Tristan memeluk Nayla erat. Kakinya diselonjorkan dan ditumpukan di atas meja. Mereka berdua menghabiskan malam ini sambil nonton DVD di rumah Tristan.
Tristan seolah melupakan semua masalah yang beberapa hari ini dipikirkannya.
"Tristan, aku mau ambil minum. Kamu mau?" tawar Nayla melepas pelukan Tristan.
"Hmm.... Sebaiknya kamu di sini saja, Nay. Aku ambilkan minum untukmu," kata Tristan tersenyum, mengecup bibir Nayla sekilas sebelum beranjak mengambil minum untuk mereka berdua.
Nayla mengambil selimut yang berada di kakinya dan menyelimutkan ke tubuhnyam pendingin ruangan di apartemen Tristan sangat dingin, membuatnya menggigil.
Tristan datang dengan dua gelas wine di tangannya.
Melihat Nayla membungkus dirinya sendiri dengan selimut membuat Tristan tertawa geli.
"Kenapa, Nay? Dingin?" tanya Tristan tersenyum, menyodorkan wine pada Nayla.
"Kamu kan tau aku gak terbiasa minum ginian?" ujar Nayla cemberut.
"Biar kamu terbiasa, sayang. Kalau minum wine, badan kamu bisa hangat, gak kedinginan lagi," kata Tristan tersenyum, lalu duduk di tempatnya semula dan ikut menyelinap dibalik selimut yang dipakai Nayla.
Nayla menyesap minumannya sedikit demi sedikit. Rasa hangat perlahan mulai menyebar ke seluruh tubuhnya.
Tristan melingkarkan lengannya ke bahu Nayla, menambah kehangatan untuk gadisnya.
"Tristan," panggil Nayla mendongak mencari mata elang Tristan.
"Hmm?" Tristan menjawab sambil menyesap minumannya hingga tak bersisa.
"Aku masih penasaran. Kenapa kamu memaksaku menjadi kekasihmu? Padahal, kalau kamu mau, beribu-ribu gadis akan dengan sukarela datang padamu dan bersedia menjadi kekasihmu? Aku nau jawaban jujur dan serius!" tanya Nayla menatap Tristan dengan keingintahuan yang lama mengusik hatinya.
"Hahaha... Kenapa ingin tau sih? Dasar kepo!" Tristan tertawa menggoda Nayla.
"Tristaaaaan... Aku nanya beneraaan..." Nayla merajuk. Bibirnya mengerucut, bergeser menjauh dari Tristan.
Tristan terkekeh melihat gadisnya ngambek. Ditariknya bahu Nayla dan dieratkan pelukannya.
"Aku memaksamu menjadi kekasihku karena... Aku tergila-gila padamu sejak kamu menabrakku saat akan masuk lift, hampir tujuh bulan yang lalu. Kamu satu-satunya perempuan yang setelah menabrakku, tetap ngotot ikut dalam lift yang sama dan aku tidak bisa berbuat apa-apa," sahut Tristan mengusap tengkuknya tersenyum salah tingkah.
Tentu saja Nayla ingat kejadian itu. Kalau saja ia tidak terlambat, ia pasti seperti yang lain, mundur, menunggu dan naik lift yang lain asal tidak satu lift dengan Big Boss satu ini.
"Kenapa aku? Kenapa bukan teman-teman gadismu yang selevel denganmu?" tanya Nayla merapatkan selimut yang dipakainya.
"Aku hanya tidak tau," jawab Tristan mengedikkan bahunya.
"Gombal!" cibir Nayla melengos.
"Kok gombal? Beneran! Aku serius!" Tristan menatap mata Nayla dalam.
"Tau ah!" wajah Nayla merona, menghindar dari tatapan Tristan yang nyaris membuatnya ingin meraih wajah tampan dihadapannya ini dan menciumnya dengan sepenuh perasaannya.
Tristan tertawa geli melihat Nayla merajuk, mengusap kepala gadis itu dengan sayang. Ia suka Nayla yang sekarang. Berada dalam dekapan hangatnya. Ia suka Nayla yang manja padanya. Ia suka Nayla yang merajuk. Ia suka Nayla yang ngomel-ngomel padanya. Tidak seperti kemarin saat Nayla mengabaikannya, mengacuhkannya dan berbicara bak robot, penuh formalitas dan basa basi.
Bersambung
Thank you already want to read the story....
Keep vote and comment yaaa....
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST YOU & I
FanfictionCinta tidak selalu menjanjikan keindahan, karena dalam cinta kadang terselip luka. Tetapi, tanpa cinta kita akan kehilangan arah. Dan aku yakin, hanya kau dan aku yang bisa membuat cinta itu terasa indah.