#20 ANTARA MANIS DAN PAHIT

8 1 0
                                    

Aku Ahsan Alvaro. Aku santri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Hobiku membaca dan menulis. Kalau temen-temen menanyakan seberapa besar cinta kamu terhadap menulis? Maka akan ku jawab sudah terlanjur cinta, bahkan bisa dikatakan cinta mati.

Saat ini aku sedang duduk menyendiri, ditemani secangkir kopi, pena dan buku kosong yang siap aku warnai. Aku akan isi lembaran pertama ini tentang yang namanya pertemuan dan perpisahan. Ternyata Imajinasiku dibuat berangan-angan oleh secuil cerita tentang pertemuan yang manis dan perpisahan yang pahit. Oleh karena itu aku awali tulisan ini dengan deretan kata " Antara Manis dan Pahit".

2015

Bagaskara di arah barat mulai menyingsing ke tempat peranduannya. Ditambah percikkan Mega merah yang mulai menghiasi. Hari Ahad. Sore bersahabat. Tiga anak kecil berseragam klub futsal tampak letih menyusuri jalan pulang. Masing-masing dari mereka menentang sepatunya sambil sesekali bercakap ria dan tertawa riang. Mereka adalah Ahan, Dana dan Iwan. Mereka bertiga bersahabat. Hari-harinya mereka lewati bersama. Kebersamaan mereka dimulai sejak bangku TK hingga sampai saat ini SD kelas 4. Hidup bertetanggaan yang juga mereka selalu dibuat bersama.

"Et bentar dulu!" Ucap tiba-tiba Iwan dengan sedikit lantang membuat Ahan dan Dana terperanjat kaget dan menghentikan langkah kakinya.

"Apaan sih.. Bikin kaget tahu!" Timpal Ahan dengan menepuk leher belakang Iwan.

Iwan tersenyum lalu cemberut kesakitan.

Ahan dan Dana pun terkekeh seketika.

"Mampir ke Danau yuk!" Ajak Iwan bersemangat.

"Apaan sih lo Wan tengok jam nih!" Balas Ahan sambil memperlihatkan jam tangannya ke depan wajah Iwan.

"05:15," lirih suara Iwan.

"Yuk ah.. Pulang!" Lanjutnya lagi Ahan.

"Ayolah Han gak pakek lama kok. Lihat badan kita udah bau, keringat bercucuran. Satu kali lompatan kok. Iwan pastikan gak akan kena omelan dan hukuman oke." Tetap bujuknya Iwan kepada Ahan.

Dana hanya tersenyum dan pasrah.

Setelah perdebatan mereka selesai, akhirnya Ahan ikut apa yang Iwan ajak. Memang Solidaritas dan kebersamaan mereka sangatlah kuat. Apalagi mengenai permainan, mereka saling menyahut kompak untuk bermain bersama. Tetapi masalah situasi dan kondisi Ahan sangat mengutamakan, karena dia memang anak yang disiplin dan patuh pada orang tuanya. Beda dengan Iwan yang memiliki sedikit sifat berkebalikan dari Ahan. Juga Dana yang hanya cuman pasrah mengikuti apa adanya.

Apa boleh buat, Ahan pun nurut meskipun serasa bimbang melangkahkan kan kakinya pergi ke Danau.


Namanya juga anak-anak rasa bimbang pada Ahan bertahan sekejap, saat itu cuma rasa senang yang ada padanya setelah berhasil lompat ke Danau.


Sore yang cerah telah bergantian dengan sore yang redup. Mega merah begitu menjulang di ufuk barat. Sudah setengah jam tiga anak kecil tadi berkutat di Danau. Melompat, menyelam dan kejar-kejaran mengisi rasa senang mereka.

Namun kala suara lantunan qiroah terdengar jelas di gendang telinga mereka, buru-buru Ahan mengajak Iwan dan Dana untuk segera pulang.

"Awas ya. Kalau nanti kita kena hukuman sama Ustad!" Umpat memperingati Iwan di sela-sela memasang bajunya.

"Hah Kenapa juga mau!" Balas Iwan lalu pergi duluan meninggalkan Ahan dan Dana.


Ahan mulai geram, Dana hanya santai. Lalu mereka berdua pun lari mengejar Iwan dan pulang ke rumahnya.

SEBUAH INSPIRASI DARI PENULIS (ANTOLOGI CERPEN) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang