20. Depresi

73 52 9
                                    

Ruangan yang bertuliskan BK kini di isi oleh satu siswi dan satu guru. Siswi dengan penampilan yang sudah urak-urakan itu dengan santainya duduk di depan guru yang menatapnya tajam. Siswi itu memainkan rambutnya dengan jemarinya, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Saya capek ya Ladya!"

Teriakkan guru tersebut membuat Ladya sedikit tersentak.

"Santai dong pak, kalau saya jantungan emangnya bapak mau donorin jantung bapak buat saya? Lagian kalau bapak capek ya istirahat lah, ngapain teriak-teriak segala." Ucapnya polos sembari mengelus dadanya.

"Saya lagi tidak mau bercanda Ladya. Harus berapa kali lagi saya bilangin kamu? Berapa kali lagi saya ngehukum kamu? Berapa kali lagi kamu keluar masuk ruangan saya? Kamu itu perempuan Ladya! Apa tidak malu terus menerus berkelahi seperti itu!"

"Padahal gue baru pertama kali ribut lagi dah." Gumamnya.

"Lihat penampilan kamu?! Udah seperti preman!"

"Ya elah pak, kenapa sama penampilan saya emangnya? Ngerugiin bapak?"

"Sudahlah saya benar-benar capek ngurusin kamu. Sekarang teman kamu masih ada di UKS. Kamu minta maaf sama dia."

"Dih ogah banget, dia yang salah ngapain saya yang minta maaf. Lagian nih ya pak, kalau bapak nggak tau faktanya mending diem. Orang mah selidiki dulu sebelum ngebacot."

"Ladya!"

"Apa sih pak? Demen banget manggil nama saya. Liat noh cctv kantin, siapa yang salah. Saya mah kalau nggak ada yang ngajak war duluan saya males kali berantem, masa princessnya SMA TaBar berantem ye kan pak?" Ujarnya mengedipkan sebelah matanya.

Pak Rendi membuang napas gusar, menyugar rambutnya kasar.

"Disini saya tidak mencari siapa yang salah dan siapa yang benar Ladya, tapi siapa di antara kalian yang dewasa dan berani meminta maaf duluan. Kalaupun iya teman kamu yang memulai, kamu nggak seharusnya memakai otot seperti tadi."

"listen to me sir, pertama she is not my friend. Ke dua ini bukan drama Indosiar pak, kalau ada yang jahat saya diem dan pasrah gitu aja. Ya kali!"

"Besok saya ingin bertemu orang tua kamu." Pak Rendi sudah benar-benar jengah, dirinya memberikan surat peringatan.

Ladya menerimanya dengan santai. "Udah kan? Saya permisi." Ladya bangkit dari duduknya, sebelum benar-benar pergi ia menoleh menatap lekat pak Rendi lalu mengibaskan rambutnya dan menutup pintu ruangan tersebut dengan kencang membuat pak Rendi frustasi di buatnya.

"Wadon edan!"

...

Gadis dengan perban ditangannya kini tengah menatap nanar ke arah brankar yang di tiduri oleh seorang gadis. Wajah babak belur, rambut acak-acakan, seragam kotor, dan kaki yang di gips.

"Gue antar ke rumah sakit aja ya?" Tanya gadis yang duduk di samping brankar itu.

Gadis itu menggeleng lemah. "Maafin gue Aya, gue salah."

"Nah tuh sadar! Dari mane aje neng?" Greget Azka.

"Azka jangan gitu." Azka hanya menye-menye dengan wajah menyebalkan.

RAYALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang