#24

5.5K 360 2
                                    

Pagi itu, Nayla akan menemani Sisi mencari oleh-oleh ke Pasar Seni Sukawati.

Ia sudah stanby di hotel menunggu Sisi dan Digo turun. Sekali kali ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Mobil hotel sudah siap mengantar mereka.

Tak berapa lama, Sisi dan Digo muncul.

"Sayang, kamu masuk ke mobil duluan gih, aku mau ke resepsionis sebentar nitipin kunci," kata Digo mengusap rambut tunangannya sekilas. Sisi tersenyum mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil. Sementara Nayla menunggu di luar mobil. Lalu Digo kembali dan mengajak Nayla untuk masuk ke mobil, dan mereka pun berangkat.

Tristan baru saja turun dan berjalan ke lobby saat dilihatnya Nayla masuk ke dalam mobil bersama laki-laki tampan itu lagi.

Mobil yang membawa Nayla menderu, meninggalkan halaman hotel. Meninggalkan Tristan yang menatap nanar mobil yang makin menjauh.

*******

Nayla turun dari mobil diikuti Sisi dan Digo.

"Sayang, kamu ke kamar dulu gih, beres-beres. Kan sebentar lagi kita harus ke bandara. Aku masih ada perlu sama Nayla buat urusan proyek baru," kata Digo merangkul pinggang Sisi dan mengecup pipinya lembut.

"Iya, Honey. Udah kamu beresin urusan kamu, nanti begitu selesai, aku panggil bellboy nya aja buat nurunin bawaan kita," sahut Sisi tersenyum manis, lalu masul ke dalam lift.

Betsamaan dengan lift tempat Sisi masuk tertutup, lift yang sebelah terbuka. Dan Tristan keluar dari sana.

Pandangan Tristan langsung tertumbuk pada Nayla yang masih berbicara dengan Digo.

Hmm... Laki-laki itu lagi. Nayla harus tau siapa laki-laki itu sebenarnya. Tristan berderap mendekat ke arah Nayla berdiri. Tepat saat itu Digo memeluk Nayla.

Kegeraman Tristan memuncak. Ditariknya bahu Digo dan ditonjoknya dengan keras.

Digo terjengkang. Nayla menjerit. Ia segera membantu Digo untuk berdiri.

"Kamu apa-apaan sih?" sembur Nayla sambil memegang lengan Digo.

"Nay, kamu harus dengerin aku... Dia.... Dia gak sebaik yang kamu kira," Tristan menuding Digo dengan kemarahan yang berapi-api.

"Dia siapa sih, Nay? Lo kenal?" tanya Digo menahan sakit di rahangnya dan menahan dirinya agar tidak balas memukul laki-laki sinting yang sudah menonjoknya tanpa ia tau alasannya.

"Mmm... Digo, dia... Dia Tristan... Yang pernah gue ceritain ke lo," jawab Nayla pelan.

"Oh... Jadi mantan lo itu?" kata Digo menatap Tristan dengan mata menyipit. Ia tau sekarang, apa yang menyebabkan laki-laki di hadapannya ini kalap.

"Heh lo, jauhi Nayla. Jangan sakiti Nayla!" bentak Tristan hendak memukul Digo lagi.

"Hentikan!" bentak Naylap pada Tristan sambil maju menutupi Digo dengan tubuhnya terhadap Tristan.

"Nay, aku gak mau kamu disakiti sama dia. Itu aja," Tristan berusaha menjelaskan.

Sementara Nayla menyuruh security dan staff yang berdatangan hendak melerai untuk kembali ketempat masing-masing, dan mengatakan bahwa mereka tidak apa-apa.

Nayla menatap Tristan tajam.

"Kamu bilang apa barusan? Kamu gak mau aku disakiti? Lalu, kamu sendiri? Apa yang sudah kamu lakuin?" bentak Nayla. Ia tidak ingin terlihat lemah. Ia harus bisa berdiri tegak dihadapan Tristan.

"Nay, sebaiknya lo jauhin dia! Dia itu bakal nyakitin kamu! Oke, kalau aku salah, aku minta maaf sama kamu. Tapi please, kamu jauhin dia," kata Tristan menekan suaranya.

