𝐈𝐈𝐈𝐈

405 83 42
                                    

Setengah mabuk, dengan pengelihatan yang mulai kabur dan kepalanya terasa berputar. Spencer sudah menghabiskan satu botol anggur yang ia bawa dari rumah, sepanjang jalan ia meracaukan kalimat kasar, ia sangat marah pada kami. Aku sudah kembali sembunyi ke dalam, Spencer terus menekan kuat agar aku masuk ke dalam dan membiarkan dia mengambil alih sepenuhnya. Hyukjae pingsan sejak tadi, ia bahkan tidak sadar sekarang.

Aku berusaha sebisa mungkin untuk terus mengintip keluar dan berjaga-jaga, mengingat Spencer sedang dalam keadaan setengah sadar.

Spencer berhenti di depan sebuah telepon umum dan menekan nomor telepon.

"Halo?" suara seorang wanita di dalam telepon.

Spencer masih diam, ia sedang memfokuskan kepalanya antara rasa pusing akibat alkohol dan kalimat yang akan ia ucapkan.

"Yaa! Wanita jalang.." katanya. "Kembalikan Jisung padaku atau ku habisi kau dan suamimu."

Astaga, ia menelepon Heechul.

Wanita di dalam telepon itu—Heechul, mendengus kasar. "Hyukjae-ah, ini sudah ke tiga kalinya kau menelepon dalam dua bulan terakhir, bisakah kau lebih tenang dan kita hidup  masing-masing dengan aman? Kau tidak bisa terus begini, Hyukjae."

"AKU AKAN TENANG JIKA KAU KEMBALIKAN ANAKKU!!" teriak Spencer.

Bip.

Telepon dimatikan sepihak oleh Heechul. Hal tersebut memicu amarah Spencer—lagi, ia meninju telepon umum di hadapannya dengan kuat hingga telepon itu penyot. Beberapa pasang mata ketakutan melihatnya, lalu tak lama kemudian, sebuah mobil polisi datang.

Spencer tidak peduli, ia hanya duduk di depan telepon umum itu dan terus meracau hal-hal tak jelas.

"Selamat malam, Tuan. Saya mendapat laporan bahwa anda membuat kegaduhan di sini, mohon ikut kami."

Spencer melirik sinis tak peduli, kemudian tubuhnya di tarik paksa masuk ke dalam mobil polisi.

Aku panik, tapi tidak mungkin keluar dan dengan bodohnya menerima konsekuensi atas apa yang dilakukan Spencer. Bagaimana pun, bocah itu harus menerima sendiri akibatnya.

Spencer masuk ke dalam kantor polisi.

"Minum ini." ujar salah satu polisi sembari menyodorkan minuman pereda pengar. Spencer hanya menenggaknya cepat, sakit di kepalanya perlahan pergi.

"Mengapa anda merusak telepon umum?"

Spencer mendecih. "Ini." Ia menyodorkan kartu ATM-nya, "Ambil saja uang di sana sebagai ganti rugi, ada banyak uang di dalamnya."

Polisi itu menggeleng, "Jawab dulu."

"Aku benci mantan suamiku, ia mengambil anakku!" pekik Spencer yang menarik perhatian banyak orang di kantor polisi.

"Bisa tunjukkan kartu identitas anda?"

Spencer mengeluarkan kartu lisensi mengemudi dari dalam dompet. "Apakah ini masih lama? Aku benar-benar harus pergi."

"Anda harus mengisi form ini dan menandatangi surat ini sebagai bukti bahwa anda telah setuju untuk tidak mengulang merusak fasilitas umum. Dan bersedia di hukum atau di denda jika anda melakukannya lagi."

"Aku bahkan tidak takut mati." ujar Spencer dengan nada mencemooh lalu cepat-cepat menandatangani dua kertas di hadapannya.

Ia sudah delapan puluh persen sadar ketika polisi mengizinkannya pulang, tapi saat menuju pintu keluar, pemandangan menarik mengalihkan perhatiannya, pistol semi-otomatis seri CZ-75 tergeletak santai di atas meja salah satu polisi. Diam-diam Spencer memasukkannya ke kantong celananya, lalu menyelinap pergi, tanpa ada satupun yang menyadari.

Dr. D and Fourth Lee [ HaeHyuk ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang