"Maaf, saya tidak bisa menerima surat lamaran Anda." Pria berjas hitam menyodorkan sebuah map kepada Herman.
Untuk keenam kalinya Herman mencoba melamar pekerjaan ke berbagai kantor. Namun, alhasil satu kantor pun tidak ada yang mau menerimanya, termasuk kantor yang ada di hadapannya ini. Setiap kali surat lamarannya disetorkan, setiap kali juga ia mendengar kalimat seperti 'maaf, saya tidak bisa menerima Anda'. Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan Herman tetap tidak pernah pudar dalam kesemangatannya.
. Padahal isi map yang Herman serahkan tadi, ia sudah persiapkan dengan ketelitian. Bahkan Dia jarang tidur malam hanya karena mengecek, mengoreksi surat lamaran pekerjaannya. Herman berdesis ya mau gimana lagi bila Allah telah berkehendak. Herman yakin dalam kehendakkan yang Allah telah diterimanya menjadikan sesuatu proses tahapan hingga wujud akhirnya nanti ke depan.
"Oo gitu.. ya Pak, yaudah Pak saya permisi dulu, mari Assalamualaikum." Dengan nada yang begitu pelan Herman mengucapkannya dengan tulus
"Waalaikumussalam." Balas pria berjas hitam itu.
###
Di tengah teriknya matahari yang membentang peluh keringat sebuah badan, yang teramat basah. Herman termenung rasa sedikit ke frustrasian. Dalam dirinya cuman wajah murung yang ditampilkan di setiap langkah kakinya. Tiba dalam rumah, Herman mendengar suara televisi yang agak kesamaran. Bola mata Herman menangkap anaknya yang sedang menonton kartun dan seorang istri yang senantiasa tersenyum ketika melihat suaminya. Herman menghampiri istrinya yang bernama Fatimah dengan memasang wajah datar dan tersenyum agar wajah istrinya tidak ikut murung juga.
"Ibu.., Bapak gak diterima lagi," Ucap Herman kepada Fatimah dengan penuh ke tidak nyamanan karena belum mendapatkan pekerjaan.
"Bapak.. mungkin bapak butuh koreksi lagi dan mungkin ini semua jalan Allah Pak, yaudah Bapak lebih semangat lagi dan jangan menyerah," ucap Fatimah dengan tulus, ikhlas yang sejak dulu saat masih baru-baru nikah perkataannya selalu memotivasi.
Sebenarnya Herman sudah mempunyai pekerjaan yakni mengajari ngaji kepada anak-anak di Masjid. Terkadang ia diberikan upah dari pemilik Masjid, tapi Herman sering menolaknya dan juga kadang anak-anak itu memberikan sebuah mangkok yang berisi nasi dan lauk pauk. Tetapi Herman tidak cukup dengan hal itu, makanya ia bertekad mencari pekerjaan.
"Yaudah Bapak istirahat saja dulu," Suruhnya ia dengan nada lembut.
Herman membalas dengan anggukan kepalanya kemudian mencium kening istrinya dan membalikkan wajah kepada anaknya yang sedang asyik tertawa menonton serial kartun, setelah itu Herman-pun berlonjak pergi ke kamarnya tuk sekedar menghilangkan rasa letihnya.
Herman menarik napas panjang-panjang di atas ranjang kasur kemudian mengembuskannya. Mengambil handphone yang sedari tadi ada di saku kirinya dan mencari nomor kontak seseorang. Ya, Pak Wisnu seorang juragan besar yang terkenal dalam kampungnya.
Mungkin kali Pak Wisnu bisa menerimaku menjadi anak buahnya gumam hati Herman.
"Assalamualaikum," ucap Herman dengan nada lembut dan pelan sambil mengaktifkan loud sepiker HP-nya.
"Waalaikumussalam kamu Man? Ada apa Man?" Jawab Pak Wisnu..
"Iya, a-anu Pak. Bapak gak ke-keberatan menerima say-" Herman gugup.
Belum selesai Herman mengatakan, Pak Wisnu sudah mengetahuinya terlebih dahulu "Sebagai anak buah, oh ngk kok. Yaudah kamu nanti datang ke rumah saya usai Shalat magrib," dengan cepat pak wisnu mengucapkannya.
"Benaran Pak? Matur sakalangkung (terima kasih) Pak yaudah nanti saya akan ke rumah Bapak Assalamualaikum,"
Tut..Tut..Tut..
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUAH INSPIRASI DARI PENULIS (ANTOLOGI CERPEN) [END]
Short StoryBerawal dari penikmat cerpen, Alhamdulillah dengan izin Allah penulis akhirnya bisa menuangkan pikiran lewat tulisan cerpen ini, ya walaupun tak sebagus karya cerpen sastrawan. SEBUAH INSPIRASI DARI PENULIS, merupakan judul yang penulis gadang-gada...