"Kalau kamu salah hmm? Tristan, hubungan kita sudah selesai. Apapun itu. Kamu bukan atasan aku lagi. Dan aku juga bukan kekasih kamu lagi. Sebaiknya kamu jauh-jauh dari aku, karena kamu tidak lebih baik dari Damian!" cetus Nayla menatap Tristan dengan mata berkaca-kaca.

"Nay, udahlah. Kendaliin emosi lo! Malu sama staff kamu dan tamu hotel yang lain," Digo berusaha meredam kemarahan Nayla.

"Gue udah gak kuat Digo, laki-laki ini sama aja seperti Damian. Busuk!" Nayla menangis sekarang.

Digo memeluk Nayla dan berusaha menenangkannya.

"Sudahlah Nay, masih ada gue dan...," belum selesai Digo bicara, tangan Tristan sudah menariknya hingga pelukan Digo dan Nayla terlepas.

"Jauhin Nayla, brengsek! Jangan munafik! Lo sama aja kan? Dibelakang Nayla lo main gila sama perempuan lain, dan gue liat dengan mata kepala gue sendiri!" desis Tristan dengan mata elangnya menyambar tajam pada Digo.

Digo tau, Tristan salah paham tentang dia dan Nayla. Digo hanya tersenyum memaklumi, meskipun sebenarnya ia ingin membalas tonjokan Tristan padanya. Tonjokan itu sakit! Pasti lebam nantinya!

"Sabar,  Bro! Kalo lo emosi, pasti lo gak akan bisa berpikir jernih. Semua bisa dibicarakan baik-baik," kata Digo menatap Tristan, tapi lengannya masih memeluk bahu Nayla.

"Tristan, please... Pergi dari hidup aku. Jangan pernah muncul lagi di depanku. Aku muak sama kamu, munafik!" kata Nayla tajam dan berlalu menuju ruangannya.

Sementara Digo masih berdiri disitu. Menatap Tristan yang tengah memandangnya dengan tatapan membunuh.

"Honey, aku udah selesai nih. Bawaan kita udah diturunin semua," tiba-tiba Sisi datang menghampiri Digo yang masih berdiri berhadapan dengan Tristan.

Digo menoleh melihat tunangan cantiknya mendekat dan demi melihat bekas tonjokan Tristan yang mulai melebam, ia panik.

"Kenapa wajah kamu? Berantem? Aduh Honey, kamu gak pa pa kan?" tanya Sisi panik, ia mengusap wajah Digo lembut.

"Aku gak apa-apa, Sayang," Digo menenangkan Sisi dengan memeluk dan mengusap kepala gadis mungilnya dengan sayang.

Tristan menatap kedua orang dihadapannya dengan geram. Harusnya Nayla melihat ini!

Sisi menoleh pada Tristan. Ia baru menyadari ada orang lain disana.

"Mmm... Lo siapa? Lo ya yang udah mukul my baby honey?" tanya Sisi polos.

Tristan hanya mendengus kesal. Tapi ia menatap iba pada gadis mungil dihadapannya ini, yang gak tau bahwa ia dibohongi oleh my baby honeynya!

"Udah, Sayang. Aku gak apa-apa kok," Digo menarik Sisi dan mendekapnya, memberikan kenyamanan pada gadis kesayangannya.

"Honey, kita harus ke bandara sekarang, atau... Kamu mau kita lebih lama disini?" tanya Sisi manja.

"Kalo kita lebih lama disini, trus kerjaan aku gimana dong? Dan kerjaan kamu sendiri?" tanya Digo tertawa kecil sambil mencubit pipi chubby Sisi.

"Pergi jauh-jauh sana! Dan jangan pernah kembali lagi!" sentak Tristan menatap sinis pada Digo yang hanya membalasnya dengan senyum.

"Gue udah bilang, Bro, jangan bertindak pakai emosi, ntar lo sendiri yang rugi," jawab Digo menepuk bahu Tristan pelan, lalu meraih pinggang Sisi masuk ke dalam. Ia dan Sisi harus pamit pada Nayla.

Tristan hanya memandang diam saat pacar Nayla dan selingkuhannya itu masuk ke dalam mobil hotel setelah melemparkan senyum padanya.

Huh! Dengusnya keras. Apapun itu, aku tidak akan membiarkan laki-laki manapun menyakiti Nayla! Tekad Tristan bergumam pada dirinya sendiri.

Bersambung

JUST YOU & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang