James memandang Nayla dengan senyum lebarnya melihat gadis itu sedang berkutat dengan file-file yang bertumpuk di meja kerjanya.
"Morning, Nay," sapa James membuat Nayla mendongak dan mengulas senyum menahan kesal.
"Morning, James. Terimakasih sudah ngasih gue tumpukan kerjaan selama gue dipindahkan sementara," ucap Nayla melotot pada James.
James tergelak.
"Gue yakin lo balik kemari dan mampu menyelesaikan semuanya dalam sekejap, Nay," hibur James menepuk-nepuk bahu Nayla yang dibalas dengan cibiran Nayla.
"Lo memang gak punya hati, James! Semoga aja tidak menjadi karma buat lo!" dengus Nayla melirik sebal.
"Hohoho.... Harusnya lo bersyukur Nay. Lo itu dibalikin kesini... Coba kalo nggak..." tawa James menggema, membuat Nayla bertambah kesal.
"Harusnya, lo yang bersyukur karena gue balik kemari! Coba aja kalo gue minta dipindahin dari sini, siapa yang bakal beresin file-file yang lo tumpuk seperti ini hah? Ngapain juga gue bersyukur balik kemari?"sembur Nayla berapi-api. James yang mendengarnya hanya terdiam, sedikit menganggukkan kepalanya menghormat.
"Ngapain lo diem? Ayo jawab! James? Ayo bilang kalo gue harus bersyukur bisa balik jadi sekretaris lo lagi! Dasar gak jelas lo ya?" Nayla masih ngomel-ngomel sementara James masih diam menunduk menahan senyumnya.
"Memang kamu gak suka balik ke divisi kamu? Mau dipindahin kemana?" sebuah suara yang teramat dikenalnya membuat Nayla menoleh cepat dan terlonjak kaget.
"Sir," sapanya menunduk, mundur dan berdiri disamping James yang masih menahan tawanya. Nayla menyodok rusuk James dengan sikunya.
"Hmm.... Kenapa berhenti Nayla?" tanya suara Tristan yang ternyata sudah berdiri dibelakang Nayla saat Nayla ngomel-ngomel pada James.
"Ehm... Tidak, Sir," geleng Nayla dengan wajah merah padam karena malu.
"Kamu ikut saya sekarang!" perintah Tristan lalu berbalik menuju lift diikuti oleh Nayla.
Setelah keduanya masuk lift dan lift mulai merambat naik, Tristan tertawa terbahak-bahak. Nayla mengangkat wajahnya menatap Tristan yang masih terbahak.
Sebelum Nayla memprotes, pintu lift terbuka. Otomatis Tristan memasang muka seriusnya lagi, melangkah ke ruangannya diikuti Nayla.
Sesampai diruangannya, Tristan kembali terbahak.
Nayla bersedekap. Wajahnya merah padam malu sekaligus kesal.
"Terus aja ketawa! Aku sumpahin kamu gak bisa berhenti ketawa!" sembur Nayla merengut.
"Hahaha..... Kamu nih lucu banget... Hahaha.... Baru kali ini Direktur pemasaran diomelin sama sekretarisnya...Hahaha...." Tristan masih tergelak berusaha menghentikan tawanya.
"Iya... Kalo kamu masih terus tertawa, sebentar lagi CEO dan pemegang saham terbesar perusahaan ini akan ikut diomelin oleh sekretaris Direktur Pemasaran nya," cetus Nayla dengan mata menyipit.
"Hahaha.... Kamu memang unik banget ya? Hahaha...." Tristan masih tertawa sampai Nayla menghentakkan kakinya dan mencubit pinggang Tristan.
"Aduuhh...." jerit Tristan mengaduh kesakitan karena cubitan Nayla.
"Sukurin!" cibir Nayla meleletkan lidahnya.
"Gimana sayang? Kamu jadi mau pindah?"Tristan mengulum senyum menatap Nayla dengan tatapan geli.
"Siapa yang mau pindah?" tanya Nayla sewot.
"Ya udah kalau gak mau pindah. Jangan manyun seperti itu dong. Aku jadi gemes nih," kata Tristan mencubit pipi Nayla.
"Tristan, ini kantor! Nanti kalau Rosalie melihat kita gimana?" sembur Nayla mengelak dari tangan Tristan yang ingin mencubitnya kembali.
"Tenang saja sayangku... Rosalie ijin pulang lebih awal. Dia masih pusing," sahut Tristan meraih Nayla ke dalam pelukannya.
Nayla segera melepaskan diri dari pelukan Tristan. Ia tau bahwa ia lemah jika berada dalam pelukan Tristan.
"Stop! Berhenti disitu!" seru Nayla melihat Tristan berusaha meraihnya kembali.
"Kenapa, sayang?" tanya Tristan.
"Sudah aku bilang, ini kantor!" kata Nayla berkeras.
"Baik...baik... As you wish my chubby... But... These days I don't get a kiss from you... Could I get it now?" tanpa peringatan terlebih dahulu, Tristan meraih pinggang Nayla kembali dan menciumnya berlama-lama sebelum melepasnya dengan senyum kemenangan.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST YOU & I
FanfictionCinta tidak selalu menjanjikan keindahan, karena dalam cinta kadang terselip luka. Tetapi, tanpa cinta kita akan kehilangan arah. Dan aku yakin, hanya kau dan aku yang bisa membuat cinta itu terasa indah.