Nayla belum datang. Tristan sengaja datang lebih awal, mendahului Nayla. Ia masuk ke kamar tempat ia beristirahatnya yang menjadi satu dengan ruang kerjanya di kantor.
Ia tidak bisa terus menerus melihat Nayla mengacuhkannya. Ia tidak tau kenapa sikap Nayla terhadapnya berubah-ubah.
Nayla masuk ke ruang kerja Big Boss nya, mengatur semua jadwal Tristan untuk hari ini dan menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan.
Pekerjaan yang setiap hari ia lakukan dengan terperinci.
Nayla sedang memperbaiki laporannya ketika pintu kamar di ruangan itu terbuka dan Tristan keluar dari sana.
Nayla membulatkan mata beningnya melihat Tristan hanya mengenakan hem tanpa jas dengan tiga kancing teratas terbuka. Tristan tampak tampan dengan lengan dilingkin hingga sesiku.
Nayla kembali menunduk, menekuri pekerjaannya kembali. Berusaha mengabaikan kehadiran Tristan disitu.
"Nay, we need to talk," kata Tristan mengusik konsentrasi Nayla.
"About what, Sir?"tanya Nayla mengerutkan dahinya.
"About us. I don't want us to like this constantly. Then, we need to talk," Tristan duduk di kursinya, bersandar. Memandang Nayla dari tempatnya duduk.
Nayla menunggu.
"Nay, aku ingin meluruskan masalah kemarin," Tristan membuka pembicaraan.
Nayla menarik nafas dan menghembuskannya keras. Ia sudah tau hal ini pasti terjadi. Suasana hatinya berubah buruk.
"Saya rasa, tidak ada yang perlu dibicarakan, Sir!" elak Nayla.
"Mengabaikanku dan menggantung masalah tanpa penyelesaian itu kamu bilang tidak perlu dibicarakan?" Tristan menggelengkan kepalanya.
"Betul, Sir. Saya rasa kemarin tidak terjadi apa-apa yang harus dibicarakan. Anda saja yang membesar-besarkan masalah," kata Nayla menatap Tristan sejenak sebelum mulai berkonsentrasi kembali pada pekerjaannya.
"Aku yang meminta kita bicara, Nay!" seru Tristan berusaha menahan diri untuk tidak berteriak.
"Baik, Sir. Silakan anda bicara, saya siap mendengarkan," sahut Nayla mengangguk, lalu mengbalikan pandangannya pada layar komputernya.
"Aku tidak suka diabaikan, Nay. Terutama olehmu. Aku hanya merasa kamu berbeda," Tristan menuntut penjelasan.
Nayla memandang Tristan beberapa saat.
"Sir, kita harus bisa membedakan, mana urusan kantor, dan mana urusan pribadi. Bukankah itu yang disebut profesional?" Nayla menaikkan sebelah alisnya dengan mata sedikit menyipit.
Tristan terdiam. Apa benar apa yang dikatalan Nayla? Apakah ia terlalu mengambil hati hanya karena Nayla memutuskan untuk makan siang sendiri dan membiarkannya menyelesaikan sendiri urusannya dengan tamu sintingnya? Atau justru Nayla cemburu pada Priska sehingga ia mengabaikannya? Atau apakah karena Nayla tidak pernah mencintainya, sehingga ia tidak peduli?
Berbagai pertanyaan menyerbu ke otaknya tanpa permisi.
Tristan bangkit, berjalan pelan masuk ke kamarnya kembali.
Nayla menatap lama pintu tertutup di pojok ruangan itu. Sedang apa Tristan disana?
Nayla menggelengkan kepalanya dan berusaha fokus kembali pada pekerjaannya.
"Nay, Mr. Tristan ada kan? Ini ada perwakilan dari PT Suma corp ingin bertemu. Katanya sih sudah bikin janji," lapor Adisti menyembulkan kepalanya dari balik pintu, karena line ke meja Big Boss nya mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST YOU & I
FanfictionCinta tidak selalu menjanjikan keindahan, karena dalam cinta kadang terselip luka. Tetapi, tanpa cinta kita akan kehilangan arah. Dan aku yakin, hanya kau dan aku yang bisa membuat cinta itu terasa indah.