi kendali kapal selam. Orion menyipitkan kedua matanya, ia merasa kenal dengan ketiganya.

"Peluncuran PTJ kurang dari lima belas detik," wanita berkulit gelap itu tampak memberi aba-aba.

"Gwen? Kita siap?" Lelaki itu mengangguk sambil memberi jempol ke arah Jasson.

"Kita siap untuk menyelam." balas Gwen. Jasson tersenyum dan melipat kedua tangannya didada.

"Ambil ini." Nobal datang dengan membawa alat komunikasi yang terhubung langsung dengan tim cadangan. Orion memasangkan alat itu ditelinga kanannya.

Kapal selam PTJ diluncurkan ke dalam laut. Riak-riak air menyambut kapal selam berwarna kuning itu. Lekungan diujung bibir Kiel Smith terbit, membuat kedua temannya saling bertos di balik tubuhnya.

"Sistem bersiap untuk turun." Suara wanita kerobot-robotan terdengar dari ruangan monitor, membuat Orion tersenyum masam. Kiel meluncurkan kapal selam dengan menekan tuas kendali ke depan. "PTJ berhasil diluncurkan." Suara robot kembali terdengar. Kapal selam PTJ sudah diluncurkan. Kiel Smith memegang kendali kapal selam. Ia menyeka peluh yang keluar dan melepaskan tuas kendali.

"Kita berhasil men!" katanya. Dia adalah Edgar Moore. Lelaki itu tertawa kecil, membuat tulang pipi menghimpit kedua matanya sampai memejam sedikit. Athar membuang wajahnya, ia menatap keempat temannya bergantian. Menghela nafas pasrah dan kembali melihat ke layar monitor, tempat ketiganya sedang asik terbahak karena berhasil meluncurkan kapal selam.

Entah apa yang lucu. Pikir Athar.

Tubuh tegap Jasson berbalik ke arah kelimanya, menatap mereka secara bergantian. "Kita perlu bicara." Kaki jenjang miliknya berjalan ke arah pintu dan diikuti oleh Nobal. Orion menghela nafas pasrah, dan mengekori keduanya.

Ruangan dengan warna kelabu mendominasi, sofa-sofa ditata rapi. Lukisan-lukisan dipajang di dinding kapal. Jasson dan Nobal duduk di sofa yang sama, sedangkan tim OCIO I duduk di sofa yang berbeda. Orion melipat kedua tangan didadanya, menatap sepatu hitam yang dipinjamkan. Mereka larut dalam diam, sampai Nobal bersuara.

"Heli 55JV jatuh tidak jauh dari pangkalan penelitian, ada yang membajak sistem kendali helikopter," Nobal berdehem sejenak. "Thomas tewas dalam kejadian mengerikan itu, ia kehabisan nafas. Mereka menyelamatkan diri dengan berenang ke pesisir pantai."

"Dimana mayat Thomas?" tanya Jasson. Orion dibuat gelagapan, ia belum memberitahu tentang itu. Matanya lari ke mana-mana memutar otak untuk mencari alasan yang tepat.

"Mayatnya masih berada di helikopter, kami tidak sempat menyelamatkannya karena heli telanjur jatuh terlalu dalam ke lautan." Brown muncul dari ambang pintu dan duduk di salah satu sofa di ruangan.

"Besok, kita akan mengabari keluarga Thomas." kata Jasson. "kita juga akan menaburi bunga di tempat heli itu jatuh setelah eksplorasi ini. Tolong kabari Davis besok,"

Brown mengangguk. "Akanku kabari,"

Orion dan Athar kembali lebih dulu ke ruangan monitor. Taksa, Bentala dan Mola sedang mencari angin di luar. Tubuh tegapnya memandang ke lautan biru. Kilasan peristiwa tragis itu kembali berputar seperti kaset rusak, Taksa menggelengkan kepalanya membuang jauh-jauh kejadian itu. Derap langkah terdengar kian dekat dengan tubuhnya.

"Kau dan Orion berhutang penjelasan untuk kami." suara bariton Bentala terdengar dari balik tubuhnya. Tubuh tegap Taksa berbalik, menatap keduanya bergantian.

"Akanku jelaskan setelah eksplorasi ini berakhir."



[ M A R I A N A  T R E N C H ]



Terimakasih telah membaca cerita ini, saya tahu cara kalian menghargai seorang penulis. Luangkan waktu sejenak untuk meninggalkan jejak berupa bintang-🌟 itu akan sangat membantu saya dalam berkarya. Jangan mengcopas cerita ini, saya tidak mengizinkan siapapun untuk mengcopas cerita saya. Terimakasih.

Jumat, 2 April 2021. [Draf]

Minggu, 4 April 2021. [Publish]

Mariana Trench [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang