3 - 16

66 27 1
                                    

Kapal selam bergerak naik ke atas. Kiel sudah semakin membaik walaupun kepalanya masih terasa pusing. Ia bersandar pada dinding kapal. Menengadahkan kepalanya ke atas, menatap lampu yang menerangi kapal selam. Kiel terkesan dengan desain kapal selam PTJ 02 yang berbeda dengan kapal selam PTJ yang ditumpanginya beberapa jam lalu.

Johnson tertidur di lantai kapal, ia terlihat meringkuk, melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya. Sedangkan Edgar sedang mengamati tim OCIO I.

"Aku ingin menanyakan sesuatu kepada kalian," ujar Edgar.

"Katakan saja," kata Athar, ia sibuk melihat-lihat alat di depannya.

"Kenapa kalian terlambat ke pangkalan?" aktifitas tim OCIO I terhenti, mereka saling tatap. Athar menghela nafas dan mengeluarkannya dari mulut. "heli kami jatuh," jawab Athar seadanya.

Edgar melotot. "Bagaimana bisa jatuh?!"

"Sistem kendali heli dibajak," kata Orion.

"Siapa yang meretas sistem kendali kalian?" tanyanya lagi.

"Tidak tahu," jawabnya lagi. Edgar manggut-manggut.

"Bagaimana bisa kalian sampai ke sini tanpa luka apapun?" tanya Kiel.

"Kami berenang dari tempat heli itu jatuh ke pesisir pantai. Thomas--pilot yang membawa kami tewas dalam kejadian tersebut, dia kehabisan nafas," kata Orion. "kami dijemput Nobal dan dibawa ke sini,"

"Aku turut bersedih atas kepergian Thomas,"

"Ya, terimakasih,"

Keduanya sama-sama terdiam, hanyut dalam pikiran masing-masing. Suara bising dari kapal mengisi gendang telinga. Kapal selam melaju dengan cepat. Mola sibuk mengamati ketiganya secara bergantian.

"Seratus meter dari permukaan laut," kata Lepez. Athar mengangguk, lelaki itu merapikan bajunya dan kembali duduk ke kursi. Athar memicingkan mata ketika sesuatu bergerak mendekat ke arah kapal selam mereka.

"Kita akan sampai!" Mola memekik kegirangan. Athar mengangkat satu tangannya menyuruh Mola untuk diam.

"Ada yang mendekat," katanya.

"Jangan makhluk itu lagi," ucap Edgar. Netranya tetap fokus ke arah radar, pergerakannya kian mendekat hingga sampai pada titik merah ditengah. Athar menajamkan indera pendengarannya, ia tak mendengar apapun. Lelaki itu menoleh ke Orion, dan mengkodenya untuk memeriksa keadaan di luar melalui jendela.

Orion bangkit dan berjalan ke arah jendela bulat yang terpasang. Ia mendekat ke lubang itu, menatap keluar, matanya menyipit mencoba melihat lebih jauh lagi. Detik berikutnya sosok makhluk itu muncul tepat di depan jendela, membuat Orion tersentak dan mundur beberapa langkah. Wajahnya terlihat jelas, mirip seperti zombi. Wajah yang membengkak, mulut yang terbuka lebar di depan jendela sekan ingin memakan Orion hidup-hidup.

"D-dia berada di sini!" Orion mundur, menjauh dari makhluk pucat itu. "ambil kain atau apapun yang bisa dipakai untuk menutup jendela!" Bulu kuduknya meremang.

"Dimana?! Bagaimana bisa?!" Mola memekik dari tempatnya, detik berikutnya terdengar dentuman dari luar, makhluk itu memukul kaca dengan keras.

"Kita dalam bahaya," Taksa maju, dan menutup jendela dengan kain yang ia bawa, entah dari mana ia mendapatkannya. Perlahan pukulannya melemah. Taksa menjauh dari sana.

Sebuah tarikan dari bawah kapal membuat kapal besi sedikit oleng. Kapal ditarik ke bawah oleh makhluk itu.

"Kita terjebak!" Athar menekan tombol kecil di alat yang terpasang ditelinganya. "Jasson, kami dalam bahaya. Makhluk itu menarik kapal selam kami kembali ke bawah. Aku dan Orion akan membuat rencana baru agar kita bisa sampai ke permukaan dengan selamat," Athar bangkit dari duduknya, ia membuka peralatan penyelam dan baju selam untuk mereka.

"Apa yang kau lakukan?!" Mola memekik, wanita itu berjalan mendekat memperhatikan yang dilakukan Athar.

"Perubahan rencana. Kapal ditarik ke bawah sehingga tidak bisa naik ke permukaan. Kita akan menyelam untuk sampai ke atas. Orion siapkan alat pernapasan untuk kita semua. Kita harus cepat sebelum makhluk itu menarik kita sampai ke dasar palung,"

"Bagus. Kita benar-benar akan mati konyol di sini." Mola berbalik dan menerima baju penyelam dari Orion.

"Segera pakai! Kita tidak punya banyak waktu di sini. Edgar, kau bantu Kiel untuk memakai alat penyelam,"

"Kau gila?! Kita bisa saja mati kalau nekat seperti ini!" Kiel berteriak kesal, matanya memerah menahan amarah.

"Setidaknya kita harus mencoba daripada diam seperti batu. Kita bisa saja mati jika ditarik kembali ke dasar palung!" Athar tak kalah kesal. Kapal selam kembali oleng, Mola jatuh dengan keras membuat pantatnya sakit bukan main.

"Sialan!" maki Mola.

"Lihat? Kau lihat cara makhluk itu menarik kita untuk kembali ke dasar palung? Dia mengincar kita!" kata Athar.

"Dan kita akan mati jika menyelam keluar, semakin ke bawah tekanan yang ditimbulkan semakin besar," Kiel tak mau kalah, membuat Athar pusing setengah mati.

"Itu sebabnya Aku menyuruh kalian untuk bergerak lebih cepat jika tak ingin terlalu dalam tertarik," Athar mengusap peluh yang membanjiri pelipisnya. Orion mendekat mencoba menenangkan Athar. Lelaki itu sudah siap dengan pakaian selam dan tabung oksigen dipunggungnya.

"Kau pergi saja, Aku akan mengurus Kiel," Athar mengangguk dan pergi untuk mengganti pakainnya. "hei Bung, jika kau ingin selamat menyelamlah bersama kami. Andaikata kau ngotot untuk tetap di sini, terserah saja. Kau akan terjebak di dalam sini bersama makhluk pucat itu," Orion melempar baju Kiel kepada Edgar. "Pakaikan baju itu kepada Kiel. Kita tidak punya banyak waktu,"




[ M A R I A N A  T R E N C H ]




Terimakasih telah membaca cerita ini, saya tahu cara kalian menghargai seorang penulis. Luangkan waktu sejenak untuk meninggalkan jejak berupa bintang-🌟 itu akan sangat membantu saya dalam berkarya. Jangan mengcopas cerita ini, saya tidak mengizinkan siapapun untuk mengcopas cerita saya. Terimakasih.

Sabtu, 3 April 2021. [Draf]

Minggu, 4 April 2021. [Publish]

Mariana Trench [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang