10. Suspect

56 8 0
                                    

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

"Yang itu tuh!"

Sejin menunjuk-nunjuk ke arah claw machine dengan penuh semangat, sementara Soobin tetap fokus mengendalikan tuas mesin dengan ekspresi datar.

"Brisik banget, Jin. Cuma gantungan kunci doang, bukan boneka juga. Gua beliin aja deh, daripada nyusahin diri sendiri gini."

Cowok itu menggerutu sambil mengistirahatkan tangannya yang mulai pegal—bukan karena bermain, tapi karena sejak tadi Sejin terus memukulinya pelan setiap kali gagal mengambil hadiahnya.

Namun, Sejin tetap bersikeras. "Maunya ini!"

Soobin hanya bisa menghela napas panjang, akhirnya menyerah pada keinginan adiknya.

Sejak pulang sekolah, Sejin memang tak henti-hentinya merengek ingin ke game center. Semua gara-gara Ryujin memamerkan gantungan kunci putih yang ia dapat dari claw machine. Sejin tidak terima kalau tidak punya benda yang sama.

Dan setelah beberapa kali percobaan—

"YEEY, DAPET!!"

Sejin bersorak kegirangan, hampir melompat saking senangnya. Dengan cepat, ia mengambil box berisi gantungan kunci itu dari mesin dan memasukkannya ke dalam tas, bersama dengan hadiah-hadiah lain yang sudah mereka dapatkan sebelumnya.

"Makasih, Kak!" katanya ceria.

Soobin hanya mengangguk cuek, lalu tanpa peringatan menggenggam tangan Sejin dan menariknya ke luar dari game center.

"Udah kan mainnya?" tanyanya dengan nada lelah.

Sejin mengerucutkan bibir. "Tapi—"

Namun sebelum ia bisa mengeluarkan protesnya, Soobin sudah menempelkan jari telunjuknya di bibir Sejin, menyuruhnya diam.

"Gak ada ‘tapi-tapian’. Kamu udah main hampir semua game di sini, masih kurang?"

Sejin ingin membantah, tapi melihat Soobin yang tampak benar-benar kelelahan, ia akhirnya menyerah.

"Udah, kok," jawabnya dengan suara kecil.

Soobin mengangguk puas. "Sip. Kita pulang, gua laper."

Sejin menoleh. "Nggak makan di luar aja?"

Soobin mengangkat alis. "Gua mau masak."

Mata Sejin langsung membulat. Ia menelan ludah, lalu tertawa kecil—tawa yang terdengar tidak ikhlas.

Dalam hati, ia ingin sekali berkata: ‘Jangan! Masakan Kakak kayak racun, bisa-bisa kita masuk rumah sakit seminggu.’

Tapi ia tidak berani.

Akhirnya, dengan sedikit panik, ia mencoba mengalihkan pembicaraan. "J-jangan! K-kita ke McD aja, aku lagi pengen burger."

Soobin menyipitkan mata curiga. "Tapi kemarin kita udah makan burger."

𝐒𝐮𝐝𝐝𝐞𝐧𝐥𝐲 | Choi Soobin ① ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang