14. Past and Truth

54 8 0
                                        

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-


Teriakan Yuna yang memilukan menggema di seluruh ruangan, membuat Sejin tersentak bangun. Kepalanya masih berdenyut akibat benturan keras tadi. Ia berusaha bangkit meski tubuhnya terasa berat.

“Yuna!” panggilnya panik.

Tidak ada jawaban. Hening.

Sebuah suara terdengar dari sudut ruangan. “Oh? Udah bangun?” Beomgyu menoleh dengan senyum santai, seolah baru saja selesai melakukan pekerjaan ringan. Ia tengah berjongkok, memasukkan sesuatu ke dalam karung besar yang berlumuran darah.

Sejin menelan ludah. Hatinya mencelos saat melihat darah yang menggenang di lantai. “Yuna mana?!” serunya dengan suara gemetar.

Beomgyu tersenyum, lalu dengan santai menarik keluar sesuatu dari dalam karung—sebuah tangan. Kuku-kukunya telah dicabut, kulitnya penuh luka sayatan. Darah masih menetes dari ujung jari-jarinya.

Sejin mundur dengan tubuh bergetar. Matanya melebar ketakutan. “I-itu bukan Yuna… Itu bukan Yuna!” Ia berusaha menyangkal kenyataan yang ada di depan matanya.

Beomgyu mendesah seolah kecewa. “Loh, nggak percaya? Gua juga ambil bonusnya, kok.” Dengan santai, ia mengeluarkan sesuatu yang terbungkus kain—gumpalan kecil yang dulunya adalah janin Yuna.

Sejin merasakan mual yang luar biasa. Ia hampir muntah, tapi ia menahannya. Perasaan takut dan marah bercampur jadi satu. Dengan amarah yang membuncah, ia menampar wajah Beomgyu sekuat tenaga dan mencengkeram kerah bajunya.

“Lo iblis! Balikin Yuna! Balikin dia kaya semula!” teriak Sejin histeris.

Beomgyu hanya tertawa kecil. “Udah nggak bisa. Dan nggak mungkin bisa.”

Sejin merasa dunianya runtuh. Napasnya memburu, dadanya sesak. Ia ingin menangis, ingin lari, tapi kakinya terasa terpaku di tempat.

Tiba-tiba, Beomgyu menatapnya dengan ekspresi lebih serius. “Ngomong-ngomong, lo mau tahu nggak, kenapa gua nyuruh lo hati-hati sama Soobin?”

Sejin mengusap wajahnya yang basah oleh air mata. Dengan suara parau, ia bertanya, “Ke-kenapa…?”

Beomgyu menyeringai. “Soobin itu yang ngebunuh orang tua lo.”

Dunia Sejin berhenti seketika. Ia menatap Beomgyu dengan mata penuh keterkejutan. “B-bohong… Itu nggak mungkin…”

Beomgyu mendecakkan lidahnya. “Mereka nggak mati karena kecelakaan, Jin. Itu cuma skenario yang Soobin buat. Dia pasang alat kendali di mobil mereka, lalu pura-pura mereka mengalami kecelakaan. Mayat mereka? Gua yakin lo juga udah curiga, kenapa nggak pernah ditemukan.”

Sejin mulai terisak. Pikirannya kacau. Ia menggeleng berulang kali, menolak untuk percaya.

“Nggak… Soobin nggak mungkin…”

“Kenapa nggak mungkin?” Beomgyu mendekat, menatap langsung ke matanya. “Lo tahu kan dia pintar banget soal teknologi? Lo pikir dia nggak bisa melakukan itu? Dan satu lagi, lo tahu nggak kenapa dia bunuh mamanya sendiri?”

Sejin masih terisak, tapi ia mendongak, menunggu jawaban.

“Karena mamanya selalu ngelawan dia. Dan karena dia terobsesi sama lo.”

Sejin terdiam.

Beomgyu tersenyum melihat ekspresi hancurnya. “Lo inget situs yang ada di laptop Soobin? Dan kucing lo yang ilang?”

Sejin perlahan menggeleng, air matanya terus mengalir.

“Itu situs jual organ manusia, Jin. Dan kucing kesayangan lo? Dia yang mutilasi buat eksperimen.”

Darah Sejin terasa membeku di pembuluhnya. Ia ingin menyangkal semuanya, tapi kepingan-kepingan ingatan mulai menyatu dalam kepalanya. Soobin memang selalu aneh. Terlalu protektif. Terlalu… tidak bisa ditebak.

Beomgyu menghela napas santai. “Gua saranin lo pergi dari kehidupannya, Jin. Palsuin kematian lo, kabur ke luar negeri, terserah. Yang jelas, jangan ada di dekat dia lagi.”

Sejin menatap kosong. Ia merasa dadanya sesak, pikirannya kalut. Ia tidak bisa berpikir jernih lagi.

Beomgyu melangkah mundur, lalu tersenyum. “Gua nggak akan ganggu lo. Gua cuma kasih lo peringatan. Hati-hati, ya.”

Dengan santai, Beomgyu menyeret karung berisi potongan tubuh Yuna, lalu menghilang dalam gelap.

Sejin berdiri di tempat, tangannya mengepal. Lalu, dengan segenap tenaga yang tersisa, ia berlari. Ia harus pergi jauh dari sini.

Namun, saat tiba di ujung gang, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depannya.

Jantung Sejin berdegup kencang.

Jendela mobil itu turun perlahan, memperlihatkan wajah yang sangat familiar.

“Soobin…?”

Tatapan Soobin penuh kekhawatiran. “Darimana aja kamu?”

Sejin mundur selangkah. “Tau dari mana aku ada di sini?”

Soobin menatapnya tajam. “Gua pasang GPS di HP lo.”

Sejin membeku. Ia mencengkeram tangannya sendiri, mencoba menahan gemetar.

“Ayo pulang,” ajak Soobin. Ia berusaha menggandeng tangan Sejin, tapi gadis itu dengan cepat menghindar.

“Aku nggak mau pulang.”

Ekspresi Soobin langsung berubah. Matanya yang tadinya penuh kepanikan kini menjadi kosong dan dingin. “Terus, mau ke mana?”

“Aku mau tinggal sama Om. Kita nggak perlu ketemu lagi. Dan… kita putus.”

Soobin menatapnya tanpa ekspresi. “Nggak ada yang putus. Dan lo nggak akan pergi ke mana-mana.”

Sejin menelan ludah. Ia melihat ke kanan dan kiri, mencari cara untuk kabur.

“Soobin, aku serius.”

Soobin tiba-tiba bergerak cepat, menarik pergelangan tangan Sejin dengan kuat. Gadis itu berusaha meronta, tapi tenaga Soobin jauh lebih besar.

“NGAPAIN KAMU?!” teriak Sejin panik.

Soobin menyeretnya menuju mobil, lalu mendorongnya masuk dengan kasar.

Sejin terus berontak, tapi sebelum ia bisa melakukan apa pun, Soobin mengangkat tangannya dan—

BRAK!

Sebuah pukulan keras menghantam tengkuk Sejin. Dunia terasa berputar, kesadarannya perlahan memudar.

Soobin membungkuk, menatap wajah Sejin yang mulai pingsan. Ia membisikkan sesuatu dengan suara pelan, dingin, dan penuh obsesi.

“Lo nggak akan pernah pergi dari gua, Sejin.”

Lalu, kegelapan menyelimuti segalanya.

❥•°❀°•༢

To Back Continue..

𝐒𝐮𝐝𝐝𝐞𝐧𝐥𝐲 | Choi Soobin ① ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang